Bagikan:

JAKARTA - Saipul Jamil bebas setelah dipenjara delapan tahun untuk kasus pelecehan seksual. Ia keluar dari pintu LP Cipinang, Jakarta Timur dengan sambutan keluarga, sahabat, serta media massa yang mengglorifikasi Saipul dan momen kebebasannya. Kontroversi mengemuka. Tepatkah perspektif media massa dalam mengemas liputan Saipul, hingga ia nampak seperti pahlawan, bahkan korban? Kita dalami persoalan ini.

Dari liputan yang tayang di televisi serta akun-akun YouTube dan media sosial sejumlah media massa --terutama infotainment, tampak Saipul disambut dengan bunga. Bucket yang ia pegang dan yang dikalungi kepadanya. Saipul juga banyak melempar senyum dan lambaian tangan.

Pada satu adegan, media massa mencegat Saipul, mewawancarainya, sembari seperti biasa, meminta Ipul bernyanyi. Suara tiba-tiba muncul dari kerumunan media massa, bertanya pada Saipul. "Bang Ipul trauma engggak?"

Saipul menjawab, “Ya, pasti trauma. Jadi buat teman-teman, hati-hati. Bijaklah dan selalu waspada. Kita tidak tahu di mana ada musuh. Bisa jadi teman dianggap baik tapi ternyata dia musuh kita. Tapi ya sudahlah. Yang penting kita ikhlas.” terang Saipul Jamil. Pernyataan Ipul jadi sorotan. Ia dianggap playing victim dan berusaha menggiring opini ke arah kesimpulan tertentu.

Kakak Saipul, Samsul Hidayatullah membantah anggapan itu. "Tidak ada lah. Tergantung kata orang. Persepsi kan masing-masing, mas, gitu kan," kata Samsul saat dihubungi VOI, Jumat, 3 September.

Narasi yang disampaikan Saipul jadi penting. Ini menentukan apakah tayangan penyambutan Saipul oleh sejumlah stasiun televisi pagi tadi melanggar ketentuan penyiaran atau tidak. Kami mendiskusikannya dengan Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Nuning Rodiyah.

"Kalau tayangannya memberi ruang pada Saipul Jamil untuk membenarkan perilaku yang dilakukan sekian tahun lalu itu lumrah dan wajar saja, tentu itu bagian yang berpotensi melanggar."

Saipul Jamil (VOI)

"Tapi kalau kemudian menampilkan Saipul Jamil sebagai satu fakta, yang dia keluar dari penjara, itu kan tidak masalah ... Yang bermasalah ketika muatannya adalah 'Saya enggapapa kok. Ini bukan perbuatan yang salah kok ketika saya melakukan pelecehan seksual.' Itu yang sama sekali dilarang," kata Nuning seraya menegaskan bahwa potensi pelanggaran tak hilang meski narasi-narasi keliru disampaikan Saipul secara tersirat.

Kemudian, terkait kabar adanya kontrak eksklusif antara beberapa stasiun televisi untuk meliput dan menayangkan momen penyambutan bebas Saipul, Samsul juga membantah. "Sebenarnya kalau secara faktanya tidak eksklusivitas, ya. Secara fakta, ya. Karena dari Lapas sendiri berbaur teman-teman media lain. Berarti tidak terbukti itu eksklusivitas. Terus perjalanan menuju makam orang tua pun semua ada yang ngikut. Ada beberapa, lebih dari empat media kalau saya lihat, ya."

Samsul juga meluruskan alasan Saipul mengucap terima kasih pada sejumlah media massa dalam 'pidato' pertamanya itu. "Jadi sebenarnya kenapa Bang Ipul mengucap semua itu karena berterima kasih secara individu. Semoga kehadirannya bisa diterimalah oleh teman-teman program TV. Pertama atas kehadiran mereka. Mereka datang, teman-teman media bukan diundang, lho. Tidak ada pengundangan."

Samsul, lebih lanjut menjelaskan Saipul akan kembali ke dunia hiburan. Sejumlah pekerjaan dipersiapkan. Pertama, sebuah album musik. Menurut Samsul, Saipul telah menandatangani kontrak dengan MSI Record untuk merilis satu album penuh. Selain itu manajemen telah menyiapkan sebuah kanal YouTube untuk Saipul, yang diklaim Samsul mendapat sambutan hangat dari penggemar. Kontrak tampil di beberapa program televisi juga telah diteken.

"Kalau untuk program TV kami belum dapat reguler. Sifatnya masih bintang tamu. Jadi enggak ada yang istimewa sih. Artinya kepercayaan itu sendiri lagi diuji kepada Saipul, bagaimana performanya, apakah dia berubah, performanya menurunkah pasca-dia bebas? Kan kita enggak tahu. Hanya mereka yang tahu. Secara survei, ya. Mungkin ada surveinya tersendiri lah."

"Kalau ke YouTube sendiri, Alhamdulillah. Responsnya bagus sekali. Jadi diterima dengan baik. Viewer-nya bagus. Komentarnya pun Alhamdulillah banyak yang mendukung. Artinya memang mereka yang kangen kehadiran Saipul. Dan Saipul sendiri sebenarnya bukan artis yang sensasi. Tidak ... Beberapa lagu pun sudah rilis. Sampai Alhamdulillah, dipercaya label MSI ini sampai dia serius untuk satu album, lho. Itu pun satu album itu dengan kondisi tujuh bulan menjelang bebas."

Penayangan liputan Saipul oleh televisi

Penyambutan kebebasan Saipul Jamil (VOI)

Direktur Remotivi Yovantra Arief menyoroti nihilnya sensitivitas sejumlah liputan media massa terhadap isu ini. Yovantra memandang glorifikasi liputan Saipul sebagai kapitalisasi media. Tak ada alasan yang lebih masuk akal. Logika sensasionalisme sengaja dikedepankan untuk memancing penonton. Parahnya lagi, banyak media yang menggiring logika pemberitaannya ke arah keliru dan menyesatkan. Dan ini jelas merugikan korban.

"Kalau mau pakai bahasanya SBY, memprihatinkan, gitu, ya ... Ketika misalnya korban mendengar Saipul bebas dan melihat betapa Saipul dielu-elukan oleh media, itu justru yang trauma korbannya, bukan Saipulnya. Itu pemberitaan yang sangat tidak sensitif," kata Yovantra, dihubungi VOI, Jumat, 3 September.

"Bahkan ada satu berita bilang 'Saipul tidak akan dendam terhadap korban.' Ya, masa Saipul yang dendam. Enggak masuk akal banget. Kan dia bukan korban. Dia pelaku. Itu salah dalam banyak level," tambah Yovantra.

Ini bukan masalah baru. Yovantra menggambarkan sensasionalisme sebagai bumbu menjenuhkan yang terus menerus dipakai oleh media dan lembaga penyiaran publik lain. Bahkan jika bicara kasus Saipul, sikap keliru telah ditunjukkan sejak awal.

"Ketika awal muncul kasusnya banyak media yang memainkan aspek sensasionalismenya dan meng-highlight korbannya adalah laki-laki. Beritanya bukan kekerasan seksual. Tapi intinya sekarang banyak artis yang LGBT," Yovantra.

"Remotivi percaya media bukan netral. Media harus independen. Media harus punya posisi publik yang jelas ... Dan dalam kasus kekerasan yang menimpa orang yang lebih dilemahkan dari posisi sosialnya, media harus punya posisi di sana. Mereka harus ada di posisi orang-orang yang dalam tanda kutip tertindas. Dalam kasus kekerasan seksual media harusnya berpihak pada korban."

Lebih lanjut Yovantra menjelaskan kekeliruan perspektif media massa dalam kasus pelecehan seksual sebagai hal yang kultural. Artinya ia tidak didorong faktor tunggal. Ada beberapa hal yang membudaya, yang bahkan dimulai dari kentalnya budaya patriarki, yang memandang perempuan hanya sebagai objek. "Kita dibiasakan di TV, tayangan olahraga, misalnya, perempuan seringkali hadir sebagai pemanis. Dengan baju tertentu, baju yang terbuka."

"Dan bukan hanya tayangan olahraga. Di banyak tayangan perempuan memang dijadikan objek seringkali. Yang penting cantik, yang penting seksi. Dan kita dibiasakan melihat perempuan dari perspektif itu. Jarang kemampuannya, cara berpikirnya, kecerdasannya, itu lebih jarang ditampilkan. Itu aku rasa satu hal yang juga berpengaruh secara umum."

Penggiringan opini yang sesat

Saipul Jamil saat bebas dari penjara (Sumber: Istimewa)

Perhatikan substansi dalam liputan-liputan media massa soal penyambutan kebebasan Saipul hari ini. Kembali kami garis bawahi, adakah dari kamu yang mendengar pertanyaan dari kerumunan media massa kepada Saipul?

"Trauma enggak, trauma enggak?"

Hal itu dijawab Saipul, “Ya pasti trauma," sebelum ia tiba-tiba 'berpetuah.'

"Jadi buat teman-teman, hati-hati, bijaklah dan selalu waspada. Kita tidak tahu di mana ada musuh. Bisa jadi teman dianggap baik tapi ternyata dia musuh kita. Tapi ya sudah lah, yang penting kita ikhlas.” tutur Saipul.

Direktur Remotivi Yovantra Arief juga menyoroti ini. Menurutnya ini adalah penggiringan opini yang menyesatkan. Jika mendalami substansi serta melihat konteks kasus keseluruhan, media massa tidak cuma menunjukkan kegagalan mereka menyajikan tayangan yang berhikmah tapi juga menunjukkan bahwa Saipul tidak menyesali perbuatannya.

Dan sikap ini, yang dipertontonkan ke publik, tentu jadi sangat problematis. "Pengalaman penjaranya itu tidak ada dalam tanda kutip menunjukkan transformasi diri dia dari pelaku pencabulan anak, dan dia juga melakukan suap waktu itu."

"Tidak ada tanda-tanda penyesalan, tanda dia menyadari salah, yang ada justru tadi, dia adalah korban, dia mengalami trauma di penjara, itu sangat problematis. Karena ini orang yang melakukan kekerasan seksual dan terbukti di pengadilan, bebas, tidak menunjukkan penyesalan tapi tetap dielu-elukan seolah-olah dia hero. Dan aku rasa media sangat mengkapitalisasi ini," Yovantra.

*Baca Informasi lain soal PELECEHAN SEKSUAL atau baca tulisan menarik lain dari Bitor Ekin Putra dan Yudhistira Mahabharata.

BERNAS Lainnya