JAKARTA - Komunikasi partai politik (Parpol) menjelang Pemilu 2024 semakin intens. Sebab, bila mengacu ketentuan presidential threshold, pasangan Capres dan Cawapres 2024hanya bisa diusulkan oleh Parpol atau gabungan Parpol peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR.
Pemilik kursi di DPR saat ini dikuasai oleh 8 Parpol, yakni:
- PDIP 128 kursi (22,3 persen)
- Golkar 85 kursi (14,8 persen)
- Gerindra 78 kursi (13,6 persen)
- Nasdem 59 kursi (10,3 persen)
- PKB 58 kursi (10,1 persen)
- Demokrat 54 kursi (9,4 persen)
- PKS 50 kursi (8,7 persen)
- PAN 44 kursi (7,6 persen)
- PPP 19 kursi (3,3 persen)
Partai Golkar bersama PAN dan PPP sudah berkomitmen membentuk Koalisi Indonesia Bersatu (KIB). Namun, hingga saat ini, KIB belum mendeklarasikan sosok Capres dan Cawapres yang akan diusung dalam Pemilu 2024.
Sama halnya dengan Partai Gerindra dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Meski sudah mendeklarasikan koalisi Pemilu 2024 pada 13 Agustus lalu, kedua partai ini pun belum memutuskan Capres dan Cawapresnya.
Partai Nasdem mengambil langkah berbeda. Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh mengambil langkah lebih dahulu dengan mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai Capres pada Pemilu 2024.
"Pilihan Capres Nasdem adalah yang terbaik daripada yang terbaik. Inilah akhir Nasdem memberikan seorang sosok Anies Baswedan," ujar Surya Paloh di Nasdem Tower, Gondangdia, Jakarta Pusat pada 3 Oktober 2022.
Partai Demokrat dan PKS kemungkinan besar akan merapat ke Nasdem. Menurut Sekretaris Majelis Tinggi Partai Demokrat, Andi Mallarangeng perkembangan komunikasi antara Demokrat dengan Nasdem dan PKS sudah mencapai 90 persen mendekati koalisi.
Partai penguasa saat ini, PDI Perjuangan masih melihat situasi dan kondisi politik yang terus berkembang. Partai berlambang banteng moncong putih ini belum memutuskan akan mengusung Ganjar Pranowo atau Puan Maharani sebagai Capresnya.
“Elektabilitas Ganjar di sejumlah lembaga survei pun jauh di atas Puan. Kalau lebih mengedepankan rasionalitas, ya pasti Ganjar. Apalagi, jejak rekamnya selama ini cukup baik dan berpengalaman,” kata Mohamad Grandy dari Poldata Indonesia Konsultan kepada VOI beberapa waktu lalu.
Simulasi Capres-Cawapres Terpopuler
Dalam survey terbarunya, Lembaga Survey Indonesia (LSI) Denny JA membuat tiga simulasi pasangan Capres-Cawapres paling populer.
“Pertanyaan yang diajukan dalam simulasi pertama adalah pasangan Capres dan Cawapres mana yang paling Ibu/Bapak sukai?” kata Adjie Alfaraby pembicara LSI Denny JA dalam zoom meeting, Senin (10/10).
Hasilnya:
Ganjar-Airlangga 24,9 persen
Prabowo-Anies 14,8 persen
Anies-AHY 13,4 persen
Prabowo-Sandi 11,5 persen
Anies-Airlangga 4,5 persen
Prabowo-Puan 3,4 persen
Prabowo-Cak Imin 2,3 persen
Puan-Anies 2,1 persen
Puan-Cak Imin 0,4 persen.
“Sebanyak 22,7 persen responden menjawab tidak tahu atau tidak mau menjawab,” tambah Adjie.
Simulasi kedua, lanjut Adjie, jika pemilihan presiden dan wakil presiden dilaksanakan pada hari ini, dari ketiga pasangan Capres dan Cawapres, siapakah yang akan Ibu/Bapak pilih?
Hasilnya:
Ganjar-Airlangga 31,1 persen
Prabowo-Cak Imin 29,6 persen
Anies-Puan 14,1 persen
“Sementara, 25,2 persen tidak mengetahui atau tidak mau menjawab,” ucap Adjie.
Simulasi ketiga, jika pemilihan presiden dan wakil presiden dilaksanakan pada hari ini, dari ketiga pasangan Capres dan Cawapres, siapakah yang akan Ibu/Bapak pilih?
Hasilnya:
Ganjar-Airlangga 30 persen
Prabowo-Puan 23,9 persen
Anies-AHY 22,8 persen
Skenario pasangan Ganjar-Airlangga, kata Adjie, hanya terwujud bila PDI Perjuangan berkoalisi dengan KIB. Bila terjadi kemungkinan besar keduanya akan mencalonkan Ganjar dan Airlangga sebagai Capres-Cawapres. Sebab, efek domino yang ditimbulkan akan lebih bisa mengangkat suara partai.
Itulah mengapa, untuk PDI Perjuangan, mengusung Capres lebih baik ketimbang mengusulkan nama untuk cawapres.
“Bila berhasil memenangkan Pemilu, PDI Perjuangan akan lebih powerful. Ganjar menjadi Presiden, Puan bisa menjadi Ketua Umum PDI Perjuangan dan Ketua DPR 2024-2029,” tutur Adjie.
Namun, bila PDI Perjuangan lebih mengusung Puan Maharani menjadi Capres, koalisi bersama KIB kemungkinan akan lebih sulit terjadi. Airlangga kemungkinan akan bergeser ke Prabowo atau Anies.
“Apalagi, bila elektabilitas keduanya semakin melejit jelang pendaftaran Pilpres 2024. Begitupun untuk Airlangga, kalau elektabilitasnya nanti lebih melejit melebihi Ganjar, Prabowo, dan Anies, dia pun kemungkinan tidak akan menjadi Cawapres,” lanjut Adjie.
Ketika VOI bertanya terkait nama Jenderal Andika Perkasa yang tidak masuk dalam survey LSI Denny JA, Adjie menjawab, “Analisa kami di LSI melampau teman-teman yang lain, kita tidak lagi bicara soal elektabilitas masing-masing Capres tapi sudah masuk ke pasangan Capres dan Cawapres yang paling mungkin.”
“Kita lihat dari arah komunikasi politik, dinamika antar partai politik, maka inilah tiga pasangan (simulasi 3) yang paling mungkin saat ini untuk maju sebagai Capres dan Cawapres pada Pemilu 2024,” lanjut Adjie.
Sumber Suara
Segmentasi pemilih pasangan Ganjar-Airlangga berasal dari pemilih PDI Perjuangan 59,9 persen, Golkar 37,1 persen, PKB 21,7 persen, dan PAN 41,2 persen.
Sedangkan pasangan Prabowo-Puan, terbesar berasal dari pemilih Gerindra 51,3 persen.
“Persentase pemilih PDI Perjuangan yang menjagokan Prabowo-Puan juga hanya 21,6 persen, dan pemilih PKB hanya 13 persen,” tulis laporan LSI Denny JA.
Sementara, pemilih pasangan Anies-AHY berasal dari pemilih PKS 48,5 persen, pemilih Partai Demokrat 48,8 persen, dan pemilih Partai Nasdem 32,3 persen. Mayoritas pemilih PPP sekitar 55,6 persen juga beralih ke pasangan Anies-AHY
“Walaupun kecenderungan PPP koalisinya masih lebih kuat ke KIB, namun pemilih partainya lebih banyak mendukung pasangan Anies-AHY. Memang ini juga karena faktor karakter pemilih PPP yang cenderung dekat dengan Anies Baswedan dibanding dua pasang yang lain,”
Lalu, sebanyak 42,1 persen pemilih pasangan Jokowi-Ma’ruf Amin pada Pemilu sebelumnya juga akan mendukung Ganjar Airlangga. Hanya 18,2 persen yang beralih ke Prabowo-Puan dan 15,5 persen ke Anies-AHY.
Sedangkan pemilih pasangan Prabowo-Sandiaga pada Pemilu sebelumnya terpecah. Sebanyak 38,6 persen memilih Prabowo-Puan, 34,8 persen memilih Anies-AHY, dan hanya 14,6 persen yang memilih Ganjar-Airlangga.
Bila melihat dari faktor pendidikan, pemilih pasangan Ganjar-Airlangga adalah tamatan SD 30,2 persen, tamatan SMP 36 persen. Pemilih terbesar Prabowo-Puan adalah tamatan SD 26,3 persen dan tamatan SMA 27,4 persen.
Sedangkan pemilih Anies-AHY terbesar berasal dari kalangan intelektual sebesar 45,7 persen dan tamatan SMA 25,3 persen.
Survei ini, kata Adjie, memang dilakukan sebelum deklarasi Partai Nasdem terhadap Anies. Namun, bila melihat data, pemilih Nasdem memang sejak awal sebelum deklarasi lebih banyak yang memilih pasangan Anies-AHY dibanding dua pasangan lain.
Data dan analisa berdasar dari survei nasional pada 11-20 September 2022 dan riset kualitatif. Survei menggunakan 1.200 responden di 34 Provinsi di Indonesia. Dilakukan dengan teknik wawancara tatap muka dengan margin error hingga 2,9 persen.
Adapun riset kualitatif dilakukan dengan analis media, Focus Group Discussion (FGD), dan indepth interview.
Mohamad Grandy dari Poldata Indonesia Konsultan mengatakan ada dua permasalahan yang sangat krusial di Indonesia. Pertama, terkait masalah perekonomian di mana harga-harga terus melambung.
Kedua, permasalahan hukum. Tingkat kepercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum semakin menurun drastis akibat banyaknya skandal yang melibatkan institusi penegak hukum. Seperti, kasus Ferdy Sambo, konsorsium 303, hingga kasus suap hakim agung.
“Itulah mengapa, figur Presiden Indonesia pada 2024 haruslah orang yang mampu membenahi permasalahan-permasalahan tersebut,” katanya kepada VOI, Senin (10/10).
Pakar komunikasi dari Uhamka, Said Romadlan pun berpendapat figur Presiden Indonesia 2024 adalah sosok yang bisa independen.
“Dalam arti tidak disetir oleh partai atau kelompok tertentu. Tujuannya, jelas memberikan yang terbaik untuk rakyat sesuai amanat UUD 1945. Presiden kan bukan petugas partai,” katanya kepada VOI, Senin (10/10).
Presiden juga harus memihak rakyat dan kelompok-kelompok marginal. Serta, berani membuat keputusan.
“Bukan semata untuk pencitraan atau popularitas. Namun, sungguh-sungguh memiliki niat tulus menjadikan Indonesia sebagai negara yang besar,” imbuhnya.