Bagikan:

JAKARTA – Wacana pengaturan jam kerja sebagai solusi mengatasi kemacetan Ibu Kota, menurut Wakil Ketua Bidang Pemberdayaan dan Penguatan Kewilayahan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat Djoko Setijowarno, kemungkinan sulit terlaksana.

Bukan perkara mudah mengatur jam kerja karena akan mempengaruhi biaya operasional kantor, khususnya listrik dan air. Terlebih, bila menggunakan mekanisme dua sesi, yakni pukul 08.00 WIB dan 10.00 WIB.

Meski berjalan pun, langkah itu tidak akan terlalu efektif mengurai kemacetan di Jakarta.

“Mending digalakkan lagi aturan work from home seperti saat pandemi kemarin. Hanya diwajibkan ke kantor dua kali dalam sepekan misalnya. Kalau jam kerja, lebih ribet ngaturnya karena kantor punya kepentingan beda-beda,” kata Djoko kepada VOI pada 26 Mei 2023.

Djoko pun menyarankan penerapan sistem jalan berbayar elektronik seperti yang sudah digaungkan sebelumnya. Dengan begitu, pengguna mobil pribadi lambat laun akan beralih, terlebih bila tarif yang dikenakan mahal.

“Mereka akan mikir dua kali untuk pakai mobil. Belum lagi, kalau ditunjang dengan kenaikan biaya parkir mobil pribadi. Ini jauh lebih efektif mengurai kemacetan,” tambah Djoko.

Kebijakan ganjil genap di Jakarta masih berlaku dan diterapkan di 26 ruas jalan. (Antara/Sigid Kurniawan)

Kendati begitu, syarat utama harus terpenuhi dahulu, yakni mengoptimalkan pengembangan transportasi umum yang terkoneksi hingga ke seluruh pelosok. Sehingga, masyarakat yang turun dari kereta, LRT, atau MRT dapat mudah beralih transportasi menuju tempat kerjanya.

“Khusus Jakarta, memang agak berbeda penanganannya. Harus dengan cara ekstrem. Kalau cara-cara biasa, ya sama saja. Three in one misalnya, pemilik malah nyewa joki. Lalu, ganjil genap, pemilik kendaraan malah punya dua plat nomor. Tapi kalau ganjil genap masih bisa lah diterapkan,” ucap Djoko.

Ketika rapat dengan Komisi B DPRD DKI Jakarta dan Dinas Perhubungan DKI Jakarta pada 24 Januari 2023, Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Kombes Latif Usman sempat mengungkapkan indeks kemacetan di Ibu Kota pada 2023 diperkirakan mencapai di atas 50 persen.

Indonesia menempati peringkat 29 sebagai kota termacet di dunia dengan rata-rata waktu tempuh mencapai 22 menit 40 detik per 10 km menurut riset TomTom International. Bahkan, bisa bertambah 11-18 menit pada jam-jam sibuk pagi dan malam hari.

"Tentunya, kalau (indeks kemacetan) sudah di angka 50 persen, sudah sangat mengkhawatirkan. Di angka 40 persen, Jakarta itu (sebenarnya) sudah tidak aman," tutur dia.

Guna mencari solusi, Pemprov DKI akan membuat forum group discussion bersama semua stakeholder seperti asosiasi pusat perbelanjaan, asosiasi pengelola gudang, NGO, komunitas bike to work, operator angkutan umum, dan HIPMI.

Butuh Kesadaran Masyarakat

Pemprov DKI sejak era Jokowi-Ahok sebenarnya sudah memiliki strategi yang jelas dalam mengatasi kemacetan. Pertama, meningkatkan kapasitas angkutan massal yang hemat ruang, ramah lingkungan, serta nyaman. Kedua, mengganti moda angkutan yang tidak tepat untuk transportasi kota, yakni angkutan kecil secara bertahap dengan bus menengah dan besar.

Ketiga, bekerja sama dengan pemerintah sekitar Jakarta untuk membuat otoritas pelayanan transportasi Jabodetabek agar persoalan mobilitas warga bisa ditangani oleh badan yang memiliki otoritas lintas daerah.

Keempat, menambah armada Transjakarta dan menyempurnakan pelayanan bus rapid transit. Kelima, mengganti kendaraan umum seperti metromini, kopaja, dan bus dengan kendaraan yang jauh lebih layak.

Presiden Joko Widodo menjajal LRT Jakarta. (Antara)

Keenam, membangun MRT dan LRT sebagai angkutan massal warga kota. Ketujuh, melengkapi penyediaan transportasi massal dengan pembatasan penggunaan kendaraan pribadi. Kedelapan, mengkaji penggabungan pengelolaan angkutan umum dengan pengelola perumahan dan jalan tol.

Beberapa di antaranya sudah terealisasi. Strategi itu juga diiringi dengan sejumlah kebijakan lalu lintas seperti kebijakan ganjil genap yang sudah mencapai 26 ruas jalan pada Mei 2023.

Hanya saja, hasilnya memang belum maksimal. Tanpa adanya kesadaran masyarakat untuk beralih ke transportasi umum, beragam upaya yang sudah dilakukan guna mengurai kemacetan tidak akan terasa signifikan. Kalau mau bebas macet, pakai angkutan umum.