Bagikan:

JAKARTA - Satuan Tugas (Satgas) COVID-19 mengatakan sedang menunggu Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan perkembangan karakteristik dari Deltacron secara lebih lanjut.

“Penamaan varian ini belum ditetapkan oleh WHO sampai saat ini data terkait karakteristik varian tersebut masih sangat terbatas,” kata Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito dalam Konferensi Pers Perkembangan Penanganan COVID-19 di Indonesia per 15 Maret 2022 yang diikuti secara daring di Jakarta, dilansir Antara, Selasa, 15 Maret.

Ia menuturkan dalam pengarahan media yang diadakan pada 10 Maret 2022, hasil pertemuan yang diadakan oleh WHO dengan para pakar virus di seluruh dunia menyatakan bila dampak varian Deltacron terhadap indikator epidemiologi maupun tingkat keparahan gejalanya belum bisa dipastikan.

Perlu penelitian lebih lanjut mengenai varian baru yang merupakan kombinasi dari varian Delta dan Omicron tersebut.

Walaupun masih dalam pantauan, ia meminta kepada seluruh masyarakat untuk tidak khawatir pada Deltacron dan tetap disiplin menerapkan protokol kesehatan juga segera melengkapi dosis vaksinasi sembari menunggu WHO mengumumkan hasil penelitian lebih lanjut.

Selama virus masih beredar dalam tingkat penularan yang tinggi, proses terjadinya mutasi virus akan semakin besar. Perubahan virus itu dapat terjadi melalui berbagai mekanisme salah satunya dengan melakukan rekombinasi.

“Rekombinasi virus bukanlah hal baru dan sudah banyak terjadi pada berbagai virus lainnya. Untuk itu, demi menghindari masuknya varian baru maupun pembentukan varian baru di dalam negeri, jangan sampai kita memberi ruang bagi virus untuk menular sama sekali di masa adaptasi ini,” ucap Wiku.

Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi mengatakan pemerintah masih memantau perkembangan varian Deltacron yang telah terdeteksi di beberapa negara di Eropa dan merupakan gabungan mutasi Delta dan Omicron.

"Ini masih dimonitor perkembangannya. Karena belum ada bukti terkait peningkatan penularan, keparahan dan lainnya," kata dia.

Sebelumnya, para ilmuwan telah mengonfirmasi keberadaan varian COVID-19 baru yang menggabungkan mutasi dari varian Omicron dan Delta dengan kasus yang dilaporkan di beberapa negara Eropa.

Varian itu, yang dijuluki "Deltacron," dikonfirmasi melalui pengurutan genom yang dilakukan para ilmuwan di IHU Mediterranee Infection di Maseille, Prancis. Varian itu telah terdeteksi di beberapa wilayah Prancis.

Kasus varian Deltacron juga ditemukan di Denmark dan Belanda, menurut basis data internasional Global Initiative on Sharing All Influenza Data (GISAID). Secara terpisah dua kasus teridentifikasi di Amerika Serikat dan dilaporkan 30 kasus teridentifikasi di Inggris.

Varian tersebut adalah hibrida yang muncul lewat proses yang disebut rekombinasi, di mana dua varian virus menginfeksi individu secara bersamaan mengakibatkan bertukar materi genetik dan menciptakan varian baru.