Program Bansos Jauh Panggang dari Api, PR Pemerintah Dinilai Masih Numpuk
Ilustrasi (Foto: Irfan Meidianto/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Belum lama ini aksi bagi-bagi bansos Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Jakarta Barat menuai kritik. Selain karena menimbulkan kerumunan yang dapat melanggar prokes, masih banyak pekerjaan rumah pemerintah terkait program bansos. 

Belum lama ini Presiden Jokowi menyambangi Terminal Grogol, Jakarta Barat untuk bagi-bagi sembako kepada warga. Namun karena antusiasme warga yang tinggi, antrean mengular hingga menyebabkan kerumunan. Aksi dorong-dorongan pun sulit dihindari. 

Aksi bagi-bagi sembako itu lantas menuai kritik. Salah satunya dari Advokat Alghiffari Aqsa. Lewat akun Twitternya, mantan direktur LBH Jakarta ini menilai sulit lepasnya Indonesia dari pandemi COVID-19 lantaran karena sikap presiden. 

"Mau siapapun menteri di bawahnya, jelas masalah ada di Presiden. Kemudian rakyat yang dituduh sulit diatur," tulis Alghiffari.

Sementara itu, Pengamat kebijakan publik Trubus Rahadiansyah menilai kegiatan bagi-bagi bansos presiden di tengah penerapan kebijakan PPKM tak patut dilakukan. Ia juga menyebut hal seperti ini sudah terjadi berulang kali. 

"Sudah berulang-ulang seperti itu. Masih membayangkannya itu seperti kampanye blusukan," kata Trubus kepada VOI

Preseden buruk

Trubus mengatakan kegiatan yang menimbulkan kerumunan ini berdampak buruk pada penanganan COVID-19. Sebab selama ini kita memang begitu sulit menegakkan prokes. 

"Ini kan bertentangan dengan kebijakan PPKM. Kedua ada pelanggaran tentang prokes. Ketiga, ini menimbulkan kecemburuan bagi masyarakat lain," ujarnya. 

Selain itu, Trubus bilang tindakan ini dapat menjadi preseden yang tak baik bagi daerah-daerah lain yang masyarakatnya membutuhkan kehadiran presiden. Ia menilai harus ada sikap adil kepada daerah lain supaya tak menimbulkan kecemburuan sosial. 

"Menjadi preseden yang tidak baik bagi daerah-daerah lain yang kebetulan masyarakatnya membutuhkan kehadiran Presiden. Harus ada sikap adil, sehingga ke daerah lain juga sama supaya tidak muncul kegaduhan," kata dia.

Trubus juga menyayangkan tindakan yang dilakukan presiden. Di samping itu, ia juga mengkritik penyelenggaraan program bansos nasional  yang masih sarat masalah. 

Ilustrasi bansos (Sumber: Antara)

Segudang masalah bansos

Analis Kebijakan Publik Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah menjabarkan beberapa masalah yang mengganjal berjalannya program bansos. Pertama, "soal pemotongan-pemotongan bansos yang banyak tak sampai ke masyarakat. Temuan penyimpangan seperti di Tangerang, Tuban, dan lainnya."

Kedua, soal akurasi data. Trubus bilang ternyata banyak data penerima bansos yang tidak sesuai. 

"Misalnya di Klaten, di mana orang yang sudah dianggap mampu oleh Kepala Desa, tapi ternyata setelah turun bansos mereka dapet lagi. Itu yang menyebabkan konflik di masyarakat karena masyarakat yang berhak malah tidak kebagian," bebernya. 

Masih soal data, di Teluknaga Tangerang masalahnya lebih mendasar. Di sana warganya masih banyak yang belum menerima bansos lantaran tak punya KTP elektronik.

Seperti diketahui, warga Indonesia memang masih banyak yang belum memiliki kartu identitas. Trubus bilang mereka yang tak punya E-KTP itu  jumlahnya mencapai empat juta orang.

Bisa dibilang Tangerang adalah wilayah yang tidak terlalu jauh dari ibu kota. Lantas bagaimana nasib masyarakat yang berada di pedalaman? Padahal sejatinya, program bansos ini harus menyeluruh.

Warga Kota Bogor menerima bantuan sosial tunai (BST) dari Kementerian Sosial (Foto: ANTARA/Pemkot Bogor)

"Masyarakat yang di pulau terluar, yang susah transportasinya kan belum (dapat bansos) jadinya. Sementara program bansos ini harus menyentuh mereka semua. Apalagi dalam rangka pandemi COVID-19 semuanya wajib menerima," kata Trubus.

Segudang masalah tersebut baru bansos yang berasal dari APBN. Sementara masalah bansos di daerah yang menggunakan dana APBD juga masih banyak yang mandek.

Trubus bilang masih banyak daerah yang tidak mau mengalokasikan mengalokasikan anggarannya untuk bansos. Alasannya mereka kebingungan mau merealokasi anggaran yang mana. Mereka juga mengaku terkendala birokrasi. 

"Banyak sekali daerah yang tidak mau mengalokasikannya untuk bansos. Kepala daerah banyak yang enggan membuat terobosan-terobosan," ujar Trubus. 

Padahal Trubus bilang beberapa pos anggaran masih bisa direlokasi. "Pos anggaran seperti infrastruktur bisa dipotong. Itu kan bisa dipending dulu. Tapi mereka enggan. Alasannya, harus konsultasi dulu dengan DPRD," kata dia. 

*Baca informasi lain tentang BANSOS atau tulisan menarik lain dari Ramdan Febrian Arifin.

BERNAS Lainnya