JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) belum menentukan sikap apakah akan memberlakukan kebijakan pungutan cukai bagi plastik dan minuman berpemanis pada 2022 mendatang. Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Jenderal (Dirjen) Bea dan Cukai Askolani saat menggelar konferensi pers APBN Kita bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani hari ini.
Menurut dia, pemerintah cukup berhati-hati dalam menetapkan kebijakan negara utamanya yang berkaitan dengan daya beli masyarakat. Askolani pun enggan memberikan kepastian meski sudah terdapat beleid resmi yang menetapkan bahwa pungutan cukai terhadap dua barang tersebut bisa dilakukan mulai tahun depan.
“Memang dalam Undang-Undang APBN 2022 di turunan regulasi Perpres 104/2021 kita merencanakan salah satu penerimaan cukai itu berbasis kepada plastik dan minuman berpemanis. Tapi kemudian tentu saja pemerintah akan melihat secara seimbang dengan kondisi aktual yang akan dihadapi apakah kebijakan itu akan dilaksanakan atau tidak,” ujarnya melalui saluran virtual, Selasa, 21 Desember.
Askolani menambahkan, salah satu telaah lain yang butuh perhatian khusus adalah masukan dari para pelaku ekonomi.
“Tentunya pemerintah akan sangat mempertimbangkan dengan kondisi pemulihan ekonomi, kondisi dunia usaha yang harus diperhatikan dengan seksama,” tuturnya.
BACA JUGA:
Sebagai informasi, pemerintah merespon UU APBN 2022 dengan membuat regulasi turunan dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 104 Tahun 2021.
Disebutkan bahwa besaran pungutan bagi plastik adalah senilai Rp30.000 per kilogram atau Rp200 per lembar plastik. Sementara untuk minuman berpemanis seperti minuman teh kemasan, soda, kopi, minuman berenergi, dan konsentrat direncanakan pengenaan cukai Rp1.500 sampai dengan Rp2.500 perliter.
Adapun, target penerimaan cukai dari dua barang konsumsi ini diproyeksi mampu menyentuh angka Rp1,5 triliun dalam satu tahun masa pajak.