Bagikan:

JAKARTA – Masa kampanye Pemilu 2024 telah dimulai Selasa, 28 November 2023 dan akan berakhir pada 10 Februari 2024 atau empat hari sebelum hari pencoblosan. Pesta demokrasi lima tahunan ini diyakini akan memiliki dampak besar, tidak hanya secara politik tapi juga ekonomi terhadap bangsa Indonesia.

Tahun depan Indonesia akan menyelenggarakan Pemilu secara serentak. Pertama adalah pemilihan presiden dan wakil presiden serta anggota legislatif yang sama-sama digelar pada 14 Februari 2024. Sementara pada 27 November 2024 akan digelar pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak.

Selain berdampak pada sosial politik, pesta demokrasi lima tahunan ini juga diyakini memengaruhi perekonomian.

Kader dan simpatisan PDI Perjuangan melaksanakan flashmob dalam puncak peringatan Bulan Bung Karno (BBK) 2023 di Stadion Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta, Sabtu (24/6/2023). (Antara/HO-PDIP)

Dari segi politik, Pemilu adalah sarana bagi warga negara yang berpartisipasi dalam proses demokrasi. Selain itu, masyarakat juga berperan menentukan figur dan arah kepemimpinan negara maupu daerah dalam periode tertentu.

Sementara di sektor ekonomi, Pemilu akan memengaruhi dinamika perekonomian nasional. Menurut pakar, aktivitas perpolitikan berpotensi meningkatkan konsumsi masyarakat, mulai dari persiapan sampai pelaksanaan Pemilu.

Mendorong Berbagai Sektor Industri

Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengatakan masa kampanye Pemilu 2024 akan memberikan dampak positif dari ekonomi terhadap sejumlah sektor.

“Untuk beberapa sektor, kalau kita lihat kampanye selama 2,5 bulan mulai 28 November ini pasti akan berdampak positif pada beberapa sektpr, mulai sektor konveksi, percetakan, periklanan, media, kemudian transportasi, logistic, makanan, minuman, dan juga beberapa sektor jasa hiburan,” ujar Susiwijono, mengutip Antara.

“Nanti kalau kampanye pasti dengan berbagai panggung rakyat dan sebagainya pasti akan terdorong semuanya,” imbuhnya.

Euforia kampanye Pemilu memang sudah terasa di berbagai daerah. Agenda kunjungan para calon presiden dan wakil presiden ke berbagai daerah makin rutin. Tak hanya di tingkat Pilpres, para calon anggota legisatif juga terus bekerja menjaring suara di daerah pemilihannya.

Berbagai baliho peserta Pemilu jamak kita lihat di jalan-jalan. Atribut pendukung pasangan Capres dan Cawapres serta partai politik pendukung pun makin semarak menghiasi hampir setiap sudut.

Pejalan kaki melintas di depan Alat Peraga Kampanye (APK) Pemilu 2019 di kawasan Kebayoran, Jakarta, Senin (25/3/2019). (Antara/Rivan Awal Lingga/foc)

Melihat maraknya peredaran spanduk, poster, baliho, dan berbagai atribut kampanye lainnya, bisa dikatakan bahwa Pemilu juga menstimulus usaha sejumlah sektor industri.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan industri tekstil dan percetakan termasuk di antara sektor yang paling terdampak dengan dimulainya kampanye Pemilu.

“Tahapan kampanye Pemilu mulai terlihat dari penjualan baju dan atribut kampanye akan naik dibanding bulan sebelumnya. Pertama, bisnis sablon kaos partai maupun Caleg akan naik drastis. Misalnya mau ada kampanye atau konvoi pendukung maka atribut kaos masih diminati,” kata Bhima kepada VOI.

Selain industri tekstil, sektor lain yang mendapat berkah selama Pemilu adalah industri percetakan, karena sistem pencoblosan yang masih manual menggunakan kertas suara. Pada Pemilu 2019, pertumbuhan industri kertas dan percetakan naik pesat pada masa menjelang Pemilu.

Tak hanya mencetak surat suara, permintaan baliho dan sejenisnya juga meningkat saat Pemilu sebagai sarana memperkenalkan calon yang merupakan kontestan politik.

Industri makanan dan minuman sampai penyedia akomodasi dan penginapan juga ikut kebanjiran rezeki sebagai dampak Pemilu. Ini terjadi karena banyaknya agenda rapat, pertemuan, hingga kampanye yang butuh konsumsi hingga tempat berkumpul menjelang Pemilu.

Terakhir, sektor lain yang ikut merasakan dampak positif Pemilu adalah sektor komunikasi dan informasi mengingat belanja iklan politik yang lumayan besar. Meta Platform melaporkan pada periode April 2023 sampai 29 Juni 2023 nilai transaksi iklan politik dan Pemilu di sejumlah kanal media sosial mencapai Rp10,9 miliar.

“Sektor yang tumbuh selama Pemilu antara sewa tempat, perhotelan, restoran, event organizer, percetakan, periklanan, media cetak dan elektronik, sewa panggung, jasa seni budaya, hingga jasa sewa transportasi,” jelas Bhima.

Dampak Positif Politik Uang

Politik uang atau money politic seringkali dipandang negatif di masa Pemilu. Politik uang adalah sebuah upaya memengaruhi pilihan pemilih (voters) atau penyelenggara Pemilu dengan imbalan materi atau yang lain. Sederhananya, politik uang adalah salah satu bentuk suap.

Praktik politik uang kemudian disimpulkan sebagai mother of corruption atau induk korupsi. Tapi jika dilihat dari sudut pandang lain, utamanya di masa Pemilu, politik uang juga ternyata bisa mendorong ekonomi masyarakat. Khususnya masyarakat kelas menengah ke bawah.  

Biasanya pada masa-masa Pemilu terjadi peredaran uang yang masif untuk berbagai keperluan belanja politik demi mendulang popularitas partai ataupun sosok yang berkontestasi. Dengan demikian, aktivitas di seputar Pemilu mendorong peningkatan belanja dan konsumsi masyarakat.

Hal ini sesuai dengan kajian Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Berdasarkan analisis pada Pemilu 2014, ditemukan bahwa jumlah uang beredar yang memberikan dampak positif dan paling signifikan bagi perekonomian saat itu adalah pada masa-masa sekitar Pemilu, baik pada kuartal sebelum pemilihan maupun pada kuartal saat Pemilu berlangsung.

Pasangan bakal calon presiden dan wakil presiden Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar dalam arak-arakan ke KPU, Jakarta, Kamis (19/10/2023). (Antara/Nadia Putri Rahmani)

“Sebagian politik uang akan mendorong permintaan sembako maupun rokok. Biasanya penjualan rokok naik saat Pemilu. Ada juga yang membelanjakan uang untuk kebutuhan anak sekolah dan mencicil utang. Tapi ya segmennya menengah bawah,” Bhima menjelaskan.

Di saat bersamaan, Bhima menjelaskan kalangan menengah ke atas selama Pemilu justru cenderung berhemat dan menggemukkan simpanan di bank, terutama terutama rekening di atas Rp2 Miliar.

“Mereka khawatir kegaduhan dan drama politik berdampak ke stabilitas keamanan, ada juga yang wait and see kebijakan lima tahun kedepan,” ia menambahkan.