JAKARTA - Lebih dari seribu peneliti asal China meninggalkan Amerika Serikat (AS) di tengah tindakan keras AS terhadap dugaan pencurian teknologi. Hal tersebut disampaikan pejabat keamanan AS yang menambahkan bahwa China telah menargetkan pemerintahan Joe Biden yang akan datang.
Mengutip SCMP, Kamis, 3 Desember, Kepala Divisi Keamanan Nasional Departemen Kehakiman AS John Demers mengatakan dalam diskusi yang diselenggarakan oleh lembaga pemikir, Aspen Institute bahwa para peneliti telah meninggalkan negara itu. Departemen Kehakiman AS juga meluncurkan beberapa kasus kriminal terhadap operasi China untuk spionase industri dan teknologi.
Seorang pejabat Departemen Kehakiman mengatakan seribu peneliti China yang baru saja meninggalkan AS adalah kelompok berbeda dari yang disebutkan Departemen Luar Negeri pada September. Saat itu AS mencabut visa untuk lebih dari seribu warga negara China di bawah keputusan presiden yang menolak masuknya pelajar dan peneliti yang dianggap berisiko dari segi keamanan.
Pejabat itu mengatakan para peneliti yang dimaksud Demers, diyakini pihak yang berafiliasi dengan Tentara Pembebasan Rakyat China. Mereka melarikan diri dari AS setelah FBI melakukan wawancara di lebih dari 20 kota dan Departemen Luar Negeri menutup konsulat China di Houston pada Juli.
"Hanya China yang memiliki sumber daya dan kemampuan dan kemauan untuk terlibat dalam luasnya aktivitas pengaruh asing yang telah dilihat badan-badan AS dalam beberapa tahun terakhir," kata Demers.
China menarget pemerintahan Biden
William Evanina, kepala cabang kontra-intelijen dari kantor Direktur Intelijen Nasional AS mengatakan China telah menargetkan personel dari pemerintahan Joe Biden yang akan datang. Agen-agen China tersebut juga diketahui menargetkan orang-orang yang dekat dengan Tim Biden. Dia tidak menjelaskan lebih lanjut.
Mengutip The Washington Post, seorang ahli spionase China bernama James Mulvenon --yang meneliti sejauh mana infiltrasi China di lembaga penelitian AS-- mengatakan FBI sejak Juni telah mewawancarai 50 hingga 60 peneliti yang diyakini berafiliasi dengan Tentara Pembebasan Rakyat China yang berada di sekitar 20 kota. Setelah pemerintah China mengetahui minat FBI pada individu-individu ini, diplomat China dengan cepat memperingatkan para peneliti tentang penyelidikan FBI dan mendesak mereka untuk membersihkan perangkat elektronik dan obrolan media sosial.
Mulvenon mengaku tak yakin ada seribu peneliti aktif yang terkait dengan Tentara Pembebasan Rakyat China di AS. Tetapi Mulvenon mengatakan mungkin saja banyak peneliti yang berafiliasi dengan lembaga negara dan universitas selama setahun terakhir karena khawatir mereka akan kehilangan beasiswa.
BACA JUGA:
Holden Triplett, mantan atase hukum FBI di Beijing mengatakan keanggotaan aktif Tentara Pembebasan Rakyat China bukanlah poin terpenting. "Para pelajar atau peneliti ini semuanya rentan terhadap eksploitasi pemerintah, berafiliasi dengan Tentara China atau tidak," katanya.
"Apakah mereka datang ke sini dengan maksud untuk memata-matai atau tidak, mereka dapat ditekan untuk melakukannya."
Sementara itu, tim transisi Biden menolak berkomentar. Tim Biden mengatakan selama musim panas bahwa pihaknya memperkirakan akan ada serangan dunia maya dan bersiap untuk menghadapi masalah tersebut. Evanina mengatakan peneliti China di AS yang berada di bawah pengawasan badan-badan AS "semua datang ke sini atas perintah pemerintah China."
China menggambarkan tindakan keras visa pada awal 2020 sebagai penganiayaan politik dan diskriminasi rasial yang secara serius melanggar hak asasi manusia. Hubungan China-AS yang buruk semakin parah beberapa dekade terakhir selama masa jabatan Presiden AS Donald Trump. Perselisihan mendidih atas masalah-masalah dari perdagangan dan teknologi hingga Hong Kong dan COVID-19.