Akankah Vaksin COVID-19 Jadi Kabar Baik untuk Olimpiade Tokyo?
Maskot Olimpiade Tokyo 2020 (Instagram @Tokyo2020/Shugo Takemi)

Bagikan:

JAKARTA - Pada November 2020, tiga minggu sebelum vaksin pertama tersedia untuk umum di Inggris, Presiden Komite Olimpiade Internasional (IOC) Thomas Bach mengatakan dia berharap vaksin yang efektif akan membantu Olimpiade berjalan dengan aman.

Namun pada Januari 2021, penyelenggara Olimpiade sadar bahwa mungkin tidak dapat mengandalkan peluncuran vaksin seperti yang mereka harapkan. Hal tersebut dikarenakan penundaan pengiriman telah menghambat proses peluncuran vaksin, terutama di seluruh Eropa.

"Saya pikir banyak orang memiliki keyakinan bahwa begitu vaksin mulai diluncurkan, itu akan menjadi akhir dari COVID-19 dan apa yang akan kita lihat adalah bahwa tingkat penularan akan mulai menurun, segalanya akan menjadi lebih terkontrol dan kami akan memiliki kemampuan untuk kembali ke gaya hidup yang lebih normal," kata Jason Kindrachuk, pakar penyakit menular di University of Manitoba di Kanada. 

"Faktanya adalah bahkan dengan peluncuran vaksin yang baik di sejumlah wilayah di dunia, kami masih mengalami kesulitan untuk menahan penularan," tambahnya. 

Mengutip CNN, Sabtu 30 Januari 2021, Bach mengatakan penyelenggara Olimpiade akan melakukan upaya besar untuk memastikan bahwa "peserta Olimpiade dan pengunjung yang akan tiba (di Tokyo) divaksinasi."

Namun ia juga menolak saran bahwa vaksinasi diwajibkan untuk atlet, sesuatu yang digaungkan oleh CEO Tokyo 2020 Toshiro Muto selama panggilan konferensi pada Rabu 27 Januari.

Peringkat peserta Olimpiade dalam daftar prioritas untuk vaksin kemungkinan besar akan menjadi topik perdebatan. Di antara para atlet, sentimen umumnya adalah bahwa mereka sebenarnya siap menunggu.

"Saya pikir semua orang, sejauh yang saya tahu di Tim Amerika Serikat (AS), ada di halaman yang sama," kata Colleen Quigley, yang berkompetisi di Olimpiade Rio 2016. 

"Ya, kami ingin mendapatkan vaksinasi sehingga kami dapat pergi ke Olimpiade dengan aman dan kami dapat bertanding di Olimpiade dengan aman, tetapi juga menyadari bahwa kami bukan yang pertama dalam daftar. Ada banyak orang, orang tua dan orang yang bekerja di toko bahan makanan dan yang menjadi guru dan di rumah sakit, semua orang ini yang berada di garis depan, mereka pasti akan berada di depan kita," tambahnya. 

Selain itu, kendala logistik dalam hal memvaksinasi atlet dalam skala global juga menjadi masalah utama. Terutama mengingat bagaimana akses vaksin, yang sering dikaitkan dengan kekayaan nasional, bervariasi di seluruh dunia.

"Kami sudah memiliki masalah di wilayah berpenghasilan tinggi untuk mencoba meluncurkan vaksin di wilayah yang membeli jutaan dosis dan mencoba mencari tahu: bagaimana kami benar-benar menargetkan orang-orang yang berisiko tinggi versus mereka yang mungkin tidak termasuk dalam kategori kelompok dengan penyakit berisiko tinggi itu?" kata Kindrachuk.

"Kemudian Anda mulai melihat lebih banyak wilayah berpenghasilan menengah atau rendah di dunia, mereka bahkan tidak dapat memikirkan seperti apa peluncuran vaksin itu nantinya karena masalah logistik, masalah penyimpanan, dan fakta bahwa sebagian besar vaksin telah dibeli oleh negara-negara terkaya di dunia," tambahnya. 

IOC merujuk pernyataan yang dirilis pada Selasa 26 Januari 2021 yang menguraikan "kotak peralatan penanggulangan COVID-19" yang akan diterapkan selama Olimpiade, termasuk "prosedur imigrasi, tindakan karantina, pengujian, peralatan pelindung pribadi, pelacakan kontak, dan vaksinasi. "

"Vaksin adalah salah satu dari banyak alat yang tersedia di kotak peralatan, untuk digunakan pada waktu yang tepat dan dengan cara yang sesuai," kata pernyataan itu.

"IOC sangat mendukung prioritas untuk memvaksinasi kelompok rentan, perawat, dokter medis, dan semua orang yang menjaga keamanan masyarakat kita. IOC akan bekerja dengan NOC (Komite Olimpiade Nasional) untuk mendorong dan membantu atlet, ofisial, dan pemangku kepentingan mereka untuk mendapatkan vaksinasi di negara asal mereka, sejalan dengan pedoman imunisasi nasional, sebelum mereka pergi ke Jepang," tambahnya. 

Tokyo berada dalam keadaan darurat pada awal Januari ketika kasus COVID-19 mencapai tingkat rekor. Di seluruh Jepang, masyarakat khawatir jika Olimpiade tetap diselenggarakan mengingat keadaan pandemi saat ini.

Jajak pendapat baru-baru ini oleh penyiar publik Jepang NHK menemukan bahwa 77 persen responden merasa Olimpiade harus ditunda atau dibatalkan sepenuhnya. Hanya 16 persen yang mendukung penyelenggaraannya tetap dilakukan tahun ini. 

Australia Open, yang akan berlangsung pada 8 Februari 2021, telah memberikan gambaran tentang potensi kesulitan yang dihadapi penyelenggara Olimpiade. Mereka mengatakan bahwa akan memantau acara di Melbourne serta kompetisi olahraga di tempat lain.

Sebanyak 72 pemain ditempatkan di bawah karantina hotel selama 14 hari yang ketat menjelang turnamen setelah tes positif pada penerbangan mereka. Yang lainnya telah diberikan waktu lima jam setiap hari untuk berlatih dalam lingkungan yang super aman atau bio-secure bubble.

Isu Pembatalan

Saat para penyelenggara terus mengevaluasi bagaimana menjadi tuan rumah Olimpiade dengan aman, penyelenggara juga harus membuat bantahan terhadap laporan yang mengatakan Olimpiade akan dibatalkan. Pekan lalu, Times of London, mengutip seorang anggota senior yang tidak disebutkan namanya dari koalisi yang berkuasa, yang mengatakan Jepang menyimpulkan Olimpiade tidak dapat dilanjutkan di tengah pandemi. 

Pihak IOC segera membantah dan mengatakan laporan tersebut tidak benar. Penyelenggara Tokyo 2020, sementara itu, menawarkan jaminan bahwa mereka "sepenuhnya fokus menjadi tuan rumah Olimpiade musim panas ini."

Pada konferensi pers pada Rabu 27 Januari, Bach menegaskan kembali bahwa IOC yakin untuk menyelenggarakan Olimpiade dengan aman.

"Kami tidak berspekulasi tentang bagaimana pertandingan akan dibatalkan, kami sedang mengusahakan bagaimana Olimpiade akan berlangsung," katanya. 

Pihak IOC juga menambahkan bahwa lebih dari 7.000 acara olahraga telah diselenggarakan oleh federasi internasional musim dingin ini. Tidak ada satupun dari penyelenggaraan tersebut berkembang menjadi hotspot penyebaran COVID-19.