JAKARTA – Paket incumbent Khofifah Indar Parawansa dan Emil Dardak diprediksi bakal sulit terbendung, meski ditantang dua srikandi yang tak kalah tangguh, Tri Rismaharini dan Luluk Nur Hamidah pada Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Timur.
Untuk pertama kalinya Pilkada Jatim akan menjadi gelanggang politik tiga srikandi untuk berebut basis massa pemilih. Pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia Andriadi Achmad yakin sebagai petahana pasangan Khofifah-Emil merupakan kandidat kuat memenangi Pilkada Jatim untuk kedua kalinya secara beruntun. Kepemimpinan Khofifah di lima tahun ke belakang menurut Andriadi mendapat kesan positif di kalangan para pemilih.
"Berpasangan kembali satu paket incumbent Cagub-Cawagub, Khofifah-Emil Dardak sudah menjadi poin plus tersendiri. Hal itu menunjukkan adanya keserasian kepemimpinan Jatim satu periode belakangan," tutur Andriadi.
"Karena agak langka dalam pilkada pasangan cagub-cawagub bersatu kembali berpasangan pada periode kedua. Kebanyakan pecah kongsi antara cagub incumbent dan wagub incumbent pada periode kedua, bahkan sering menjadi rival tanding pada kontestasi pilkada berikutnya," tambahnya.
Namun Dedi Kurnia Syah, analis politik dari Indonesia Political Opinion (IPO), mengutarakan pendapat berbeda. Ia memprediksi pertarungan Pilkada Jatim akan sengit. Pasalnya, sosok Risma menurut Dedi sangat potensial menjadi penghambat Khofifah selaku petahana.
Khofifah Nyaris Sempurna
Ini kali kedua Khofifah Indar Parawansa berpasangan dengan Emil Dardak maju di Pilkada Jatim. Tapi khusus bagi eks Menteri Sosial ini, pertarungan di Pilgub Jatim sudah cukup akrab dengannya. Karena sebelum akhirnya menang pada 2018, Khofifah sudah dua kali kalah melawan Soekarwo atau Pakde Karwo pada 2008 dan 2013. Khofifah akhirnya memenangi Pilkada Jatim 2018, 10 tahun setelah ia pertama kali bertarung di Jatim, saat berpasangan dengan suami selebrita Arumi Baschim.
Setelah satu periode memimpin, elektabilitas pasangan ini masih berada di urutan teratas. Menurut survei Litbang Kompas, Khofifah masih menjadi rujukan warga sebagai kandidat bakal cagub Pilkada Jatim 2024.
Elektabilitas wanita 59 tahun ini berada di posisi pertama dengan 26,8 persen, disusul Mensos Risma dengan 13,6 persen. sedangkan dua nama lainnya, yaitu Emil Dardak dan Siafullah Yusuf yang hanya dipilih kurang dari empat persen responden. Masing-masing 3,8 dan 1,8 persen.
Selain statusnya yang sebagai petahana dan elektabilitas, Khofifah juga diusung koalisi gemuk, mirip seperti Ridwan Kamil-Suswono di Jakarta. Bedanya, di Jatim hanya minus PKB, yang sendirian mengusung pasangan Luluk Nur Hamidah dan Lukmanul Khakim. Sementara rival lainnya, Tri Rismaharini dan Zahrul Azhar diusung PDIP.
Deretan fakta inilah yang membawa Direktur Eksekutif PolCom SRC (Political Communication Studies and Research Centre) Andriadi Achmad yakin bahwa Khofifah sulit terbendung di Pilgub Jatim.
“Diusung KIM Plus minus PKB sudah menunjukkan sebuah kekuatan yang mungkin sulit untuk ditumbangkan. Selain diusung koalisi gemuk, jam terbang legislatif dan eksekutif cukup sempurna dan menjadi keberuntungan Cagub Khofifah,” kata Andriadi saat dihubungi VOI.
“Dalam kalkulasi politik realistis, hemat saya sulit Risma maupun Luluk untuk mengalahkan Khofifah dalam Pilgub Jatim 2024 ini,” ia menambahkan.
Khofifah, kata Andriadi, relatif perfect sebagai politisi perempuan, karena memiliki rekam jejak yang positif sebelum akhirnya menjadi Gubernur Jatim. Ia diamanahkan sebagai Ketua Muslimat NU (sayap Ormas Islam terbesar di Indonesia), Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak era Gus Dur, Menteri Sosial era Jokowi, Anggota DPR RI dan saat ini Gubernur Incumbent Jatim.
Perpecahan Suara Nahdliyin
Pendapat berbeda diutarakan Direktur Eksekutif IPO Dedi Kurnia Syah. Kehadiran Risma bisa sangat berpotensi menghambat performa elektoral Khofifah, sehingga bukan hal yang mustahil jika sang Mensos mengalahkan petahana.
Alasannya, karena suara dari basis massa Nahdliyin akan terpecah, terutama kepada Khofifah dan Luluk. Sementara untuk Risma, gelombang suara Nahdliyin sulit diprediksi sebab ia dominan dikenal sebagai birokrat murni yang mengandalkan performa personal.
“Itu semestinya lebih menguntungkan karena suara akan membaur ke Risma tanpa afiliasi kelompok,” jelas Dedi.
Tiga perempuan yang bertarung memang punya hubungan dengan NU. Khofifah dikenal sebagai Ketua Umum Muslimat NU. Sementara Luluk, politikus yang cukup senior di PKB, parpol yang memiliki pendukung utama kaum Nahdliyin. Selain itu juga tokoh yang lahir di Jombang, salah satu basis kaum Nahdliyin dan tokoh-tokoh NU. Di sisi lain, Risma merupakan keturunan pendiri dan kyai sepuh NU, Mbah Jayadi. Garis nasab Mbah Jayadi didapati Risma dari jalur sang ayah. Mbah Jayadi juga dikenal sebagai salah satu prajurit tempur Pangeran Diponegoro.
Ketidakharmonisan PKB dan PBNU yang kembali mencuat belakangan ini disebut-sebut bisa memengaruhi perpecahan suara di Jatim. Kendati demikian, menurut Andriadi Achmah suara NU memang hampir selalu menjadi rebutan dalam setiap kontestasi politik, tidak hanya disebabkan konflik PBNU dan PKB. Artinya suara NU cenderung terpecah.
Misalnya, pada pilpres langsung perdan tahun 2004. Suara NU terpecah ke pasangan Megawati - Hasyim Muzadi (Tokoh NU), SBY - Jusuf Kalla (Tokoh NU), Wiranto - Solahudin Wahid (Tokoh NU) dan Hamzah Haz (Tokoh NU) - Agum Gumelar. Bahkan dalam pilpres terakhir, NU terpecah ke paslon Anies - Cak Imin (Tokoh NU), Prabowo - Gibran, dan Ganjar - Mahfud (Tokoh NU).
“Oleh karena itu, ke depan suara NU juga akan cenderung terpecah baik dalam kontestasi pilkada maupun pilpres,” tegasnya.
Analis sosio-politik dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Musfi Romdoni mengatakan, tarik-menarik akan terjadi di seluruh kandidat Cagub Jatim sebab kaum Nahdliyin tidak pernah satu suara. Namun jika melihat posisi saat ini, Khofifah di Jatim dinilai masih menjadi magnet kuat bagi pemilih Nahdliyin.
BACA JUGA:
Musfi menambahkan, ia jarang mendengar nama Risma dikaitkan dengan kaum Nahdliyin. Sementara Luluk, dukungan kaum Nahdliyin akan datang melalui simpul-simpul suara yang sudah beririsan kuat dengan PKB.
“Sejak masih mahasiswi Khofifah sudah aktif di Korps Pergerakan Mahasiswa Islam Putri (Kopri). Khofifah merupakan Ketua Umum PP Muslimat Nahdlatul Ulama, organisasi perempuan NU terbesar. Bahkan profil Khofifah ditulis di NU Online, media resmi NU,” kata Musfi.