JAKARTA – Pencopotan baliho Ganjar Pranowo dan Mahfud MD di Bali menimbulkan polemik. Buntutnya terjadi perang komentar antara PDIP dan kubu Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi).
Sebelumnya, beredar di media sosial video petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) melakukan pencopotan baliho pasangan yang diusung PDIP tersebut di Gianyar, Bali.
Pencopotan tersebut dilakukan di sepanjang jalan lokasi kunjungan kerja Presiden Jokowi di Balai Desa Batu Bulan, Kabupaten Gianyar Bali, Selasa (31/10/2023).
Presiden ketujuh RI tersebut mengunjungi Gianyar untuk kunjungan kerja di SMK Negeri 3 Sukawati, Pasar Bulan, dan Balai Budaya Batubulan.
Dari video yang beredar, terlihat petugas Satpol PP mencopot baliho pasangan Ganjar Pranowo dan Mahfud MD. Tak hanya itu, mereka juga menurunkan bendera dengan logo PDIP.
Menurut Kepala Satpol PP Bali Nyoman Rai Dharmadi di Gianyar, pencabutan atribut tersebut merupakan perintah Pj Gubernur Bali Sang Made Mahendra Jaya.
“Yang pasti, kami diminta untuk mencabuti atribut politik di lokasi acara. Tidak memandang itu bendera PDIP, Ganjar Pranowo-Mahfud MD, tidak ada urusannya tidak ada kaitannya,” kata Rai.
Menghindari Tuduhan Tidak Netral
Selepas insiden tersebut, Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan pencopotan bendera partai dan baliho Ganjar Pranowo-Mahfud MD sebelum kunjungan kerja Jokowi telah mencederai rasa keadilan.
Hasto juga menyinggung politik diskriminasi dalam kasus tersebut. Ia mengatakan, Jokowi sebelumnya telah meminta agar para Pj Kepala Daerah bersikap netral di Pilpres 2024.
"Bahwa demokrasi yang disampaikan untuk menyampaikan ekspresi melalui pemasangan bendera-bendera parpol, yang oleh KPU sudah ditetapkan, itu turun dan mencederai rasa keadilan," kata Hasto setelah rapat tim pemenangan di Gedung High End, Jakarta Pusat, Rabu (1/11/2023).
Sementara itu, pengamat politik Universitas Al-Azhar Indonesia Ujang Komarudin mengatakan langkah Pj Gubernur Bali mencopot baliho Ganjar Pranowo-Mahfud MD saat kunjungan kerja Presiden Jokowi dinilai positif agar Pilpres berjalan netral.
Ujang menilai langkah tersebut tepat demi menghindari berbagai tuduhan yang dapat dialamatkan kepada Jokowi, mengingat mantan Gubernur DKI Jakarta itu sudah menyampaikan kepada seluruh aparatur negara untuk bersikap netral.
“Untuk menghindari tuduhan-tuduhan yang spekulatif terhadap presiden yang dianggap nanti mendukung pihak tertentu, berat sebelah, dan lain sebagainya,” ucap Ujang, dikutip Antara.
Beredarnya spanduk, baliho, pamflet, bendera, sampai poster dalam setiap kampanye pilpres adalah hal lumrah. Mengutip laman Komisi Pemilihan Umum (KPU), seluruh benda tersebut digolongkan dalam alat peraga kampanye.
Alat peraga kampanye adalah salah satu cara yang dilakukan para calon anggota legislatif, partai politik, calon gubernur dan wakil gubernur, serta calon presiden dan wakil presiden supaya lebih populer dan dikenal masyarakat.
KPU Harus Aktif Lakukan Kontrol
Meski demikian, secara khusus terkait penggunaan bahan kampanye atau alat peraga kampanye, ada regulasi yang mengatur tentang penempatan atau penempelan APK ini. Sebagaimana tertuang dalam Pasal 70 dan 71 Undang-undang (UU) 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Pada Pasal 71 disebutkan tempat umum yang dilarang ditempelkan bahan kampanye yaitu tempat ibadah, rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan, tempat pendidikan, gedung atau fasilitas milik pemerintah, jalan-jalan protokol, jalan bebas hambatan, sarana dan prasarana publik dan/atau taman dan pepohonan.
Sementara pada Pasal 71, alat peraga kampanye dilarang dipasang pada tempat umum yakni tempat ibadah, rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan, tempat pendidikan, gedung atau fasilitas milik pemerintah, fasilitas tertentu milik pemerintah, dan fasilitas lainnya yang dapat mengganggu ketertiban umum.
Selain itu, pemasangan alat peraga kampanye juga seharusnya dilakukan hanya selama masa kampanye. Pada Pilpres 2024 ini, KPU telah menetapkan masa kampanye dimulai pada 28 November 2023 sampai 10 Februari 2024.
Pengamat hukum pidana Masykur Isnan melihat dua sisi ihwal pencopotan baliho Ganjar Pranowo-Mahfud MD dan bendera berlogo PDIP ini berbarengan dengan kunjungan Presiden Jokowi ke Bali.
Pertama dari sisi pemasang. Dalam hal ini, berarti telah menampilkan alat peraga kampanye padahal masih belum memasuki masa kampanye.
“Dari konteks si pemasang, ini kan konteksnya berkampanye karena menampilkan alat peraga kampanye. Padahal sebenarnya belum bisa karena belum waktunya kampanye. Masa kampanye itu kan sudah ada timeline-nya,” tutur Masykur kepada VOI.
Tapi di sisi lain, Masykur mempertanyakan apakah proses pencopotan baliho ini memang benar sebagai penertiban atau ada tendensi lain. Ia juga berharap KPU bertindah tegas menertibkan alat peraga kampanye yang bertebaran di luar masa kampanye demi menghindari gesekan di masyarakat.
BACA JUGA:
“Tendensinya apa baliho itu diturunkan? Untuk menjamin Pemilu yang aman atau ada tendensi lain. Jangan sampai ada konflik di masyarakat,” Masykur menambahkan.
“Ke depannya KPU dan Bawaslu harus aktif melakukan monitoring dan kontroling. Tidak hanya di Bali saja, tapi di daerah lain juga. Ini untuk menghindari gesekan di masyarakat. Jangan nanti ada saling nurunin, sehingga malah terjadi friksi," pungkasnya.