JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) memperkenankan pemilih yang dalam keadaan positif COVID-19, baik yang sedang dirawat di rumah sakit atau isolasi mandiri untuk menggunakan hak suaranya dalam Pilkada 2020.
Saat hari pemungutan, akan ada petugas TPS yang mendatangi pemilih pasien positif COVID-19 untuk melakukan pencoblosan di tempat pemilih menjalani isolasi mandiri atau dirawat di rumah sakit.
Hal ini lantas mendapat kritikan dari berbagai pihak. Salah satunya adalah ahli epidemiologi dari Universitas Indonesia, Pandu Riono lewat akun Twitter @drpriono1. Pandu meminta KPU tidak memaksa pemilih positif COVID-19 untuk mencoblos.
BACA JUGA:
"Rakyat yang sedang dirawat di RS janganlah dipaksa untuk memberikan suara. Pemberian suara itu suka rela, dan bila sehat dan sadar. Bila diimplementasikan maka dapat membahayakan nyawa manusia yang sakit dan petugas. Gunakan akal sehat," cuit Pandu.
Rakyat yg sedang dirawat di RS JANGANLAH dipaksa untuk memberikan suara. Pemberian suara itu sukarela, dan bila sehat dan sadar. Bila diimplementasikan maka dapat membahayakan nyawa manusia yang sakit dan petugas. Gunakan akal sehat.
— Juru Wabah (@drpriono1) December 3, 2020
Kritikan juga dilontarkan oleh akun Twitter @shi_hidayat. Sebagai orang yang bekerja di pelayanan kesehatan, ia meminta KPU mempertimbangkan kebijakan pasien positif menggunakan hak pilihnya.
Maaf, mohon dipertimbangkan kembali. Keselamatan tenaga kpu dan saksi, serta risiko kontaminasi surat suara dan kotak suara. Ingat, penularannya tidak hanya dengan droplet dan airborne, tapi juga dengan kontak pada bagian tubuh pasien yang sudah tercemar droplet semisal tangan.
— S Hidayat, MD, MPH (@shi_dayat) December 2, 2020
Menjawab kritikan ini, KPU berada pada posisi dilematis. Komisioner KPU RI, I Dewa Raka Sandi menyebut bahwa kebijakan ini semata-mata dilakukan demi memfasilitasi hak pilih setiap warga negara yang memenuhi syarat untuk menggunakan hak suaranya.
"KPU berpandangan bahwa hak pilih seseorang adalah hak konstitusional yang sangat mendasar. KPU berkomitmen untuk menjaga, melindungi, dan memfasilitasinya. Maka, diatur dalam PKPU bahwa KPPS terdekat akan memberikan pelayanan," kata Dewa, Jumat, 4 Desember.
Kata Dewa, jika KPU tidak memfasilitasi pemilih menggunakan hak pilihnya, dalam kontes pemilih tersebut sedang terinfeksi COVID-19, maka KPU akan melanggar peraturan perundang-undangan. KPU bisa digugat lewat jalur hukum.
"Upaya KPU adalah dengan sungguh sungguh menjaga dan melindungi hak pilih. Karena kalau kita terbukti sengaja menghilangkan hak pilih, ini juga ada konsekuensi hukumnya," ucap Dewa.
Teknis pelayanan pemilih positif COVID-19
Pelayanan penggunaan hak suara terhadap pemilih positif diatur dalam Pasal 72 dan 73 Peraturan KPU Nomor 6 Tahun 2020. Awalnya, petugas pemilihan bekerja sama dengan Satgas Penanganan COVID-19 setempat untuk melakukan pendataan pemilih paling lambat 1 hari sebelum hari pemungutan suara.
KPU kabupaten/kota memberikan formulir model A.5-KWK kepada pemilih sebagaimana dimaksud dalam huruf a paling lambat sehari sebelum hari pemungutan suara.
Kemudian, dua orang anggota KPPS yang berdekatan dengan rumah sakit dan rumah tempat isolasi mandiri membawa perlengkapan pemungutan suara ke rumah sakit di mana pemilih positif COVID-19 berada.
Kedatangan KPPS didampingi oleh pengawas dan saksi. KPPS yang bertugas mendatangi pemilih menggunakan alat pelindung diri lengkap beserta pakaian hazmat.