JAKARTA – Pemindahan Aparatur Sipil Negara (ASN) ke Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara masih menjadi masalah. Pengamat kebijakan publik Trubus Rahadiansyah menilai pemerintah terlalu buru-buru memindahkan ASN meski fasilitas pendukung di IKN belum lengkap.
Pemerintah terus memfinalisasi skema pemindahan ASN ke IKN. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Abdullah Azwar Anas yakin pemindahaan ASN ke IKN sekaligus akan mewujudkan transformasi budaya kerja baru yang agile dan adaptif terhadap teknologi.
“Alhamdulillah, skema-skema terus didetilkan. Sejauh ini lancar, dengan beberapa skema yang disiapkan. Tadi di rapat Presiden memberi arahan detil, sehingga ke depan kinerja birokrasi di IKN bisa optimal, dengan budaya dan paradigma kerja baru yang transformatif, agile, dan adaptif, bukan hanya perpindahan fisik semata,” ujar Anas seusai rapat di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (1/7/2024).
Guna memuluskan rencana pemerintah, Presiden Joko Widodo mengusulkan pemberian insentif khusus kepada ASN yang lebih dulu pindah ke IKN. Tak hanya percepatan kenaikan pangkat, pemerintah juga menyediakan hunian, tunjangan kemahalan, biaya fasilitas lainnya yang meliputi uang harian selama proses pemindahan, biaya pengepakan dan biaya angkutan barang, biaya transportasi, dan biaya tunggu atau biaya penginapan transit di Balikpapan.
Terlalu Tergesa-gesa
Sejak Oktober 2023, pemerintah mengumumkan keputusan memindahkan ASN ke IKN. Tapi langkah tersebut menuai reaksi beragam di masyarakat, terutama di kalangan akademisi dan ahli kebijakan publik.
Rencana pemindahan ASN ke IKN menjadi rencana logis terkait pembentukan ibu kota baru yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang IKN. Tapi sederet masalah yang terjadi, mulai dari sarana dan prasarana yang belum lengkap sampai pengunduran diri Kepala Otorita IKN Bambang Susantono bersama wakilnya, Dhony Rahajoe, membuat masa depan IKN menjadi teka-teki.
Sebanyak 11.916 orang ASN dibutuhkan untuk berada di IKN pada prioritas pertama. Menteri PANRB Abdullah Azwar Anas mengatakan pemindahan akan dilakukan secara bertahap setelah upacara kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 2024.
Pemindahan ASN ini mengalami kemunduran dari rencana semula pada Juli 2024. Demikian pula dengan jumlah ASN yang akan dipindahkan. Awalnya pemerintah menargetkan memindahkan sekitar 11 ribuan orang, namun direvisi menjadi 6.000 orang pada tahap pertama.
Melihat sederet masalah yang dihapai IKN sejak awal pembangunannya membuat pengamat kebijakan publik menilai rencana pemindahan ASN terlalu buru-buru. Faktor pendukung seperti sekolah dan rumah sakit belum dibangun, padahal ini menjadi elemen penting bagi ASN.
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah mengatakan, pemerintah seharusnya tidak memaksakan pemindahan ASN sebelum fasilitas pendukung di IKN terbangun.
“Kalau hanya memindahkan orang muda, tapi kondisi infrastruktur belum siap untuk apa?” ujarnya.
Selain itu, ia juga menilai ASN perlu memboyong keluarga supaya bisa bekerja secara optimal. Karena alasan itulah, keberadaan sekolah dan guru yang memadai dibutuhkan bagi ASN yang membawa keluarga termasuk anak usia sekolah. Sarana pendukung lainnya juga dibutuhkan seperti tempat rekreasi dan pasar.
BACA JUGA:
“Perlu ada sentra-sentra kebutuhan sehari-hari. Kalau kondisi sentra berada di luar kawasan IKN, bagaimana transportasinya,” kata Trubus lagi.
Mengingat ketidaksiapan IKN menampung ribuan ASN, Trubus berpendapat sebenarnya mereka enggan pindah meski pemerintah mengiming-imingi berbagai insentif. ASN khawatir deretan insentif itu tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan.
“Pemindahan yang dipaksakan akan menimbulkan masalah baru,” imbuhnya.
Perlu Kajian Antropologi
Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio juga ikut menyoroti pemindahan ASN ke IKN yang dinilai tergesa-gesa serta tanpa kajian yang matang. Ia bahkan menganggap pemindahan sebagian pegawai ke IKN hanya untuk memenuhi ambisi pemerintah, padahal sarana dan prasarana pendukungnya belum memadai.
Ia membandingkan pemindahan ASN ke IKN dengan negara lain yang melakukan hal serupa, salah satunya ibu kota baru Mesir di timur Kairo. Agus menyebutkan butuh waktu puluhan tahun untuk memindahkan para pegawai ke ibu kota baru karena proyek pembangunan yang menelan biaya sangat besar sehingga dilakukan secara bertahap.
Agus juga mengatakan pemerintah seharusnya membuat kajian antropologi sebelum memindahkan ASN ke IKN. Hal ini dilakukan untuk melihat potensi gesekan dari kehadiran ASN dengan penduduk asli seperti suku Dayak dan Balik serta satwa asli yang masih berkeliaran.
“Apalagi status insentifnya tidak jelas. Apakah rumah yang disediakan di sana cukup untuk ASN yang dipindahkan. Ini semua hitung-hitungannya harus rinci, harus jelas. Kalau tidak jelas, masalah sosialnya sangat tinggi,” kata Agus Pambagio kepada VOI.
“Semuanya harus dihitung dengan sangat baik. Pemindahan ibu kota butuh perhitungan yang matang. Untuk menghindari pengeluaran yang lebih besar, segalanya harus dihitung dengan baik,” kata Agus menambahkan.
Jadi memang sebaiknya masalah IKN tidak melulu untuk menuruti ambisi politik. Mengutamakan persoalan manusiawi jauh lebih penting.