Bagikan:

JAKARTA - Poster-poster ucapan selamat kepada Greysia Polii/Apriyani Rahayu dari sejumlah politisi dan pejabat ramai dicibir warganet. Gambar yang memampang foto para pejabat lebih besar dari atlet itu dianggap cuma numpang tenar. Memang hal itu sah-sah saja. Tapi sayangnya, tingginya animo selebrasi pejabat kita ini tak berbanding lurus dengan perhatiannya pada pengembangan olahraga.  

Euforia terhadap kemenangan Greysia/Apriyani menyabet medali emas di Olimpiade Tokyo 2020 belum surut. Buktinya, di media sosial Twitter, kita masih bisa melihat poster-poster ucapan selamat dari sejumlah politisi yang memampang wajah mereka lebih besar dari atlet masih bisa kita lihat. 

Salah satu yang menghimpun poster-poster dari para pejabat adalah pemilik akun Twitter @adriansyahyasin. "Nas sudah dimulai gaes... Mari kumpulkan semua pejabat norak dilingkungan Anda di sini," demikian twitnya. 

Kebiasaan para politisi tersebut juga mengundang kritik Pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia, Ujang Komarudin. Dia bilang sebaiknya para pejabat tak hanya memberikan ucapan selamat, tapi juga turut membantu memperhatikan para atlet ketika mengalami kesulitan. 

"Jangan hanya ucapan selamat. Tapi juga bantu finansial dong atlet yang menang tersebut," kata Ujang kepada VOI

Ujang bilang mengucapkan selamat itu sah-sah saja. Namun ia menilai ketika foto para pejabat terpampang lebih besar dalam poster-poster ucapan selamat tersebut, itu artinya mereka sedang pencitraan. "Namun ketika ucapan selamat para pejabat dilakukan dengan cara membuat poster dan lainnya, yang foto para pejabatnya lebih besar dibandingkan dengan Greysia dan Apriyani, itu artinya para pejabat tersebut sedang menunggangi atau mengkapitalisasi kemenangan Greysia dan Apriyani untuk kepentingan pencitraan."

Pebulutangkis Greysia Polii/Apriyani (Sumber: Antara)

Minim perhatian

Kurangnya perhatian pemerintah terhadap pengembangan dunia olahraga nasional ini diungkapkan Jurnalis olahraga senior Ainur Rohman. Jangankan perhatian terhadap cabor olahraga tak populer, di cabor sepak bola yang notabene paling digilai orang Indonesia ini juga tidak diperhatikan secara baik. 

Indikatornya, menurut Ainur seperti dikutip VICE, terlihat dari pembinaan, kompetisi, penyediaan pelatih, dan liga-liga yang belum dikelola serius. "Beberapa liga kita, terutama level bawah itu kacau sekali."

Padahal sepak bola menjadi cabor yang mendapat anggaran negara untuk membiayai pemusatan latihan nasional (pelatnas) olahraga terbanyak sepanjang 2020 senilai Rp50 miliar. Sementara badminton dan angkat besi yang prestasinya terbilang moncer "hanya" Rp18 miliar dan Rp10 miliar. 

Prestasi kedua cabor itu semakin kentara di Olimpiade Tokyo. Per 2 Agustus 2021, anagkat besi menyumbang 1 perak dan 2 perunggu. Pebulutangkis Greysia Polii dan Apriyani Rahayu bahkan baru saja mencetak sejarah di Olimpiade Tokyo, meraih medali emas untuk sektor ganda putri yang pertama dalam sejarah negara ini. 

Ainur mencontohkan keterbatasan yang dialami seorang atlet angkat besi yang berangkat ke Olimpiade Tokyo, Rahmat Erwin Abdullah. Dia kata Ainur sampai harus bertahun-tahun berlatih dengan fasilitas seadanya di Makassar. "Dia latihan malam pakai lampu petromaks. Ini kaliber Olimpiade loh, dapat perunggu, latihannya seperti itu."

Secara umum, total anggaran pemerintah untuk pengembangan olahraga dalam setahun sebesar Rp2 triliun kata Ainur terlampau kecil. Ia mencontohkan China, menganggarkan Rp140 triliun per tahun untuk pengembangan olahraga ateltik, renang, kano, dan layar demi medali emas Olimpiade. Tak ayal bila Negeri Tirai bambu itu menjadi jawara di Olimpiade Tokyo 2020 per 5 Agustus. 

*Baca informasi lain tentang VIRAL atau tulisan menarik lain dari Ramdan Febrian Arifin.

BERNAS Lainnya