JAKARTA - Dalam sejarah Piala Dunia, hanya ada dua negara yang berhasil menjadi juara dua kali beruntun. Negara pertama adalah Italia pada Piala Dunia 1934 di kandang sendiri dan Piala Dunia 1938 di Prancis. Ketika itu, Piala Dunia hanya diikuti 16 negara dan langsung menggunakan sistem gugur.
Pada 1934, Italia berhasil mengalahkan Amerika Serikat, Spanyol, dan Austria sebelum melangkah ke final melawan Cekoslovakia. Lalu pada Piala Dunia 1938, Italia harus melawan Norwegia, tim tuan rumah Prancis, Brasil, hingga bertemu Hongaria dalam pertandingan final.
Negara kedua adalah Brasil pada Piala Dunia 1958 di Swedia dan Piala Dunia 1962 di Chili. Meski masih diikuti 16 negara, tetapi pertandingan mulai menggunakan setengah kompetisi lalu berlanjut ke sistem gugur.
Pada Piala Dunia 1958, Brasil tergabung di Grup 4 bersama Uni Soviet, Inggris, dan Austria. Brasil berhasil menjadi juara grup, kemudian bertemu Wales dan Perancis di babak gugur sebelum akhirnya menang 5-2 melawan tuan rumah Swedia di pertandingan final.
Sedangkan pada Piala Dunia 1962, Brasil tergabung di Grup 3 bersama Cekoslovakia, Meksiko, dan Spanyol. Lolos sebagai juara grup, Brasil kemudian bertanding melawan Inggris pada babak perempat final. Superior Brasil terus berlanjut dalam pertandingan melawan tuan rumah Chili pada babak semifinal, hingga berlanjut ke final melawan Cekoslovakia.
Pasca itu, tidak ada lagi tim peserta Piala Dunia yang bisa menjadi juara dua kali beruntun. Brasil gagal setelah tiga kali menjadi finalis pada periode 1994-2002. Peluangnya dipatahkan Prancis pada Piala Dunia 1998. Sehingga, Tim Samba hanya juara pada Piala Dunia 1994 dan Piala Dunia 2002.
Apakah Les Bleus mampu mematahkan kutukan 60 tahun Piala Dunia dalam laga final Piala Dunia 2022 Qatar melawan Argentina pada 18 Desember 2022?
Bila merujuk ajang Liga Champions UEFA, kemungkinan itu tetap ada. Tengok apa yang dilakukan pemain Prancis, Zinedine Zidane ketika menjadi pelatih Real Madrid. Dia berhasil mematahkan kutukan 38 tahun Liga Champions UEFA.
Sebelumnya hanya Liverpol yang mampu menjadi juara Liga Champions UEFA dua kali beruntun pada 1977-1978. Namun, Zidane bersama Real Madrid membuktikan, bahkan memecahkan rekor dengan tiga kali beruntun mengangkat trofi.
Menang adu penalti melawan Atletico Madrid pada 2016, 4-1 melawan Juventus pada 2017, dan menang 3-1 melawan Liverpol pada 2018.
Menurut Zidane, kunci utama kesuksesannya adalah kerja keras. Hal terpenting lainnya tentu orang-orang yang terus aktif memberikan yang terbaik untuk klub, baik pemain, pelatih, maupun tim manajemen Real Madrid.
"Kami bekerja keras, kami punya pemain-pemain hebat, dan tim yang mengikuti saya," ujar Zidane kepada Telefoot seperti dilansir Marca.
"Saya bertanggung jawab atas banyak hal, tapi saya punya tim hebat di belakang saya. Kalau sendiri tidak akan mungkin. Saya perlu mengelilingi diri saya dengan orang-orang yang membuat saya nyaman. Kalau tidak, ini tidak akan berhasil," tambah Zidane.
Didier Deschamps, rekan Zidane ketika menjuarai Piala Dunia 1998 pun optimistis, tidak ada yang tidak mungkin. Dia bersama tim akan melakukan yang terbaik demi membuat semua pendukung gembira dengan hasil sempurna pada laga final nanti.
“Kami melihat Argentina sangat kuat ketika melawan Kroasia, tetapi mereka tidak selamanya akan sekuat itu,” ujar Deschamps, dilansir dari SportsMax pada 15 Desember 2022.
“Sebaliknya, kami memang tidak sempurna ketika melawan Inggris dan Maroko, tetapi kami bisa bermain lebih baik di laga final ketika berhadapan dengan Argentina nanti,” Deschamps meyakinkan.
Patahkan Prediksi
Sebelumnya, Prancis telah mematahkan prediksi sejumlah pihak bahwa juara bertahan Piala Dunia tidak akan mampu lolos dari babak penyisihan grup. Ini merujuk dari tiga penyelenggaraan Piala Dunia sebelumnya.
Italia sebagai juara bertahan tak mampu berbuat banyak di ajang Piala Dunia 2010 Afrika Selatan. Gli Azzurri berada di posisi buncit Grup F. Imbang melawan Paraguay dan Selandia Baru, serta kalah dalam pertandingan terakhir grup melawan Slovakia.
Begitupun Spanyol. Setelah berhasil menjadi juara Piala Dunia 2010, tim matador justru melempem di Piala Dunia 2014 Brasil. Spanyol memang berhasil menang 3-0 melawan Australia di pertandingan terakhir Grup B, tetapi poin yang diperoleh belum cukup untuk mengantarkan Spanyol lolos ke babak 16 besar. Hanya berada di urutan tiga di bawah Chile dan Belanda.
Jerman pun bernasib sama di Piala Dunia 2018. Kalah di pertandingan pertama melawan Meksiko, Tim Panzer sebenarnya masih memiliki peluang lolos ke babak 16 besar setelah berhasil menang melawan Swedia di pertandingan kedua Grup F. Sayangnya, mereka tampil buruk dalam pertandingan terakhir, kalah 0-2 dari Korea Selatan.
Namun, berbeda dengan Prancis. Tim besutan Deschamps ini justru bisa memuncaki Grup D, unggul selisih gol dari Australia. Bahkan, legenda Brasil Ronaldo Luis Nazario menilai Prancis laik menjadi juara karena selalu menunjukkan permainan yang konsisten dalam babak gugur.
“Prancis memiliki tim yang sangat solid, baik dalam pertahanan, serangan, atau lini tengah.
Sejak awal, Ronaldo memang menjagokan Prancis masuk di final bersama Brasil. Ternyata tak sesuai prediksi.
“Brasil sudah tidak ada lagi. Tapi Prancis, laga demi laga, menunjukkan status mereka sebagai favorit dan saya masih melihat mereka sebagai favorit kuat,” ucap Ronaldo seperti dikutip dari AFP.