Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) secara resmi telah memulai sosialisasi Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) di Bali hari ini. Salah satu materi yang jadi pembahasan adalah Program Pengungkapan Sukarela (PPS).

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan bahwa PPS hanya akan berlangsung selama enam bulan, yakni dari 1 Januari hingga 30 Juni 2022 mendatang.

Dalam penjelasannya, Menkeu mengungkapkan terdapat dua skema kebijakan PPS. Pertama, pengungkapan harta sebelum penutupan 2015.Disini, wajib pajak yang mengungkapan hartanya secara sukarela akan dikenakan tarif 11 persen untuk harta di luar negeri yang tidak direpatriasi.

Lalu, 8 persen untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta tercatat di dalam negeri, dan 6 persen untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta dalam negeri yang diungkap untuk kemudian diinvestasikan dalam SBN atau hilirisasi program energi terbarukan.

Kedua adalah untuk harta yang berasal dari periode 2016 sampai dengan 2020 namun belum dilaporkan dalam SPT hingga tahun lalu.

“Tarifnya adalah 18 persen untuk harta di luar negeri yang tidak direpatriasi, 14 persen untuk harta repatriasi dan di dalam negeri, dan 12 persen untuk harta repatriasi dari luar negeri dan harta dalam negeri yang diinvestasikan ke SBN dan program hilirisasi energi,” ujar dia melalui saluran virtual pada Jumat, 19 November.

Dalam kesempatan tersebut Menkeu juga menyebut wajib pajak bisa dikenakan sanksi 200 persen apabila tidak berpartisipasi dalam program ini.

Lebih lanjut, bendahara negara memastikan pula apabila data wajib pajak yang ikut dalam PPS tidak akan digunakan sebagai bagian dalam proses penuntutan hukum.

“Data atau informasi yang bersumber dari surat pengungkapan harta tidak dapat dijadikan sebagai dasar penyelidikan, penyidikan, dan atau penuntutan pidana terhadap wajib pajak,” tegas dia.