TWK KPK Diduga untuk Menjegal Penyidik yang Masih 'Merah Putih'
Gedung KPK/ANTARA

Bagikan:

JAKARTA - Polemik tes wawasan kebangsaan (TWK) pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk peralihan status menjadi aparatur sipil negara (ASN) memunculkan spekulasi dugaan upaya penjegalan terhadap penyidik senior Novel Baswedan.

Anggota Komisi II DPR  Nasir Djamil menilai tidak lolos Novel Baswedan dalam uji tersebut masih sebatas spekulasi publik yang butuh instrumen untuk pembuktian. 

"Tapi kalau mencermati narasi pelemahan KPK, bukan tidak mungkin spekulasi publik mengandung kebenaran. Karenanya, tes itu dalam penilaian publik, bukan hanya diduga menjegal NB, tapi juga patut diduga untuk menjegal para penyidik dan pegawai KPK yang masih Merah Putih dan tegak lurus," ujar Nasir kepada wartawan, Jumat, 7 Mei.

Nasir menyebut dirinya pernah meminta kepada Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo agar tidak melakukan tes dasar dalam peralihan status pegawai KPK.

“Saya sudah pernah sampaikan ke Menteri PAN dan RB, bagi mereka yang memiliki kemampuan atau skill tertentu, maka yang harus dijadikan rujukan itu adalah tes kompetensi bidang, bukan tes kompetensi dasar yang berisi soal-soal pengetahuan umum dan kebangsaan,” katanya.

Sebab menurut politikus PKS itu, urusan wawasan kebangsaan tersebut bisa dilakukan sambil berjalan. "Wawasan kebangsaan itu bisa dilakukan secara ‘on going process’,” kata Nasir.

WP KPK Ungkap Kejanggalan

Ketua Wadah Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Yudi Purnomo angkat bicara soal kejanggalan pertanyaan saat wawancara Tes Wawasan Kebangsaan (TWK). Yudi mengaku mendapat pertanyaan apakah dirinya sebagai seorang muslim mengucapkan selamat hari raya ke umat beragama lain.

Hal ini kemudian membuatnya heran. Sebab, memberi selamat hari raya ke umat beragama lain kerap dilakukannya dan menjadi hal yang biasa.

"Saya heran ketika ada pertanyaan ke saya tentang apakah saya mengucapkan selamat hari raya ke umat beragama lain," kata Yudi dalam keterangannya kepada wartawan, Jumat, 7 Mei.

Sebagai seorang muslim, sambungnya, dia bukan hanya sekadar memberikan ucapan. Yudi yang merupakan Ketua WP KPK kerap hadir dalam acara natal bersama pegawai di kantornya bahkan memberikan sambutan.

"Bahkan, istri saya yang berjilbab pun pernah saya ajak dan kami disambut dengan hangat oleh kawan-kawan yang merayakan," ungkapnya.

Tak hanya itu, saat pandemi COVID-19 terjadi, perayaan natal tetap dilakukan dengan cara daring. "Dan saya pun juga memberikan sambutan," tegasnya.

Dia menilai, pewawancara harusnya telah mendapatkan informasi bahwa kebiasaan mengucapkan selamat hari raya pada pegawai yang beragama lain adalah hal yang biasa dilakukan baik melalui pesan singkat maupun secara langsung.

Meski begitu, saat dirinya diwawancara dalam tes tersebut, dia menegaskan bahwa perbedaan agama di KPK adalah hal yang biasa. Sebab, yang terpenting adalah kerja sama dalam memberantas korupsi.