Bagikan:

JAKARTA - Sejak September lalu Denmark telah mengumumkan temuan mutasi virus SARS-CoV-2. Mamalia kecil cerpelai disebut-sebut telah menjadi inang dari virus penyebab COVID-19. Haruskah kita khawatir?

Denmark telah memusnahkan 17 juta cerpelai dalam dua bulan belakangan setelah selusin orang terinfeksi bentuk COVID-19 yang bermutasi di Jutlandia Utara. Ini bukan kali pertama cerpelai terdeteksi membawa virus dan menularkannya ke manusia.

Pada April 2020, seorang pekerja peternakan cerpelai di Belanda didiagnosis dengan COVID-19. Pendalaman medis mendapati bahwa penularan dari manusia ke cerpelai dan sebaliknya benar-benar dapat terjadi.

Beberapa bulan kemudian, infeksi cerpelai juga dilaporkan di Italia, Spanyol, Swedia, dan Amerika Serikat (AS). Namun, virus yang ditemukan di Denmark berbeda. Para peneliti menemukan virus telah bermutasi.

Hal itu menunjukkan bahwa ketika perusahaan farmasi tengah berada di ambang vaksin, strain baru virus tengah berkembang. Artinya, jika Anda telah divaksin dan kebal terhadap satu jenis COVID-19, Anda masih mungkin tertular jenis COVID-19 lain yang bermutasi pada spesies berbeda.

Apa kabar baiknya?

Cerpelai (Jo Anne McArthur/Unsplash)

Meski strain baru telah bermutasi, para ilmuwan belum tahu apakah virus itu lebih mematikan atau tidak. ECDC memang telah memberi petunjuk bahwa meskipun jenisnya berbeda, secara genetik pasien yang terinfeksi varian 'COVID-19 cerpelai' tidak memiliki gejala yang lebih buruk dari COVID-19 pada umumnya.

Begitu pun dengan ekosistem perkembangan virusnya. Peternakan cerpelai adalah sektor yang relatif kecil dari industri pertanian global. Itu juga berarti kemungkinan penularan lintas perbatasan massal agaknya tak akan terjadi.

Dalam kesimpulannya, ECDC mengatakan risiko keseluruhan terhadap kesehatan manusia pada populasi umum rendah. Sementara, bagi mereka yang bekerja di peternakan cerpelai, risikonya tergolong sedang.

Kabar buruknya?

Kabar buruknya, varian cerpelai telah menimbulkan kekhawatiran karena pengaruhnya terhadap antigenisitas, yang berarti kapasitas untuk menginduksi respons imun. Karena kerja vaksin adalah tentang mendorong kekebalan, kekhawatirannya adalah bahwa vaksin COVID-19 tidak akan melindungi dari jenis virus ini.

Dikutip Euronews.com, skenario kasus terburuk adalah bahwa beberapa galur baru berkembang dari hewan ke manusia dan penularan dari manusia ke hewan. Secara teori, memerlukan banyak vaksin.

Dan mengingat seberapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mengembangkan vaksin, kekhawatirannya adalah COVID-19 terus bermutasi dan tidak pernah hilang. Tetapi saat ini tidak ada bukti bahwa jenis baru ini kurang rentan terhadap vaksin yang sedang dikembangkan.