JAKARTA – Belum juga tayang di bioskop, film Kiblat yang baru merilis trailer pada Kamis (21/3/2024), sudah menuai kontroversi. Film bergenre horor religi ini banyak mendapat kritik dari publik, termasuk dari tokoh agama hingga Majelis Ulama Indonesia.
Film Kiblat mengisahkan perempuan bernama Ainun yang hidupnya tersesat. Dia mengikuti pemimpin padepokan benama Abah Mulya yang terkenal sakti dan bisa menyembuhkan penyakit serta menggandakan uang. Akibat tindakan itu, Ainun bersama teman-temannya justru diterpa pengalaman mistis. Mereka diteror makhluk gaib termasuk dengan cara berpindah arah kiblat saat shalat.
Film yang dibintangi Yasmin Napper, Ria Ricis, Arbani Yasiz, Hana Saraswati, dan Denny Adhiswara ini dijadwalkan rilis pada 2024, namun hingga kini belum ada tanggal pastinya. Tapi belum juga sempat tayang di bioskop, film Kiblat sudah mendapat kritikan dari publik.
Netray Media Monitoring memantau perbincangan warganet X, sebelumnya Twitter, tentang film ini dengan menggunakan kata kunci film&&kiblat dalam periode pemantauan 21 Maret – 3 April 2024.
“Hasilnya, ditemukan sebanyak 1,6 ribu unggahan berkaitan dengan kata kunci. Unggahan-unggahan ini dinaikkan oleh lebih dari sembilan ratus akun dengan potential reach mencapai 74,1 juta akun,” demikian laporan Netray.
Sejak awal perilisan trailer, perbincangan ini sudah mulai terlihat meski masih sepi di lima hari penayangan. Baru pada hari keenam, 26 Maret 2024, perbincangan warganet tentang kata kunci ini menanjak dan mencapai puncak di hari berikutnya dengan total 592 unggahan dalam sehari.
Perbincangan warganet didominasi dengan respons negatif sebanyak 385 unggahan, dan hanya 94 unggahan memberi respons positif.
Kritik Warganet dan Tokoh Publik
Di awal penayangan, warganet mulai memberikan kritik mengenai cuplikan film Kiblat. Salah satu kritik pada hari H perilisan trailer menjadi unggahan terpopuler. Akun @gf0rcex berpendapat, film Kiblat hanya akan membuat parno orang yang akan melakukan ibadah sholat. Selain itu, ia juga beranggapan ‘kiblat’ adalah hal sakral bagi umat Muslim.
Tidak hanya warganet, film yang belum resmi tayang ini juga mendapat perhatian dari tokoh agama. Komentar Ustadz Adi Hidayat terkait film ini banyak diunggah ulang oleh warganet. Menurut sang ustadz, tidak sah apabila membuat judul film yang bertentangan dengan nilai moral yang telah mengakar di masyarakat. Warganet berharap pernyataan Wakil Ketua I Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah ini menjadi masukan untuk para sineas yang akan membuat film.
Sorotan juga datang dari Majelin Ulama Indonesia (MUI) terhadap film garapan Bobby Prasetyo ini. Ketua MUI Cholil Nafis menganggap judul Kiblat yang digunakan film terlalu mendiskreditkan agama.
"Acapkali menggunakan promosi sensitif dan kontroversi agar menarik perhatian dan banyak penonton. Tapi, kalau menyinggung agama biasanya malah tak boleh ditonton," ujar Cholil.
Cholil menyebut, agama tidak boleh digunakan untuk meraup keuntungan. Karena itu, tindakan yang dilakukan oleh pembuat film sejenis Kiblat tak dapat dibiarkan.
"Seringkali reaksi keagamaan dimainkan oleh pebisnis untuk meraup untung materi. Yang gini tak boleh dibiarkan harus dilawan," tegas Cholil.
Menanggapi beragam komentar terkait judul dan poster film, tim rumah produksi film Kiblat untuk angkat bicara. Unggahan @yan_widjaya menyebut produser Leo Pictures, Agung Saputra, telah bertemu dengan pengurus MUI untuk minta maaf atas kegaduhan tersebut. Agung dan timnya bahkan berencana mengganti judul serta poster sesuai imbauan MUI.
Sudah Ada Sejak Orde Baru
Film dengan tema horor religi sudah ada sejak era Orde Baru. Kala itu, pemerintah melalui Badan Sensor Film (BSF) mengeluarkan Kode Etik Produksi Film yang mengontrol layar kaca secara ketat. Dalam sebuah jurnal yang diunggah Raka Putra Pratama dalam Medium Blog, film horor di masa itu wajib menampilkan unsur agama demi supaya lulus sensor. Oleh karena itu, film horor era Orde Baru banyak memunculkan sosok kyai yang bahkan sering dinilai tidak menyatu dengan alur cerita.
Sementara itu, aturan perfilman seperti di Orde Baru tidak lagi menjadi patokan para sineas Tanah air. Unsur agama dalam film horor Indonesia mulai absen di awal reformasi, hingga kemudian menjadi tren di era modern ini.
Menurut sutradara terkenal Joko Anwar, agama merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat Indonesia sehingga memasukkan unsur agama dalam film horor juga diperlukan agar terlihat relevan. Menurutnya, unsur agama yang dimuat dalam sebuah film harus ditujukan sebagai penguatan pesan atau dakwah dan bukan untuk menakut-nakuti penonton.
"Tapi jangan mengeksploitasi agama. Kita harus respect karena agama yang dijunjung tinggi dan dihargai masyarakat Indonesia sebagai bangsa yang beragama, jadi harus respect," kata Joko Anwar.
"Jadi harus jelas cerita film gak hanya untuk kaget-kagetan, serem-sereman, itu salah sih," ujar sutradara Siksa Kubur itu.
Tren horor religi juga menjadi sorotan sutradara sekaligus penulis skenario Gina S. Noer. Ia menuturkan, unsur keagamaan sering digunakan hanya untuk pemicu jumpscare. Para penikmat film bahkan selalu menjadikan unsur ini sebagai tolok ukur keberhasilan sebuah film.