Pengamat Sebut Investasi Telkomsel di GoTo Rp6,7 Triliun Bermasalah, BPK dan KPK Diminta Mengusut
Ilustrasi. (Foto: Dok. GoTo)

Bagikan:

JAKARTA - Investasi PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel) di PT Aplikasi Karya Anak Bangsa (AKAB) alias GoTo sebesar lebih dari Rp6,7 triliun dinilai janggal dan berpotensi melanggar prinsip good governance.

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta untuk melakukan audit dan proses hukum terhadap aksi korporasi Telkomsel, yang merupakan anak perusahaan BUMN PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) itu.

"BPK dalam kaitannya dengan audit terhadap dugaan terjadinya kerugian keuangan negara. KPK berkaitan dengan tugasnya untuk melakukan penindakan terhadap korupsi, kolusi, dan nepotisme," kata pengamat ekonomi-politik Agustinus Edy Kristianto dalam keterangannya kepada wartawan di Jakarta, Selasa 23 November.

Mantan Direktur Yayasan LBH Indonesia (YLBHI) itu menjelaskan Telkom mengendalikan Telkomsel melalui kepemilikan saham mayoritas sebesar 65 persen. Laporan keuangan Telkomsel terkonsolidasi dengan laporan keuangan Telkom.

Ia pun mengutip Laporan Keuangan kuartal II 2021 TLKM yang mencantumkan adanya penempatan dana Telkomsel di PT AKAB per 31 Desember 2020 sebesar Rp2,1 triliun dalam bentuk obligasi konversi tanpa bunga jatuh tempo pada 16 November 2023. Lalu pada 18 Mei 2021 obligasi itu telah dikonversi menjadi ekuitas dan opsi beli saham senilai Rp6,75 triliun.

"Saya menduga ada ketidakwajaran proses dan penilaian pada investasi Telkomsel itu," kata Agustinus, yang juga pegiat media sosial itu.

Agustinus menegaskan salah satu aturan yang sangat berpotensi dilanggar adalah Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No. 42/POJK.04/2020 tentang Transaksi Afiliasi dan Transaksi Benturan Kepentingan.

"Hal yang perlu dipertanyakan adalah proses dan penilaian kewajaran investasi itu sesuai aturan POJK. Harus ada penilai untuk menentukan nilai wajarnya. Harus pula diumumkan dalam keterbukaan informasi," jelasnya.

Selain itu, Agustinus menambahkan, proses investasi itu menimbulkan problematika hukum tersendiri ketika dikaitkan dengan posisi Menteri BUMN Erick Thohir dan kakaknya, Garibaldi Thohir, yang sekaligus merupakan Presiden Komisaris dan pemegang saham GoTo.

"Ada hubungan kekeluargaan yang berpotensi masalah nepotisme," ujarnya.

KPK, imbuhnya, seharusnya bisa mengusut dugaan tindak pidana nepotisme dalam kasus itu, selain tindak pidana korupsinya. Sebab, kata Agustinus, terdapat norma dalam UU 28/1999 yang melarang menteri sebagai penyelenggara negara melakukan nepotisme.

"Ancaman maksimal pidananya 12 tahun penjara," kata Agustinus.

Menurut Agustinus, KPK memiliki wewenang dan sumber daya yang cukup untuk menelisik dugaan tindak pidana itu.

"KPK bisa melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan. Berwenang untuk memanggil saksi, memeriksa dokumen, dan sebagainya untuk mencari alat bukti. Negara membayar KPK untuk menjalankan fungsi itu," katanya.

Langkah proaktif KPK dan BPK untuk mengusut dugaan pelanggaran dalam investasi Telkomsel itu akan memberikan preseden baik bagi perwujudan prinsip good governance, sekaligus mendorong terjadinya iklim bisnis yang sehat di Indonesia.

"Apalagi GoTo sebentar lagi akan IPO. Jangan sampai investor mendapatkan pandangan atau persepsi yang tidak utuh terhadap kondisi suatu perusahaan. Penegakan hukum dan tindakan proaktif dari otoritas yang berwenang sangat diperlukan untuk mendorong terciptanya iklim bisnis yang sehat," kata Agustinus.