Bagikan:

JAKARTA - Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Dody Budi Waluyo memastikan bahwa pihaknya tidak ingin terburu-buru untuk menerbitkan mata uang rupiah dalam bentuk digital (central bank digital currency/CBDC).

Pasalnya, pelepasan alat transaksi virtual itu perlu dibarengi oleh sejumlah kajian yang mendalam karena menyangkut sistem makro ekonomi di dalam negeri. Belum lagi potensi risiko yang ditimbulkan terhadap mata uang konvensional saat ini.

“Dari sisi dampak makro finansial tentu harus kita timbang karena CBDC ini sangat cepat untuk mempengaruhi pergerakan stok mata uang yang beredar di masyarakat,” ujarnya dalam konferensi pers pertemuan Finance Track G20 yang disiarkan secara virtual dari Bali, Jumat, 10 Desember.

Menurut Dody, rupiah digital dinilai memiliki dampak cukup besar apabila tidak dikelola secara hati-hati. Sebab, pergerakan yang terjadi di ranah maya secara real time memungkinkan terjadinya perpindahan uang dalam jumlah besar dalam satu waktu. Hal ini bisa mengakibatkan gangguan terhadap kondisi likuiditas.

“Kalau tanpa ada monitoring yang ketat, tidak ada catatan, kita tidak akan bisa mengelola risikonya karena pergerakannya adalah dilakukan secara digital,” tutur dia.

Untuk diketahui, Indonesia mengangkat isu soal central bank digital currency dalam Presidensi G20 kali ini. Diharapkan, melalui forum ini akan mendorong penerapan regulasi yang komprehensif, utamanya dalam digitalisasi sistem pembayaran.