Pro Kontra Prosesi Wisuda Jenjang TK Hingga SMA
Ilustrasi – Tidak hanya di perguruan tinggi, pelaksanaan wisuda sudah menjadi agenda rutin tahunan di jenjang TK hingga SMA.

Bagikan:

JAKARTA – Pelaksanaan prosesi wisuda di jenjang Taman Kanak-kanak (TK) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA) menjadi perbincangan hangat masyarakat. Banyak yang menolak, tetapi banyak pula yang menganggap itu hal yang wajar.

Alasan penolakan lazimnya terkait dengan biaya. Prosesi wisuda, khususnya di TK hanya buang-buang uang. Kurang mengesankan pula untuk anak-anak dan orang tua.

Momen akhir sekolah di TK sebenarnya lebih mengenai perayaan dan penghargaan, serta momen untuk menunjukkan kepada orang tua atas pencapaian anak selama satu tahun.

“Lama pendidikan di TK hanya sebentar, cuma satu tahun, buat apa ada wisuda. Cukup acara pentas penampilan anak-anak saja. Enggak perlu sewa gedung, sewa toga, sewa kebaya, dan lain-lainnya, buang-buang duit, belum tentu juga semua mampu bayar,” ucap Fadli, orangtua murid salah satu TK di Depok ketika berbincang dengan VOI pada 18 Juni 2023.

Begitupun jenjang Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP), cukup acara perpisahan.

“Kalau SMA, ya bisa saja ada wisuda karena belum tentu semua murid melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Sehingga, yang tidak lanjut punya kesempatan ngerasain wisuda,” lanjutnya.

Ilustrasi wisuda Taman Kanak-Kanak (TK). (Pixabay)

Lagipula, kalau di setiap jenjang menggelar prosesi wisuda, makna wisuda di perguruan tinggi akan hilang. Orang nantinya tidak lagi menganggap wisuda perguruan tinggi menjadi sesuatu yang mengesankan.

Kendati begitu, banyak pula yang menimpali kalau urusan wisuda di jenjang TK hingga SMA sebenarnya bukan sesuatu yang baru. Sekolah biasanya sudah menjadikan itu sebagai tradisi dan tentunya telah menjadi kesepakatan antara pihak sekolah dan orangtua.

“Kadang juga hanya masalah penyebutan nama. Mau pakai nama wisuda atau perpisahan, inti acaranya tetap sama. Kalau dibilang wisuda harus pakai toga, tidak juga. Perguruan tinggi saja tidak semuanya mewajibkan toga saat wisuda. Jadi, mengapa harus ramai soal wisuda, toh ini juga sudah digelar setiap tahun,” tambah Rangga dalam perbincangan.

Yang menjadi permasalahan hingga prosesi wisuda viral di media sosial hanya mengenai uang tambahan. Seandainya, pihak sekolah menjabarkan sejak awal bahwa akan ada biaya tambahan untuk prosesi acara akhir sekolah, orangtua murid pasti mengerti.

“Bahkan seperti di TK saat ini sudah banyak yang memasukkan biaya prosesi acara akhir sekolah ke biaya masuk. Jadi nantinya tidak mendadak minta lagi ke orangtua murid,” ucapnya.

Belum Ada Aturan Resmi

Universitas Bologna di Italia dan Universitas Oxford di Inggris, menurut sejumlah literasi, menjadi perguruan tinggi yang mempopulerkan wisuda dalam konteks modern. Kemudian, berbagai perguruan tinggi di Eropa dan Amerika Utara mulai mengadopsinya dengan prosesi yang sesuai dengan tradisi masing-masing wilayah.

Saat ini, wisuda sudah menjadi prosesi tahunan, khususnya untuk perguruan tinggi, tak terkecuali perguruan tinggi di Indonesia. Maknanya tetap sama sebagai pencapaian akademik, pengakuan dan penghargaan, peralihan ke tahap baru, serta kebanggaan dan kepuasan.

Kendati begitu, kata Dewan Pakar Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Retno Listyarti, pelaksanaannya hanya bersifat inisiatif dari pimpinan lembaga pendidikan seperti kepala sekolah atau rektor. Ini pun atas persetujuan orangtua. Belum ada peraturan resmi pemerintah atau kementerian terkait prosesi tersebut

“Artinya, kalau memberatkan tidak perlu diadakan, khususnya untuk jenjang TK hingga SMA. Sekolah atau madrasah agar mempertimbangkan lebih cermat dan bijak manfaatnya. Bila berat secara biaya, ya bisa dilakukan secara sederhana, baik dari acaranya, pakaiannya, hingga perlengkapannya,” tutur Retno dalam keterangan yang diterima VOI pada 19 Juni.

Prosesi wisuda di Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (IISIP) Jakarta tidak menggunakan toga. (Blog mung pujanarko)

Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi Nadiem Makarim, menurut Retno, rasanya juga perlu membuat surat edaran mengenai itu. Berpedoman dengan aturan yang sudah ada, misalnya Permendikbudristek No 50 Tahun 2022 Tentang Pakaian Seragam Sekolah bagi Siswa Jenjang SD hingga SMA.

Dalam aturan itu ada ketentuan penggunaan pakaian adat di sekolah sebagai respon keluhan masyarakat karena ada daerah/sekolah yang menganggap pakaian adat sebagai salah satu seragam sekolah. Sehingga sangat beralasan menambahkan pakaian wisuda atau pelepasan siswa yang lulus.

“Semisal wisuda dapat dilakukan hanya dengan menggunakan seragam khas sekolah yang telah dimiliki siswa. Setidaknya Kemdikbud mengeluarkan edaran bahwa wisuda tidak wajib sehingga sekolah tidak membuat program wisuda yang seolah-olah wajib,” imbuh Retno.