Bagikan:

JAKARTA - Materi soal tulis dan wawancara dalam asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) yang dilakukan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jadi polemik. Sebab, ada sejumlah pertanyaan yang dianggap tak relevan dengan tugas pokok dan fungsi dari komisi antirasuah.

Asesmen ini dilakukan terhadap 1.351 pegawai KPK dan hasilnya, sebanyak 1.274 orang dinyatakan lolos memenuhi syarat, 75 dinyatakan tidak memenuhi syarat, dan dua tidak hadir dalam tes wawancara.

Sejumlah pihak menyatakan, soal dalam TWK tersebut tak relevan dan bersinggungan dengan pribadi pegawai. Salah satu yang membocorkan materi pertanyaan dalam asesmen itu adalah Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnama.

Penyidik ini mengaku mendapat pertanyaan apakah dirinya sebagai seorang muslim mengucapkan selamat hari raya ke umat beragama lain.

Hal ini kemudian membuatnya heran. Sebab, memberi selamat hari raya ke umat beragama lain kerap dilakukannya dan menjadi hal yang biasa.

"Saya heran ketika ada pertanyaan ke saya tentang apakah saya mengucapkan selamat hari raya ke umat beragama lain," kata Yudi dalam keterangannya kepada wartawan, Jumat, 7 Mei.

Sebagai seorang muslim, sambungnya, dia bukan hanya sekadar memberikan ucapan. Yudi yang merupakan Ketua WP KPK kerap hadir dalam acara natal bersama pegawai di kantornya bahkan memberikan sambutan.

"Bahkan, istri saya yang berjilbab pun pernah saya ajak dan kami disambut dengan hangat oleh kawan-kawan yang merayakan," ungkapnya.

Tak hanya itu, saat pandemi COVID-19 terjadi, perayaan natal tetap dilakukan dengan cara daring. "Dan saya pun juga memberikan sambutan," tegasnya.

Dia menilai, pewawancara harusnya telah mendapatkan informasi bahwa kebiasaan mengucapkan selamat hari raya pada pegawai yang beragama lain adalah hal yang biasa dilakukan baik melalui pesan singkat maupun secara langsung.

Meski begitu, saat dirinya diwawancara dalam tes tersebut, dia menegaskan bahwa perbedaan agama di KPK adalah hal yang biasa. Sebab, yang terpenting adalah kerja sama dalam memberantas korupsi.

"Saya pun menunjukkan bukti print foto kegiatan natal kepada dua orang yang mewawancarai saya sebagai bukti," ungkapnya.

"Jadi isu-isu radikal dan Taliban di luar hanya isapan jempol belaka," imbuh penyidik KPK ini.

Eks Juru Bicara KPK Febri Diansyah juga bicara perihal pertanyaan wawancara  dalam tes yang jadi salah satu syarat untuk alih status pegawai KPK. Dia mendapat informasi ada empat pertanyaan yang janggal, salah satunya adalah apakah pegawai KPK bersedia menjadi istri kedua.

"Apakah pertanyaan ini pantas & tepat diajukan pd Pegawai KPK untuk mengukur wawasan kebangsaan," katanya seperti dikutip dari Twitternya @febridiansyah.

Selain ditanya bersedia jadi istri kedua, ada pertanyaan lain seperti kenapa belum menikah, apakah masih punya hasrat, dan jika berpacaran apa saja yang dilakukan.

"Kalaulah benar pertanyaan itu diajukan pewawancara pd Pegawai KPK saat tes wawasan kebangsaan, sungguh saya kehabisan kata2 & bingung apa sebenarnya yg dituju dan apa makna wawasan kebangsaan," ungkapnya.

Febri mendesak agar soal dan kertas kerja Tes Wawasan Kebangsaan yang diikuti para ribuan pegawai KPK dibuka. Hal ini sebagai bentuk transparansi.

"Semoga ada penjelasan yg lengkap dari KPK, BKN atau Kemenpan ttg hal ini," tegasnya.

Dianggap tak memiliki legitimasi moral, akademis, dan metodelogi

Kejanggalan soal ini membuat Eks pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas angkat bicara. Menurutnya, tes yang diikuti oleh ribuan pegawai KPK ini dianggapnya tak memiliki legitimasi.

Dia juga mengatakan, tes ini jangan sampai menjadi dasar bagi pimpinan KPK untuk memaksa 75 pegawai yang tak lolos mundur dari posisi mereka. Sebab, integritas puluhan orang itu tak diragukan lagi.

"Kita selamatkan KPK. Jangan sampai 75 pegawai KPK itu dipaksa mundur dengan dalih apapun juga. Karena tes wawasan kebangsaan itu tidak memiliki legitimasi moral, akademis, dan metodelogi," kata Busyro dalam sebuah diskusi daring yang ditayangkan di YouTube, Jumat, 7 Mei.

Dirinya menegaskan, mereka yang tak juga tak bisa langsung dianggap berpaham radikal dan Taliban seperti anggapan banyak pihak. Apalagi, dari 75 orang yang tak lolos ini tidak semuanya beragama Islam.

"Dari 75 yang dinyatakan tidak lolos itu ada 8. Ada 8 pegawai KPK yang itu beragama Nasrani dan Budha," tegasnya.

"Fakta ini menunjukkan bahwa isu radikalisme, taliban sama sekali tidak pernah ada," imbuh pegiat korupsi tersebut.

Menurutnya, isu radikalisme dan Taliban ini muncul dari para buzzer atau pendengung. Sehingga, dia menganggap yang ada saat ini adalah radikalisme politik.

Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid menilai Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) yang diikuti pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai upaya menyingkirkan mereka yang punya pandangan berbeda dengan pemerintah. 

"Tes ini jelas upaya menyingkirkan pegawai KPK yang dianggap memiliki pandangan politik berbeda dengan pemerintah,"

Dia menyinggung materi pertanyaan dalam TWK baik tertulis maupun wawancara adalah pertanyaan kecil yang berpotensi menimbulkan perpecahan. Padahal, tes semacam ini harusnya dapat membangkitkan rasa kebangsaan di atas perjuangan keadilan.

Ada sejumlah pertanyaan dalam tes yang dibacakannya, seperti pendapat para pegawai tentang Rizieq Shihab dan pembubaran organisasi terlarang Front Pembela Islam (FPI), pembubaran organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), hingga tentang kebijakan pemerintah dan kebijakan mana yang tidak disetujui.

"Ini bukan pertanyaan yang membangkitkan, membuncah rasa kebangsaan di atas dasar perjuangan keadilan, perjuangan melwan keadilan," tegasnya.

"Karena itu saya mengatakan wawasan kebangsaan yang termanifestasi dalam tes itu bukanlah wawasan kebangsaan yang diwariskan para pendiri bangsa melainkan wawasan kebangsaan yang datang dari pikiran kecil, kerdil, dan mereka yang selama ini bersembunyi di balik jubah kebangsaan untuk menutupi kejahatan yang dilakukan," imbuh Usman.

Karenanya jika 75 pegawai yang tak lolos lantas diberhentikan, maka TWK dianggap sebagai salah satu bentuk pelemahan KPK. "Dan ini menjadi skandal terbaru dalam upaya melemahkan pemberantasan korupsi, mengkhianati reformasi, dan akan makin memundurkan kualitas demokrasi yang sudah rendah," ungkapnya.

Siapa bertanggung jawab buat soal?

Dengung perihal kejanggalan materi soal TWK kemudian ditanggapi KPK. Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri menegaskan TWK ini diselenggarakan Badan Kepegawaian Negara (BKN). Materi pertanyaan yang ditanyakan bukan disusun KPK.

"Asesmen Tes Wawasan Kebangsaan ini diselenggarakan oleh Badan Kepegawaian Negara. Dalam pelaksanaan TWK tersebut, BKN melibatkan Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Intelijen Strategis TNI (BAIS-TNI), Pusat Intelijen TNI Angkatan Darat (Pusintel TNI AD), Dinas Psikologi TNI Angkatan Darat (DISPSIAD), dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT)," kata Ali dalam keterangannya.

"Semua alat tes berupa soal dan materi wawancara disusun oleh BKN bersama lembaga-lembaga tersebut," imbuhnya.

Ali menjelaskan, sebelum wawancara dilakukan, pihak pewawancara telah menyamakan presepsi dengan lembaga tersebut. Tak hanya itu, pertanyaan yang diberikan juga dikembangkan dari tes tertulis yang sudah dijalankan para pegawai sebelumnya.

"Dari informasi yang kami terima dari pegawai KPK, ada beberapa pertanyaan yang perlu dijawab oleh pegawai beberapa diantaranya misalnya berkaitan dengan tata cara beribadah dan pilihan hidup berkeluarga," ungkapnya.

Asesmen ini sambung Ali memang ditujukan untuk mengukur penguatan integritas dan netralitas ASN. Namun, KPK tetap menerima masukan dari publik yang mempertanyakan relevansi beberapa materi dalam wawancara yang tidak berhubungan dengan tugas dan fungsi pokok mereka. 

"Dan menurut kami, ini bisa jadi masukan bagi penyelenggara asesmen," tegas Ali.

Senada, Kepala Pusat Penerangan TNI Mayjen Pranata Santosa menjelaskan, soal TWK untuk para pegawai KPK disusun oleh banyak pihak dan dipimpin oleh BKN.

"Secara teknis bahan pertanyaan yang sampaikan dalam tes ASN KPK tersebut bagian dari soal tes yang disusun oleh tim asesmen yang dipimpin oleh BKN RI yang dipilih KPK sebagai mitra," ungkapnya.

Dalam prosesnya, rapat internal antara lembaga lain dengan BKN juga telah dilakukan. Hal ini guna menyamakan presepsi dalam menyiapkan materi Tes Wawasan Kebangsaan tersebut.

"Seperti yang disampaikan Wakil Ketua KPK Nurul Gufron kepada media bahwa seluruh instansi pelaksana asesmen telah melalui proses penyamaan persepsi dengan BKN RI melalui rangkaian Rapat Internal Bersama Unit Terkait Guna Mempersiapkan Asesmen," ujar Pranata.

Hanya saja, dirinya enggan menjelaskan lebih jauh proses itu. "Mungkin lebih tepat jika ditanyakan langsung ke BKN RI," pungkasnya.