JAKARTA – Belum lama ini viral sebuah video yang menampilkan kamar kos yang dihuni seorang wanita berantakan dan dipenuhi sampah.
Video tersebut diunggah oleh akun tiktok @kampuskos dan memperlihatkan kamar kos yang ditinggal dalam kondisi sangat berantakan, sangat kotor, serta penuh sampah hingga tidak ada bagian sudut yang kosong.
Unggahan itu pun viral di media sosial dan menjadi perbincangan masyarakat. Banyak warganet mengatakan si penghuni kamar kos mengalami hoarding disorder.
Penimbunan Berbeda dengan Mengoleksi
Seiring viralnya video tersebut, hoarding disorder juga ikut menyita perhatian, karena istilah ini terbilang masih awam di masyarakat.
Dikutip dari National Health Centre (NHC), hoarding disorder adalah kondisi di mana seseorang memperoleh barang dalam jumlah berlebihan dan menyimpannya secara kacau dalam jumlah yang tidak dapat dikelola. Barang-barang disimpan biasanya bernilai kecil atau bahkan tidak bernilai sama sekali.
Orang dengan hoarding disorder mengalami kesulitan yang terus-menerus untuk berpisah dengan barang-barang karena ada perasaan perlu menyimpan barang tersebut, menurut American Psychiatric Association.
Satu hal yang perlu diketahui, hoarding atau menimbun berbeda dengan mengoleksi. Kolektor benda biasanya memperoleh barang dengan cara yang terorganisir dan memiliki tujuan. Sementara penimbunan barang dilakukan orang secara impulsif dan tidak terencana. Selain itu, benda-benda yang dikumpulkan juga tidak memiliki tema yang konsisten dan menimbulkan kekacauan.
“Hoarding disorder sebenarnya adalah masalah anxiety atau masalah kecemasan yang ditutup dengan mengumpulkan barang supaya dia tidak cemas,” kata psikolog anak dan remaja Sani Budiantini kepada VOI.
Sampai saat ini, alasan pasti mengapa seseorang mulai menimbun barang tak berguna belum benar-benar dipahami. Karena hoarding disorder adalah bidang yang baru berkembang, sehingga terlalu dini untuk membuat kesimpulan.
Tapi psikolog dari Mayo Clinic, Craig Sawchuk Pd.D, menuturkan ada dua hal yang bisa menjadi penyebab seseorang mengalami hoarding disorder. Pertama karena mengalami depresi yang berat.
“Faktanya seorang hoarding disorder mengalami gangguan depresi komorbilitas dibandingkan dengan gangguan kecemasan lainnya,” jelas Sawchuk.
BACA JUGA:
Sementara penyebab kedua karena pengaruh lingkungan. Seseorang yang memiliki tinggal dengan lingkungan yang mengalami hoarding disorder juga berpotensi mengalami gangguan penimbunan.
“Bisa juga dari pengasuhan, itu terjadi dalam keluarganya yang mengajarkan segala sesuatu memiliki nilai dan dapat digunakan suatu saat nanti,” tambah Sawchuk.
Sementara itu, sebagian besar penelitian melaporkan gangguan hoarding disorder mucul antara usia 15 dan 19 tahun.
Pengaruhi Diri Sendiri dan Lingkungan
Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, terdapat lebih dari 19 juta penduduk Indonesia usia lebih dari 15 tahun memiliki gangguan mental emosional.
Mengutip laman Sehat Negeriku Kemenkes, Indonesia memiliki prevalensi orang dengan gangguan jiwa kurang lebih 1 dari 5 orang. Jika dikaitkan dengan jumlah penduduk yang mencapai 250 juta jiwa, jumlah mereka yang rentan mengalami masalah gangguan jiwa mencapai 20 persen dari populasi penduduk di negeri ini. Dan, salah satunya gangguan jiwa tersebut adalah hoarding disorder.
Hoarding disorder menyebabkan sejumlah dampak kepada penderitanya serta lingkungan sekitar akibat suka menimbun barang tidak berguna.
Dampak terkecil penderita hoarding disorder adalah kesulitan bergerak bahkan di ruangan sendiri karena banyaknya barang tak berguna. Selain itu, hal ini juga bisa mengganggu performa kerja, kebersihan pribadi, bahkan hubungan dengan orang lain.
Penderita hoarding disorder juga biasanya menolak untuk dikunjungi orang lain sehingga menyebabkan isolasi dan kesepian.
Melansir NHC, hoarding disorder sulit disembuhkan karena orang dengan gejala ini tidak memandangnya sebagai sebuah masalah, atau memiliki kesadaran yang sedikit soal bagaimana menimbung barang dapat memengaruhi kehidupan mereka dan orang di sekitarnya.
Selain itu, penderita hoarding disorder juga enggan mencari bantuan karena mereka merasa malu dengan apa yang dialami. Tapi menurut Sani Budiantini, menyembuhkan penderita hoarding disorder bukan hal yang mustahil.
“Bisa disembuhkan dengan support system seperti keluarga, medikasi oleh psikiater dan terapi oleh psikolog. Hoarding disorder juga bisa disembuhkan dengan terapi yang efektif, intensif dan rutin,” kata Sani menyudahi.