JAKARTA – Masyarakat Anti Korupsi Indonesia atau MAKI yakin KPK memiliki masa depan seusai terpilihnya Setyo Budiyanto sebagai nakhoda anyar lembaga antirasuah tersebut.
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI melalui Komisi III yang membidangi hukum akhirnya menetapkan pimpinan KPK periode 2024-2029. Tak hanya itu, DPR juga menetapkan dewan pengawas atau dewas lembaga tersebut.
Adalah Setyo Budiyanto yang terpilih sebagai Ketua KPK, diikuti wakil ketua, yakni Fitroh Rohcahyanto, Johanis Tanak, Agus Joko Pramono, dan Ibnu Basuki Widodo. Sedangkan dewas KPK yang terpilih adalah Chisca Mirawati, Wisnu Baroto, Sumpeno, Gusrizal, dan Benny Jozua Mamoto.
Mereka semua dipilih seusai melalui rangkaian uji kelayakan dan kepatutan yang berlangsung sejak Senin (18/11/2024). Ketua Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) Boyamin Saiman mengatakan terpilihnya Setya Budiyanto sebagai memberikan harapan bahwa KPK kembali bertaring.
Track Record Positif
Publik kini berharap banyak pada Setyo Budiyanto, untuk kembali membawa KPK menjadi lembaga yang disegani, setelah citra itu perlahan memudar dalam beberapa tahun ke belakang. Gambaran bahwa KPK adalah lembaga pemberantas korupsi kian redup terutama setelah ketua periode sebelumnya, Firli Bahuri, terjerat sejumlah kasus, termasuk dugaan gratifikasi dari tersangka korupsi mantan Mantan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo.
Setyo Budiyanto, pria kelahiran 57 tahun ini sebenarnya bukan orang baru di lingkungan lembaga antirasuah. Ia pernah menjabat sebagai Direktur Penyidikan KPK selama lebih dari setahun pada 2020. Sebelum itu, ia juga menjabat sebagai Koordinator Wilayah III KPK sekaligus Pelaksana Tugas Dirdik KPK.
Selain itu, Setyo juga pernah menjabat sebagai Kapolda, di antaranya Kapolda Sulawesi Utara dan Kapolda Nusa Tenggara Timur.
Nama Setyo Budiyono, kata Bonyamin, sejauh ini memiliki track record yang bagus dan jauh dari kontroversi, baik selama di Kapolda, di KPK, maupun jabatan-jabatan sebelumnya.
“Setyo tipikal orang yang tidak meledak-ledak dan tidak over semangat. Di sisi lain (sifat ini) ada baiknya,” kata Boyamin saat dihubungi VOI.
“Jadi beliau ini tidak ambisius, salah satu sisi baik menurut saya. Karena pimpinan KPK terutama Ketua KPK selama ini ada sisi-sisi ambisius dan itu membuat yang bersangkutan jatuh,” imbuhnya.
Di sisi lain, Alvin Nicola dari Transparency International Indonesia justru skeptis dengan proses seleksi pimpinan KPK yang dipilih DPR. Menurut Alvin sebagian dari calon pimpinan KPK justru tidak patuh dalam melaporkan harta kekayaan melalui Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara atau LHKPN.
BACA JUGA:
Padahal harta kekayaan sebagian dari mereka, menurut Alvin, meningkat drastis dalam beberapa tahun belakangan. Atas dasar itu, ia menyebut proses seleksi pimpinan KPK terkesan sekadar formalitas.
“Seleksi wawancara yang dilakukan oleh pansel maupun fit and proper test di Komisi III DPR tidak menggali lebih dalam kepada calon terkait mulai dari tidak patuh dalam melaporkan harta kekayaan, harta kekayaan yang mengalami fluktuasi tidak wajar, nir integritas dan potensi benturan konflik kepentingan, hingga langkah konkret dalam upaya membenahi kelembagaan KPK pasca Revisi UU KPK 2019,” ujarnya.
Janji Lanjutkan OTT
Terlepas dari pro dan kontra terpilihnya Setyo Budiyanto beserta pimpinan lainnya, masyarakat tentu berharap KPK kembali menunjukkan taringnya sebagai lembaga disegani.
“Masih ada harapan.” Demikian jawaban Boyamin ketika ditanya bagaimana mana depan KPK setelah Setyo Budiyono didapuk sebagai ketuanya. Ia berharap KPK bersama-sama pemerintah melakukan sinergi dalam membuat tata kelola pemerintahan yang baik sehingga tidak ada korupsi dari hulu ke hilir.
Janji Setyo untuk tetap memberlakukan operasi tangkap tangan (OTT) jika ia terpilih bagi MAKI adalah sebuah nilai plus. Pernyataan ini merujuk pada ungkapan calon pimpinan KPK petahana Johanis Tanak yang dalam fit and proper test di DPR menyatakan agar OTT pelaku tindak pidana korupsi dihapus karena tidak sejalan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Johanis Tanak menganggap konsep OTT tidak tepat, baik berdasarkan terminologi maupun aturan KUHAP.
Secara terminologi, definisi OTT tidak tepat. Ia merujuk Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yang menyebut operasi adalah serangkaian kegiatan yang telah dipersiapkan layaknya dilakukan seorang dokter. Sementara menurut KUHAP, tertangkap tangan berarti penangkapan yang dilakukan seketika dan tanpa perencanaan.
"Nah kalau ada suatu perencanaan operasi itu terencana, satu dikatakan suatu peristiwa itu ditangkap, ini suatu tumpang tindih. Itu tidak tepat. Ya menurut hemat saya OTT itu tidak tepat," katanya.
Hiruk pikuk jelas tidak akan berhenti setelah Ketua KPK dan jajaran pimpinannya terpilih. KPK punya segudang pekerjaan yang harus diselesaikan, utamanya memberantas kasus korupsi.
“Kita Bisa berharap banyak, mudah-mudahan. Kita kawal bersama KPK,” ucap Boyamin.
“Tapi MAKI tetap gugat pra peradilan kalau ada perkara mangkrak, perkara tebang pilih. Setidaknya mampu untuk sisi pencegahan korupsi,” pungkasnya.