JAKARTA - Taliban berhasil menguasai Afghanistan. Berbagai spekulasi tentang masa depan Afghanistan muncul. Akan seperti apa Afghanistan di bawah Taliban? Adakah waktu mengubah Taliban? Kekhawatiran pada kaum perempuan Afghanistan juga menguat, mengingat preseden pahit yang menimpa kehidupan perempuan di periode lama rezim Taliban sepanjang 1996-2001. Kami menelusuri berbagai kemungkinan itu.
Presiden Afghanistan Ashraf Ghani telah meninggalkan negeri dan rakyatnya. Tak diketahui pasti ke mana ia pergi. Namun kelompok media terkemuka di Afghanistan, Tolo News menyebut Ashraf Ghani pergi ke Tajikistan. Ashraf Ghani juga telah mengakui kemenangan Taliban dan menyatakan menyerahkan tanggung jawab Taliban atas masa depan Afghanistan.
"Taliban telah menang dengan penghakiman pedang dan senjata mereka, dan sekarang bertanggung jawab atas kehormatan, properti dan pertahanan diri warga negara mereka," kata Ghani dalam sebuah pernyataan yang diunggah ke Facebook mengutip CNA.
"Mereka sekarang menghadapi ujian sejarah baru. Entah mereka akan mempertahankan nama dan kehormatan Afghanistan atau mereka akan memprioritaskan tempat dan jaringan lain," tambahnya, seraya mengatakan dia pergi untuk mencegah 'banjir pertumpahan darah.'
Warga Afghanistan mengaku kecewa dengan sikap Ashraf Ghani. Ratusan ribu kini mengungsi. Menurut Stephane Dujarric, Juru Bicara Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres ada 390 ribu orang Afghanistan telah lari mencari perlindungan. Ini jadi lonjakan besar perpindahan orang sejak Mei. Banyak pengungsi hidup di tempat terbuka.
"Meski situasi keamanan memburuk, badan-badan kemanusiaan tetap berada di lokasi dan mengirimkan bantuan kepada orang-orang yang membutuhkan, yang jumlahnya mencapai 7,8 juta orang dalam enam bulan pertama tahun ini," kata Dujarric, dilansir Anadolu Agency, Kamis, 12 Agustus.
Soal pengungsi, 40 warga Afghanistan tewas di Bandara Kabul saat mereka hendak naik ke pesawat militer yang hendak lepas landas. Para warga berharap bisa meninggalkan Afghanistan. Laporan lain Tolo News menyebut tiga orang jatuh dari pesawat yang tengah terbang di ketinggian. Mereka adalah orang-orang yang tak bisa masuk badan pesawat lalu menumpang di bagian roda.
Three Kabul residents who were trying to leave the country by hiding next to the tire or wing of an American plane, fell on the rooftop of local people. They lost their lives due to the terrible conditions in Kabul. pic.twitter.com/Cj7xXE4vbx
— Tariq Majidi (@TariqMajidi) August 16, 2021
Lewat Dujarric, Guterres juga menyampaikan kkehawatiran atas nasib wanita dan anak-anak di Afghanistan. Dujarric menyebut, "Terus ada laporan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang serius dan pelanggaran di masyarakat yang paling terkena dampak pertempuran. Gutteres sangat prihatin dengan masa depan perempuan dan anak-anak, yang haknya harus dilindungi."
Aktivis peraih Nobel Perdamaian, Malala Yousafzai juga buka suara soal nasib warga Afghanistan di bawah Taliban. Yousafzai menyerukan pemimpin dunia, termasuk Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden segera ambil tindakan untuk mencegah lebih banyak pelanggaran HAM, khususnya yang dialami para perempuan Afghanistan. Pada 2012 Yousafzai pernah ditembak Taliban karena mengampanyekan pendidikan perempuan.
“Ini sebenarnya adalah krisis kemanusiaan yang mendesak saat ini sehingga kami perlu memberikan bantuan dan dukungan kami ... Saya berkesempatan bicara dengan beberapa aktivis di Afghanistan, termasuk aktivis hak-hak perempuan. Dan mereka menyatakan keprihatinan dan keputusasaan, bagaimana mereka tak yakin akan seperti apa hidup mereka nantinya," tutur Yousafzai kepada BBC Newsnight.
Adakah waktu mengubah Taliban?
Selasa, 17 Agustus, Juru bicara utama Taliban, Zabihullah Mujahid mengucap sejumlah janji kepada warga Afghanistan, khususnya kaum perempuan. Taliban berjanji mengampuni tentara dan anggota pemerintahan lama yang didukung AS serta sekutu. Taliban juga janjikan amnesti untuk tentara, kontraktor, serta penerjemah yang bekerja untuk pasukan internasional.
Mujahid juga meminta semua warga Afghanistan pulang ke rumah. Mujahid menjamin keamanan mereka. "Tidak ada yang akan menyakiti Anda," katanya. Mujahid juga menyebut ada perbedaan besar antara Taliban yang dunia kenal 20 tahun lalu dan sekarang. Beberapa komitmen ia sampaikan. Soal pers, misalnya. Mujahid menjanjikan independensi dan kebebasan pada media massa swasta.
Kepada perempuan, Taliban menjanjikan penghormatan terhadap hak-hak perempuan di bawah kerangka hukum Islam. Menurut Mujahid perempuan akan diizinkan bekerja dan belajar. Mujahid juga berjanji memberi kesempatan pada perempuan untuk berkontribusi di dalam sistem kenegaraan. Catatannya, tetap dalam kerangka Islam. "Kami tidak menginginkan musuh internal atau eksternal," kata Mujahid.
Kepada VOI, Rabu, 18 Agustus, pengamat terorisme, Al Chaidar mengamini perubahan-perubahan yang dialami Taliban. Jika dahulu Taliban lekat dengan ideologi Wahabi Jihadi, kini Taliban "mengalami peralihan kepada Sunni yang Syafi'i." Hal itu dapat dilihat dari situasi teraktual, bagaimana kelompok Taliban menutur ayat suci dan berselawat kala memasuki Istana Kepresidenan di Kabul.
"Waktu kemenangan mereka itu, mereka memasuki Istana dan kemudian ada pembacaan ayat-ayat suci dan kemudian juga selawat. Dan selawatnya itu adalah selawat yang Syafii," kata Al Chaidar.
Dalam proses 20 tahun terakhir, Taliban menurut Al Chaidar juga mulai meninggalkan cara-cara teroristik. Salah satunya terlihat dari bagaimana mereka memutuskan hubungan dengan Al Qaeda. Taliban sadar mereka sedang membangun sebuah negara dan peradaban. Cara-cara brutal bukan jalan logis. Pun dengan tokoh-tokohnya. Meski sebagian besar sama. Tapi banyak pemikiran yang berubah di antara mereka.
Lihat saja bagaimana pimpinan Taliban, Abdul Ghani Baradar memilih jalan perundingan dengan Amerika Serikat (AS) di bawah Trump. "Tokoh-tokohnya juga masih tokoh-tokoh lama. Tapi terjadi perubahan. Abdul Ghani Baradar ini sendiri juga memiliki keterbukaan pikiran, mau berbicara, dan membuat perundingan dengan Amerika. Sudah tujuh kali pembicaraan damai," tutur Al Chaidar.
Ke mana Taliban akan membawa pemerintahan Afghanistan?
Afghanistan tidak akan memilih demokrasi, yang jelas. Struktur pemerintahan baru kini sedang disusun oleh para petinggi Taliban. Juru bicara Taliban, Sohail Shaheen menyampaikan sikap terbuka terkait pelibatan pejabat polisi dan tentara Afghanistan di bawah pemerintahan Presiden Ashraf Ghani dalam pemerintahan baru. Ia menjamin pemerintahan baru akan inklusif, dengan tetap melibatkan warga Afghanistan non-Taliban.
"Itu berarti warga Afghanistan lain juga memiliki partisipasi dalam pemerintahan," ungkap Shaheen, dikutip CNN, Minggu, 15 Agustus.
"Saya berpikir tentang pemerintah inklusif di Afghanistan. Ini merupakan tuntutan dan keinginan. Ini juga demi keamanan seluruh penduduk Afghanistan," ungkap Shaheen, dikutip AP, Senin, 16 Agustus.
Pengamat terorisme, Al Chaidar mengatakan Taliban akan mengadopsi cara dan tradisi serta ilmu pemerintahan yang umum beredar di dunia saat ini. "Ada kementerian-kementerian tertentu. Tidak hanya kementerian keuangan saja. Tidak hanya kementerian olahraga. Juga ada kementerian peranan wanita, perlindungan wanita, perlindungan anak. Kemudian kementerian lingkungan hidup."
Soal lingkungan hidup, Al Chaidar menyebut isu tersebut sebagai salah satu perhatian Taliban. Dasarnya adalah maqashid syariah keenam tentang lingkungan hidup, yang diadopsi dari pemikiran Syekh Yusuf al-Qaradawi, "Kementerian-kementerian konservatif itu tetap ada tapi kementerian baru, yang mengadaptasi ideologi-ideologi baru atau kebiasaan-kebiasaan bernegara yang baru itu mereka akan akomodasikan di dalam pemerintahan Afghanistan yang baru nanti," tutur Al Chaidar.
Sebelum mengumumkan rencana membentuk pemerintahan baru, Taliban dilaporkan siap mendeklarasikan kembali Islamic Emirate of Afghanistan, merujuk pernyataan pejabat Taliban yang anonim. Islamic Emirate of Afghanistan adalah negara yang sempat berdiri di bawah Taliban. Islamic Emirate of Afghanistan digulingkan pasukan Amerika Serikat (AS) pasca-serangan 11 September 2001 (9/11).
Yang menarik, akan seperti apa Islamic Emirate of Afghanistan hari nanti? Menurut Al Chaidar, Islamic Emirate of Afghanistan akan berbentuk republik non-demokrasi. Taliban akan menganut sistem politik tanpa partai. Sistem pemilihan nantinya akan menganut sistem nomokrasi. Artinya kepala daerah dan anggota parlemen --baik di pusat dan daerah-- akan dipilih secara bertingkat.
"Mereka tidak akan mengubah Taliban sebagai partai politik ataupun partai tunggal seperti di komunis. Negara-negara komunis itu memberlakukan partai tunggal. Tapi kalau Taliban itu tidak akan memberlakukan partai ... Jadi pemilihannya nanti multistage representative election system. Itu adalah sistem pemilihan di nomokrasi yang tidak memakai partai politik," tutur Al Chaidar.
Afghanistan juga akan jadi kekuatan yang diperhitungkan di dunia, begitu prediksi Al Chaidar. Menurut dia Afghanistan di bawah Taliban akan jadi entitas yang unik dan relatif baru. Sistem nomokrasi yang dianut Afghanistan akan menjadikan mereka berbeda dari negara Islam lain yang lebih dulu muncul, seperti Iran, misalnya.
*Baca Informasi lain soal AFGHANISTAN atau baca tulisan menarik lain dari Fauzi Iyabu dan Yudhistira Mahabharata.