Masih Berjuang, Novel Baswedan dkk Daftarkan Gugatan ke MK dan Bawa 28 Bukti
Gedung Mahkamah Konstitusi/ Antara

Bagikan:

JAKARTA - Puluhan pegawai yang dinyatakan tak lolos Asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) dan dinonaktifkan, termasuk Novel Baswedan terus melakukan perlawanan. 

Terbaru, mereka mendaftarkan gugatan uji materil ke Mahkamah Konstitusi (MK) dan telah menyiapkan puluhan bukti.

"Kita daftar dulu, nanti bukti yang dibawa ada 28 bukti yang akan disampaikan pada Mahkamah Konstitusi," kata salah satu dari perwakilan 75 pegawai KPK yang dinonaktifkan, Hotman Tambunan kepada wartawan di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu, 2 Juni.

Dia mengatakan, langkah ini dilakukan untuk menguji sejumlah pasal dan tafsir dalam proses pelaksanaan TWK sebagai syarat alih status kepegawaian. Termasuk, perihal mengukur kesetiaan terhadap Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.

"Kami melihat BKN semacam memonopoli pengertian itu dengan menggunakan alat ukur TWK. Nah, apakah alat ukur itu valid dan sebagainya nanti coba kita lihat. Kita buka di sidang MK," ungkap Hotman.

Lebih lanjut, gugatan ini juga diajukan untuk mengetahui perihal kebangsaan yang kini justru dianggap menjegal puluhan pegawai KPK. 

"Apakah yang dimaksud kebangsaan itu pandai pidato tapi melanggar kode etik atau orang-orang yang berjuang untuk memberantas korupsi, orang-orang yang memenuhi aturan, dan orang-orang yang bayar pajak? Maka nanti kita lihat di sidang MK," tegasnya.

Diberitakan sebelumnya, sebanyak 75 pegawai KPK di antaranya penyidik senior Novel Baswedan hingga Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo dinyatakan tak lolos TWK. Dari jumlah tersebut, 51 pegawai bakal dipecat karena dianggap tak bisa dididik setelah mendapatkan ponten merah dari asesor.

Sementara, 24 di antaranya masih bisa dibina dengan pendidikan bela negara dan wawasan kebangsaan meski jika tak lolos, mereka juga bisa dipecat.

Proses pelaksanaan TWK juga mendapat sorotan karena banyak kejanggalan. Salah satunya, soal yang ditanyakan dalam sesi wawancara antara pegawai dan asesor dianggap menyentuh ranah privat.

Dalam melakukan perlawanan, puluhan pegawai ini sudah melaporkan adanya dugaan pelanggaran dalam proses TWK ke berbagai pihak. Termasuk, melaporkan dugaan pelanggaran hak asasi ke Komnas HAM dan proses pengusutan tengah berlangsung.