JAKARTA – Pemerintah daerah di Indonesia telah mengumumkan kenaikan Upah Minimun Provinsi (UMP) 2024 pada Selasa (21/11/2023). Namun, angka kenaikan UMP dinilai masih jauh dari ideal sehingga menimbulkan reaksi negatif di sejumlah daerah.
Berdasarkan pengumuman UMP 2024 pekan lalu, Maluku Utara mengalami kenaikan tertinggi di antara provinsi lainnya, yaitu 7,5 persen dari Rp2.976.720 menjadi Rp3.200.000. Sementara provinsi dengan persentase kenaikan paling sedikit adalah Gorontalo, yang hanya naik 1,19 persen Rp2.989.350 menjadi Rp3.025.100.
Sementara itu, DKI Jakarta yang sering menjadi acuan untuk daerah lainnya tetap menjadi provinsi dengan UMP tertinggi, yaitu Rp5.067.381. Tapi jika ditelisik, persentase kenaikan UMP Jakarta cuma 3,3 persen.
Menurut Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira, kenaikan UMP 2024 masih terlalu rendah. Ia mengatakan kenaikan UMP idealnya di atas 10 persen.
Dengan kenaikan UMP di tiap daerah rata-rata kurang dari 5 persen, ia memprediksi akan sulit menghadapi inflasi tahun depan.
“Ini masih terlalu kecil dan sangat mengecewakan. UMP 2024 dengan kenaikan yang terlalu rendah bisa mengancam pertumbuhan ekonomi tahun depan,” tutur Bhima kepada VOI.
Masalah Keuangan Keluarga
Meski kenaikan UMP 2024 dinilai jauh dari ideal, bukan berarti sama sekali tidak mencukupi. Karena pada dasarnya, berapa pun uang yang dihasilkan, kunci untuk hidup sejahtera adalah menerapkan gaya hidup hemat.
Kita tentu masih ingat dengan curhat seorang ibu muda dengan tiga anak yang mampu memiliki rumah dan kendaraan meski penghasilan suaminya hanya sekitar Rp3.500.000.
“Pasutri frugal living dari gaji 3,5 juta bisa punya rumah, mobil,” demikian dikutip dari akun TikTok @selyya14.
Memang, harga kebutuhan di setiap daerah tidak sama sehingga anggaran pengeluaran pun tidak bisa disamakan. Tapi, bukan berarti hidup hemat tidak bisa diterapkan.
Membuat anggaran dinilai bisa menjadi salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan. Dengan membuat anggaran pula, dapat membantu orang membuat keputusan lebih percaya diri bahkan menimbulkan ketenangan pikiran.
Mengeluhkan penghasilan yang segitu-segitu saja bukanlah sebuah solusi. Menurut perencana keuangan Annisa Steviani, masalah keuangan yang dihadapi keluarga Indonesia umumnya terjadi karena minim literasi finansial.
Selain itu, permasalahan keuangan yang sering dialami keluarga Indonesia adalah karena tidak dapat memperkirakan pengeluaran sehingga tak memiliki dana darurat atau asuransi.
“Banyal orang bilang ‘aduh uangku pas-pasan’. Pas-nya itu se-pas apa? Tahu darimana? Seberapa detail kamu tahu kurangnya berapa, lebihnya berapa? Nah kalau sudah yakin, baru bisa dicari solusinya,” tutur Annisa, mengutip Antara.
Seperti masalah-masalah lainnya, masalah finansial juga pasti memiliki solusi. Menurut Annisa, salah satu solusi paling jitu untuk memecahkan masalah keuangan adalah melakukan pengelolaan keuangan atau budgeting.
Selain itu, mengatur keuangan juga butuh komunikasi dengan pasangan, supaya sebuah keluarga bisa kompak mengatur alur pengeluaran.
“Kalau kita lihat dari situ, solusinya ada beberapa. Pertama, budgeting-nya harus lancar. Minimal bisa menabung 10 persen dari penghasilan. Kalau ada hutang nggak lebih dari 30 persen. Kedua, siapkan dana darurat dan asuransi,” Annisa memaparkan.
Anggaran 50-30-20
Sesaat setelah berbagai daerah mengumumkan UMP untuk tahun depan, gelombang kritik mengalih deras. Angka kenaikan UMP yang rata-rata hanya mencapai 5 persen dinilai tidak cukup untuk membiaya hidup.
Bahkan, kenaikan 5 persen itu sudah keburu tergerus oleh inflasi sebesar 3 persen. Inflasi terbesar adalah dari sisi harga pangan, terutama beras yang harganya terus merangkak naik dalam beberapa bulan terakhir. Penilaian tersebut memunculkan narasi bahwa kenaikan UMP 2024 hanya cukup untuk membeli beras.
Misuh-misuh terhadap kenaikan UMP 2024 yang tidak sesuai dengan harapan ujung-ujungnya tidak akan menyelesaikan masalah keuangan. Saat ini, yang dibutuhkan adalah bagaimana mengatur keuangan secara bijak, salah satunya dengan membuat anggaran atau budgeting seperti yang sudah disinggung oleh Annisa Steviani supata keuangan kita tidak boncos.
Untuk membuat anggaran yang terperinci memang cukup menantang, tapi bukan berarti tidak bisa. Mengutip unfcu.org, salah satu cara merencanakan pengeluaran adalah dengan menggunakan metode 50-30-20.
“Aturan pengeluaran 50-30-20 membagi pengeluaran menjadi tiga kategori saja. Ini juga menawarkan rekomendasi tentang seberapa uang yang digunakan untuk masing-masing kategori,” demikian tulis UNFCU.
Secara rinci, UNFCU menuliskan 50 persen penghasilan dianggarkan untuk kebutuhan, 30 persen untuk keinginan dan terakhir 20 persen untuk tabungan. Anggaran 50 persen ini termasuk di dalamnya adalah berbagai kebutuhan utama seperti cicilan rumah atau kendaraan, belanja bulanan, dan asuransi kesehatan.
“Pembayaran minimal kartu kredit atau pinjaman juga masuk ke dalam kategori ini,” kata UNFCU.
Kategori selanjutnya adalah 30 persen untuk keinginan. Keinginan adalah membelanjakan uang karena pilihan atau karena sesuatu yang disukai. Anggaran untuk hobi seperti misalnya membeli buku, rekreasi, makan di restoran favorit juga bisa dimasukkan ke dalam kategori keinginan.
“Berlangganan layanan streaming untuk menonton acara favorit termasuk dalam kategori keinginan,” demikian menurut UNFCU.
Terakhir adalah anggaran untuk tabungan sebesar 20 persen. Dari total penghasilan, 20 persennya dialokasikan untuk simpanan masa depan. Yang termasuk dalam kategori ini adalah dana darurat atau tabungan untuk down payment rumah.
BACA JUGA:
Menabung minimal 10 persen dari penghasilan termasuk yang paling banyak digaungkan oleh para perencana keuangan. Ini lantaran keuangan keluarga di Indonesia seringkali boncos lantaran tak memiliki simpanan untuk masa depan. Belum lagi fenomena pinjaman online yang seringkali dijadikan 'jalan keluar' tapi justru malah merusak keharmonisan keluarga.
Mengatur keuangan apalagi di tengah naiknya harga berbagai kebutuhan pokok tentu bukan hal mudah. Tapi, tidak bisa juga dikatakan hal mustahil. Mampu memilah secara cermat antara kebutuhan dan keinginan bisa menjadi modal penting dalam mengatur keuangan sehingga mencapai keluarga sejahtera.