JAKARTA - Otoritas Palestina mengumumkan bahwa mereka akan memulihkan hubungan dengan Israel. Gejolak pun terjadi. Rencana normalisasi hubungan tersebut mendapat penolakan faksi yang meluas di Palestina dan menuduh otoritas merusak upaya rekonsiliasi internal.
Mei lalu, Presiden Palestina Mahmoud Abbas memutus koordinasi dengan Israel termasuk pada sektor keamanan. Aksi itu adalah tanggapan Palestina atas rencana Israel untuk mencaplok 30 persen wilayah Tepi Barat.
Lalu, tiba-tiba saja pada Selasa malam 17 November, Menteri Urusan Sipil Palestina Hussein Al-Sheikh membuat sebuah pengumuman mencengangkan lewat akun Twitternya. Isi pengumuman itu adalah keputusan untuk memulihkan hubungan dengan Israel.
Mengutip Arab News Kamis 19 November, Al-Sheikh berharap hubungan Palestina-Israel segera kembali seperti sebelum Abbas memutuskan koordinasi pada Mei lalu. Alasannya, Al-Sheikh mengaku telah mengonfirmasi bahwa Israel akan mematuhi perjanjian yang ditandatangani.
Seperti disiarkan saluran televisi resmi Palestina, Al-Sheikh mengatakan Otoritas Palestina baru-baru ini mengirim surat remsi kepada Israel. Surat itu berisi pertanyaan tentang komitmen mereka terhadap perjanjian yang ditandatangani dengan Organisasi Pembebasan Palestina. Pada Selasa 17 November, Al-Sheikh menerima tanggapan tertulis yang menyatakan komitmen Israel terhadap perjanjian tersebut.
"Pengakuan dari perjanjian yang ditandatangani berarti bahwa 'Kesepakatan Abad Ini' (Presiden AS Donald Trump) tidak lagi di atas meja,” kata Al-Sheikh, yang juga menggambarkan ini sebagai "kemenangan besar dan buah dari ketabahan rakyat Palestina dan kepemimpinan mereka."
Namun, para pengamat mempertanyakan waktu pengumuman Otoritas Palestina yang tidak terduga. Pengumuman hubungan dengan Israel bertepatan dengan pembicaraan antara Fatah dan Hamas di Kairo ketika dua faksi politik utama Palestina berusaha untuk merundingkan jalan masa depan. Hamas mengeluarkan pernyataan yang menggambarkan keputusan Otoritas Palestina sebagai "tikaman di belakang" untuk proses ini.
Seorang analis politik yang dekat dengan Hamas, Ibrahim Al-Madhoun, mengatakan bahwa pengumuman perbaikan hubungan Palestina-Israel memang telah diperkirakan. Tetapi cara Otoritas Palestina mengumumkan kabar tersebut dinilai mengabaikan rakyat Palestina.
Sementara pihak lain memerhatikan bahwa tanggapan Israel terhadap Otoritas Palestina ditandatangani oleh "koordinator Kegiatan Pemerintah di Wilayah" Kamil Abu Rukun, bukan Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu.
Aneksasi Israel di Tepi Barat
Aneksasi ditunda pada Agustus, ketika Uni Emirat Arab (UEA) setuju untuk menormalisasi hubungannya dengan Israel. Namun Netanyahu menegaskan bahwa jeda itu hanya sementara.
Bahrain dan Sudan mengikuti lalu mengikuti langah UEA untuk normalisasi hubungan dengan Israel. Kedua negara menuntut penarikan Israel dari wilayah yang sudah diduduki secara ilegal dan penerimaan kenegaraan Palestina sebagai imbalan untuk hubungan normal tersebut. Palestina mengecam perjanjian ini sebagai "tikaman dari belakang" dan pengkhianatan atas tujuan mereka.
BACA JUGA:
Kantor Netanyahu mengatakan bahwa Netanyahu telah melakukan "percakapan hangat" dengan pemenang Pilpres AS, Joe Biden. Dua minggu setelah hari pemilihan, Trump belum mengakui kekalahan, terus mengulangi klaim penipuan Pemilu AS tanpa bukti.