Bagikan:

JAKARTA – Kisruh kasus Pondok Pesantren Al Zaytun yang saat ini sedang ramai, kembali memunculkan istilah "aliran sesat”. Sebenarnya apa maksud "aliran sesat" dan seperti apa kondisinya di Indonesia?

Istilah “aliran sesat” atau bidaah muncul dari sebutan dalam Bahasa Yunani: hairesis. Istilah ini mengandung makna: faksi dari pemeluk yang melawan. Seorang imam Kristen dari Gallia, wilayah yang kini dikenal sebagai Prancis, bernama Ireneus yang hidup 130-202 Masehi, disebut-sebut sebagai tokoh pertama yang memperkenalkan istilah hairesis.

Dalam risalat yang berjudul Contra Haereses, Ireneus menyebutkan dirinya sebagai Ortodoks yang mengandung arti “pemikiran lurus”. Ireneus di sini memosisikan dirinya sebagai pihak yang lurus, sementara orang yang berbeda pandangan dengannya “bengkok” atau menyimpang. Jadi memang ada anggapan bahwa “aliran sesat” sebenarnya tidak sepenuhnya objektif.

Demo massa Front Persaudaraan Islam (FPI) di halaman kantor Kementerian Agama, Jakarta, Senin (26/6/2023). (Antara/Muhammad Adimaja)

Menurut peneliti dari Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, Makyun Subuki, istilah “aliran sesat” atau “penistaan agama” biasa dilakukan oleh kelompok tertentu, yang menganggap praktik keagamaan oleh suatu kelompok tidak sepemahaman dengan mereka.

“Padahal itu bisa terjadi hanya karena soal perbedaan saja,” kata Subuki, seperti dikutip BBC Indonesia.

Mengambil contoh kasus Al Zaytun, Subuki meminta Pemerintah Indonesia menghindari diksi yang menempatkan pesantren itu dan pemimpinnya, Panji Gumilang dalam posisi bersalah. Al Zaytun dan Panji Gumilang baru dapat dikatakan “menistakan agama” atau “beraliran sesat” jika sudah melalui tahap pengadilan yang adil.

Stigma Aliran Sesat di Indonesia

Sangat banyak kelompok yang dicap sebagai “aliran sesat” di Indonesia. Sudah ada ratusan aliran kepercayaan, agama, atau kelompok yang mendapatkan stigma sebagai sesat.

Menurut data dari Nahdlatul Ulama (NU) sudah ada 250 “aliran sesat” di Indonesia hanya dalam dalam kurun waktu 2001-2007. Beberapa di antaranya: Ahmadiyah Qadhiyan, Salamullah, Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar), Kerajaan Ubur-Ubur, dan Hakekok Balakasuta.

Presiden Soekarno pada 1962 pernah mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 264 Tahun 1962, yang melarang tujuh aliran agama atau organisasi keagamaan berkembang di Indonesia. Ketujuh aliran keagamaan dan organisasi tersebut adalah: Baha’i, Organisasi Liga Demokrasi, Rotary Club, Devine Life Society, Vrijmetselaren-Loge (Loge Agung Indonesia), Moral Rearmament Movement, dan Ancient Mystical Organization of Rosicrucians (AMORC).

Upacara misterius dalam sebuah kuil AMORC di New York pada 1913. (Newsweek/Private Collection/Bridgeman Art Library

Namun di masa Presiden Gus Dur, pelarangan tersebut dicabut lewat Keputusan Presiden Nomor 69 Tahun 2000. Organisasi-organisasi dan aliran keagamaan yang pernah dilarang di masa Presiden Soekarno tersebut, kini diizinkan bergerak kembali.

SETARA Institute juga menyoroti istilah sesat dan menyimpang, yang kerap dijadikan landasan persekusi pada kelompok tertentu. Menurut Direktur Ekeskutif SETARA Institute, Halili Hasan, dalam menghadapi kasus “aliran sesat”, pemerintah tidak boleh menempatkan hukum negara di bawah pandangan dan fatwa lembaga bukan negara.

“Sebagaimana dalam kasus-kasus berdimensi keagamaan lainnya, pemerintah tidak boleh meletakkan hukum negara di bawah pandangan dan fatwa lembaga keagamaan tertentu," kata Halili Hasan, kepada BBC Indonesia.

Sudah Diperiksa Polisi

Panji Gumilang sebagai pemimpin Ponpes Al Zaytun yang dianggap mengajarkan “aliran sesat”, sudah diperiksa di Bareskrim Polri pada Senin 3 Juli 2023. Hingga saat ini, menurut Panji kasus yang sedang membelitnya dianggap belum selesai.

Panji menyebutkan bahwa tahap yang sedang dijalaninya saat ini baru merupakan klarisikasi dari pelaporan yang diterima Polri. Panji Gumilang dilaporkan oleh Dewan Pimpinan Pusat Forum Advokat Pembela Pancasila (DPP-FAPP) pada 23 Juni, dan Ken Setiawan NICC Center pada 27 Juni. Dua pelaporan tersebut berkaitan dengan “penistaan agama”.

Karena beranggapan bahwa pemeriksaan dirinya oleh Polri baru sebatas klarifikasi, Panji Gumilang enggan menanggapi soal tuduhan “penistaan agama” yang disangkakan padanya.

“Belum sampai ke sana,” kata Panji Gumilang, usai diperiksa selama 9 jam di Bareskrim Polri pada 3 Juni.

Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan pemerintah belum memutuskan untuk mencabut izin kegiatan Pondok Pesantren Al Zaytun.

Pemimpin Ponpes Al Zaytun, Panji Gumilang, keluar dari sebuah ruangan di Gedung Sate, Bandung usai diperiksa pada 23 Juni 2023. (Antara/Raisan Al Farisi) 

“Belum ada keputusan sampai ke situ, kita (pemerintah) belum sejauh itu untuk memutuskan. Mendiskusikan sih sudah pernah, tapi kita tidak memutuskan hal yang seperti itu,” kata Mahfud usai melaporkan penanganan polemik Al Zaytun kepada Wakil Presiden Ma’ruf Amin di Istana Wapres, Jakarta, dilansir Antara, Selasa, 4 Juli.

Mahfud mengatakan pemerintah juga masih menampung usulan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil untuk membekukan izin Al Zaytun.

“Kita tampung dulu. Sebagai masukan bagus karena beliau yang tahu di daerah. Beliau tahu di lapangan Jawa Barat. Tapi lihat dari atas lagi, daerah lain bagaimana? Jangan sampai berimplikasi satu tempat di tutup, daerah lain kok tidak. Kita kan melihat seperti helikopter nih dari atas lihat ke bawah. Ridwan Kamil benar melihat di situ ada masalah yang harus dia usulkan, tapi kami putuskan berdasarkan melihat seluruh Indonesia,” kata dia.

Mahfud menilai polemik Al Zaytun tidak perlu dibesar-besarkan lagi, karena persoalan utama ada pada individu pengasuh ponpes yakni Panji Gumilang.

“Tidak usah dibesar-besarkan karena sebenarnya kan biangnya di orang yang bernama Panji Gumilang itu. Ini sudah ditangani. Mengenai lembaganya kita lihat perkembangannya,” ujar Mahfud.