Pemilik Bangunan Harus Patuh Aturan, Jangan Sewenang-wenang
Pemprov DKI Jakarta membongkar 20 bangunan ruko di Jalan Pluit Karang Niaga, Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara pada 24 Mei 2023. (Dokumentasi Humas Pemprov DKI)

Bagikan:

JAKARTA – Aturan mengenai pendirian bangunan baik untuk tempat tinggal maupun tempat usaha sangat jelas. Bahkan, kata pengamat tata kota Nirwono Yoga, aturan sudah terbit sejak lama.

Sehingga, rasanya kurang bijak bila para pemilik atau penyewa ruko di Jalan Niaga Bok Z Utara dan Selatan RT 11/03, Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara menentang penertiban. Apalagi pihak RT sudah menegur dan melaporkannya sejak 2019.

“Sudah cukup tenggat waktu yang diberikan, bahkan terlalu lama. Sejak awal pengajuan Izin Mendirikan Bangunan atau Persyaratan Bangunan Gedung jika ada indikasi pelanggaran harusnya tidak keluar izinnya, izin harus ditolak. Jika diabaikan bangunan bisa disegel bahkan sudah bisa dibongkar sejak awal,” tutur Yoga kepada VOI pada 25 Mei 2023.

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, lanjut Yoga, telah menegaskan seperti dalam Pasal 11 ayat (2), “Bangunan gedung yang dibangun di atas, dan/atau di bawah tanah, air, dan/atau prasarana dan sarana umum tidak boleh mengganggu keseimbangan lingkungan, fungsi lindung kawasan, dan/atau fungsi prasarana dan sarana umum yang bersangkutan.”

Lalu, Pasal 13 ayat (2), “Persyaratan jarak bebas bangunan gedung atau bagian bangunan gedung yang dibangun di bawah permukaan tanah harus mempertimbangkan batas-batas lokasi, keamanan, dan tidak mengganggu fungsi utilitas kota, serta pelaksanaan pembangunannya.

Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum pun mengatur hal tersebut. Ada sejumlah larangan mengenai tertib bangunan. Seperti yang tertera dalam Pasal 36.

Sekelompok orang di Pluit Karang Niaga RT011/RW03 membentangkan spanduk merah menyuarakan aspirasi mereka terhadap Ketua RT Riang Prasetya karena aduannya membuat bangunan ruko mereka dibongkar petugas pada 24 Mei 2023. (Antara/HO-Jurnalis Jakarta Utara)

Ayat (1) menyebut setiap orang atau badan dilarang:

  1. Mendirikan bangunan atau benda lain yang menjulang, menanam atau membiarkan, tumbuh pohon atau tumbuh-tumbuhan lain di dalam kawasan Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTET) pada radius sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan;
  2. Mendirikan bangunan pada ruang milik jalan, ruang milik sungai, ruang milik setu,ruang milik waduk, ruang milik danau, taman dan jalur hijau, kecuali untuk kepentingan dinas;
  3. Mendirikan bangunan di pinggir rel kareta api dan di bawah jembatan kereta api.

Ayat (2), setiap orang atau badan wajib menjaga serta memelihara lahan, tanah, dan bangunan di lokasi yang menjadi miliknya.

Ayat (3), setiap orang atau badan wajib menggunakan bangunan miliknya sesuai dengan izin yang telah ditetapkan.

Begitupun pada Pasal 38 poin c, setiap orang atau badan pemilik bangunan atau rumah diwajibkan memelihara dan mencegah pengerusakan bahu jalan atau trotoar.

Berdasar surat pemberitahuan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) para pemilik ruko yang diperlihatkan Ketua RT 011/RW 03 Kelurahan Pluit, Riang Prasetya, ruko di area tersebut hanya memiliki luas bumi atau tanah 121 meter persegi.

Namun, pemilik ruko memperluas lahannya dengan menambah fisik bangunan melewati batas got sampai lebih dari 4 meter dan melakukan penutupan saluran got dengan lantai keramik. Bangunan tambahan ini pun mengambil bahu jalan, sehingga diduga melanggar batas Garis Sempadan Bangunan (GSB) dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB).

GSB adalah garis yang mengatur batasan lahan yang tidak boleh dilewati dengan bangunan yang membatasi fisik bangunan ke arah depan, belakang, maupun samping.

"Berarti, kelebihan bangunan dan area lahan di luar sertifikat HGB yang menutup saluran air dan memakan bahu jalan adalah hasil penyerobotan lahan prasarana umum," ucap Riang pada 30 Maret 2023.

Riang mengaku sudah melaporkan pelanggaran ini ke Kelurahan Pluit dan Kecamatan Penjaringan sejak 2019, ketika masih 2 ruko yang melanggar. Namun, tidak ditanggapi. Karena terjadi pembiaran, akhirnya banyak pemilik ruko lain ikut-ikutan menambah fisik bangunan.

Kini, diketahui ada 20 unit ruko di Blok Z4 Utara dan 22 unit ruko di Blok Z8 Selatan yang melanggar ketentuan bangunan.

Sejak 19 Mei 2023 Wali Kota Jakarta Utara, Ali Maulana Hakim telah memberikan tenggat waktu kepada para pemilik ruko membongkar sendiri bangunannya, tetapi hingga 25 Mei hanya beberapa ruko saja yang berinisiatif.

“Alasannya, ada yang masih nyari tukang, dan lainnya. Jadi, hari ini, kita tetap bongkar,” kata Ali kepada awak media pada 25 Mei 2023.

Seperti diketahui, pembongkaran khususnya saluran air berjalan lancar meski diwarnai aksi unjuk rasa dari karyawan pemilik ruko.

Hanya Soal Kepatuhan

Peristiwa penyerobotan lahan untuk tempat tinggal atau tempat usaha tersebut memang bukan kali pertama. Pernah terjadi juga di Kemang, Jakarta Selatan pada 2021. Sejumlah ruko mendirikan bangunan di atas saluran air. Ada yang dimanfaatkan untuk kafe, bengkel sepeda, dan kantor.

Menurut Nirwono Yoga, ini hanya soal kesadaran untuk mematuhi aturan, baik kesadaran pemilik lahan yang akan mendirikan bangunan maupun kesadaran para pejabat yang berwenang.

Sebab, aturan mendirikan bangunan sudah cukup populer. Pemilik lahan yang akan mendirikan bangunan juga pasti mendapat pengarahan dari pejabat terkait ketika mengajukan perizinan.

Mekanismenya, kata Yoga, sangat jelas. Pertama, pemilik bangunan mengajukan permohonan Izin Mendirikan Bangunan atau Persyaratan Bangunan Gedung ke Dinas Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP).

Pada November 2021, ada kafe yang berdiri di atas saluran air Kali Penghubung Bungur yang berlokasi di Jalan Kemang Utara Nomor. 33 Rukun Tetangga (RT) 01 RW. 04 Bangka, Mampang Prapatan. (Antara/Sihol Hasugian)

Kedua, Dinas PTSP dan Dinas Cipta Karya, Tata Ruang dan Pertahanan (Dibas Citata) mengecek permohonan dan desain perencanaannya.

“Cek ke lapangan, ada pihak keluharan, kecamatan dan/atau kota untuk memastikan rencana bangunan tidak melanggar tata ruang. Nah, disini kuncinya jika ada indikasi melanggar izin ditolak dan pemohon dilarang membangun,” kata Yoga.

Ketiga, jika pemohon nekat membangun, Satpol PP bisa langsung menyegel dan menghentikan kegiatan pembangunan. Jika masih jalan terus, Satpol PP dapat langsung membongkar bangunan tersebut sebelum sempat selesai dibangun.

“Jadi semua bisa dicegah sejak awal jika semua mekanisme tersebut dijalankan dengan benar. Jika masih terjadi pelanggaran, maka patut ditelusuri indikasi adanya kolusi dan korupsi. Harus diberi sanksi tegas kepada semua yang terlibat,” imbuh Yoga.