Mendalami <i>Fetish</i> Disorder dan Bagaimana Seseorang Bisa Mengalaminya
Ilustrasi (Unsplash/Artem Lbunsky)

Bagikan:

JAKARTA - Nama Gilang jadi trending di Twitter lantaran akun @m_fikris menyebut dirinya melakukan pelecehan seksual, dan memiliki fetish tak biasa: membungkus korbannya dengan kain jarik. Memiliki fetish bisa dibilang adalah hal lazim. Namun pada tingkatan tertentu, hal itu bisa berubah menjadi sebuah kelainan yang disebut fetish disorder.

Merangkum Psychology Today istilah fetish berasal dari bahasa Portugis yakni feitico, yang artinya pesona obsesif. Mereka yang punya fetish menganggap bagian tubuh nongenital atau bahkan benda mati tertentu sangat menarik untuk membangkitkan gairah seksual. 

Memilki fetish sebenarnya wajar dalam seksualitas manusia. Kendati demikian, obsesi berlebih terhadap fetish dapat menimbulkan kelainan ketika mengganggu fungsi seksual atau sosial yang normal atau ketika gairah seksual tidak muncul tanpa objek tersebut. 

Hal itu disebut juga dengan fetish disorder atau kelainan fetish. Dalam kategori umum fetish disorder termasuk kepada gangguan paraphilia, yakni suatu permasalahan yang menyangkut kontrol terhadap fantasi seksual dan perilaku yang melibatkan objek, ativitas dan situasi tertentu yang tidak lazim. 

Menurut Asosiasi Psikater Amerika, DSM-5, fetish disorder ditandai sebagai suatu kondisi terjadinya ketergantungan yang terus menerus atau berulang pada objek yang tidak hidup (seperti pakaian dalam atau sepatu hak tinggi), atau fokus terhadap bagian tubuh spesifik nongenital seperti kaki untuk mendapatkan gairah seksualnya. Sehingga hanya kepada objek tersebut seorang pengidap fetish disorder mendapat kepuasan seksualnya. 

Karena fetish terjadi pada banyak orang, diagnosis pengidap kelainan fetish hanya diberikan jika ada tekanan pribadi yang dirasakan atau benar-benar mengganggu kehidupan sosial, pekerjaan atau aspek penting lainnya sebagai akibat dari fetish. Mereka yang tidak melaporkan adanya gangguan klinis, tak akan dianggap mengidap kelainan tersebut. 

Benda yang paling umum dijadikan fetish di antaranya pakaian dalam, sendal, sarung tangan, barang dari karet dan pakaian berbahan kulit. Sementara pada bagian tubuh nongenital paling banyak dijadikan fantasi yakni kaki, jari kaki dan rambut.

Kebanyakan untuk mencapai gairah seksualnya, orang-orang yang memiliki fetish tertentu biasanya memegang, menggosok, mengecap atau mencium benda atau bagian tubuh yang menjadi pemicu gairahnya itu. Tapi bagi beberapa orang ada juga yang sudah merasa terangsang hanya dengan melihat gambar objeknya saja.

Sementara itu, masih menurut DSM-5 laki-laki lebih banyak mengidap fetish disorder daripada perempuan. Faktanya, gejala itu muncul hampir secara eksklusif pada pria. 

Gejala dan penyebab fetis

Menurut DSM-5 ciri-ciri seseorang yang mengalami fetish disorder ada tiga. Pertama, dalam jangka waktu paling tidak enam bulan, pengidap kelainan ini memiliki fantasi, dorongan atau perilaku yang secara berulang-ulang dan intens membangkitkan gairah dengan melibatkan benda yang tidak hidup atau berfokus pada bagian-bagian tubuh nongenital. 

Lalu yang kedua, seseorang pengidap kelainan ini juga akan mengalami masalah pada kehidupan sosial, pekerjaan maupun pribadi mereka akibat fantasi dan dorongan seksual terhadap fetish yang mereka miliki. Kemudian ciri-ciri yang terakhir adalah dia memiliki objek fetish dengan benda atau pakaian yang tak biasa digunakan untuk menstimulus area genital. Lalu apa sebenarnya yang membuat seseorang bisa memiliki fetis? 

Ada yang percaya fetish dalam diri seseorang sudah bisa terlihat sejak masa pubertas. Adapun yang berpendapat fetish juga masih bisa berkembang sebelum masa remaja. 

Lebih jauh, beberapa ahli percaya bahwa fetish sudah berkembang sejak seseorang menginjak usia dini. Di mana suatu objek dikaitkan dengan bentuk gairah atau kepuasan seksual yang sangat kuat. 

Menurut model analisis perilaku mengungkapkan bahwa seorang anak yang menjadi korban atau terpapar pada perilaku seksual yang tak pantas dapat meniru perilaku tersebut. Pada gilirannya ia akan terpancing memiliki fetish pada objek tertentu dari pengalamannya itu. 

Sementara itu apabila melihat dari model kompensasi, menunjukkan bahwa orang-orang "pemuja" fetish mungkin telah kehilangan kontak seksual yang normal. Oleh karenanya ia mencari kepuasan melalui cara-cara yang kurang dapat diterima secara sosial. 

Sedangkan dalam kasus laki-laki, beberapa ahli berpendapat bahwa kelainan fetish mungkin muncul dari adanya keraguan tentang kejantanan, potensi, atau ketakutan akan penolakan dan penghinaan dari orang lain. Dalam kata lain ia merasa takut direndahkan oleh orang lain. Sehingga dengan melakukan kontrol atas objek mati, seseorang dapat melindungi dirinya atau mengimbangi perasaan ketidakmampuannya itu.