JAKARTA - Studi terbaru menyebut zat yang terkandung dalam kopi, kafeina dapat berpotensi mencegah COVID-19. Namun studi itu baru dalam tahap awal. Masih perlu penelitian lebih lanjut untuk membuktikannya.
Penelitian yang ditulis oleh Amin O. Elzupir dalam Journal of Biomulecular Structure and Dynamics terbit pada Oktober 2020. Dalam tulisannya, Elzupir meneliti bagaimana reaksi obat-obatan yang mengandung kafein atau yang disebut 3CPs, terhadap protease virus corona baru yang menempel pada sel manusia atau yang disebut 3CLpro.
Penelitian itu mengungkapkan 3CPs menunjukkan afinitas pengikatan yang baik kepada residu katalitik dari 3CLpro. Dengan kata lain ada potensi kandungan kafein yang biasa kita temukan dalam kopi berpotensi mencegah COVID-19 dengan menghambat protease virus corona baru.
Namun, penelitian itu masih berada pada tahap awal dan belum bisa sepenuhnya dipercaya. Pasalnya, penelitian ini baru sekadar hasil prediksi in silico. Apa itu studi in silico?
In silico merupakan sebuah studi yang mengandalkan simulasi komputer untuk menganalisa database dari senyawa kimia dan mengidentifikasi kandidat senyawa obat. Studi dengan teknik molekular docking ini biasanya digunakan untuk memprediksi bioaktivitas dari suatu senyawa sebelum dilakukannya analisa percobaan di laboratorium.
Metode ini memang acap kali digunakan untuk percobaan dalam mencari obat baru. Pasalnya salah satu keunggulannya adalah membutuhkan waktu yang cepat dan biaya yang lebih murah menurut Ruswanto dkk dalam Jurnal Kimia Valensi.
Belum sahih
Penulis jurnal tersebut, Elzupir, dalam tulisannya sendiri memberikan pernyataan bahwa studi itu masih memerlukan penelitian lebih mendalam. Pasalnya, prediksi yang hanya dilakukan oleh simulasi komputer tak cukup untuk memahami kompleksitas tubuh manusia.
Kata Elzupir, penggunaan kafein untuk pengobatan COVID-19 baru bisa direkomendasikan setelah melakukan validasi uji in vitro, in vivo dan uji klinis atau uji coba langsung kepada manusia. "Secara khusus, penggunaan kembali linagliptin, dan kafein direkomendasikan untuk pengobatan COVID-19 setelah validasi uji coba in vitro, in vivo dan uji klinis," tertulis.
Senada dengan itu, Dokter Emergency Gia Pratama yang turut membagikan penelitian tersebut lewat akun media sosial Twitter, juga mengatakan studi tersebut masih membutuhkan penelitian mendalam. "Masih perlu penelitian lebih lanjut. Memang menjanjikan, tapi tidak sekarang," kata Gia kepada VOI.
BACA JUGA:
Untuk memvalidasi penelitian tersebut diperlukan uji in vitro, in vivo, bahkan uji klinis. Seperti dikutip dari Jurnal Sain Veteriner, uji in vitro merupakan suatu metode uji pada media buatan. Sedangkan uji in vivo adalah metode eksperimen yang menggunakan keseluruhan organisme hidup seperti hewan maupun manusia.
Meski begitu, kandungan kafein pada kopi memang punya beragam manfaat. Misalnya saja untuk mulai dari menyehatkan selaput jantung dan pembuluh darah, mengurangi risiko diabetes, hingga disebut bisa menurunkan berat badan.