Perbedaan Penetapan Hari Raya Idulftri: Sudah Waktunya Pemerintah Memilih Kriteria Tunggal
Ilustrasi melihat hilal di Jakarta. (Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Pimpinan Pusat Muhammadiyah melalui Sekretaris PP Muhammdiyah Agung Sudarto telah menetapkan Idulfitri 1 Syawal 1443 H, pada Minggu 1 Mei 2022. Keputusan itu didasarkan pada kajian yang dilakukan Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammdiyah.

PP Muhammdiyah lalu mengimbau agar pelaksanaan shalat Ied tetap dilaksanakan dengan dengan memperhatikan protokol kesehatan. Diantaranya agar selalu memakai masker ketika melakukan kegiatan seperti takbiran dan zakat fitrah seperti dikutip dari Antara, 25 April.

Sementara itu dalam siaran persnya yang dikutip dari kemenag.go.id pada 25 April, Kementerian Agama baru akan menggelar Sidang Isbat (penetapan) 1 Syawal 1443 H, Minggu petang 1 Mei di Auditorium HM Rasjidi Kementerian Agama. Sidang Isbat ini akan didahului proses pengamatan hilal yang dilakukan di 99 titik lokasi di seluruh Indonesia.

Kamaruddin Amin, Dirjen Bimas Islam Kemenag menyatakan secara hisab posisi hilal di Indonesia pada saat Sidang Isbat awal Syawal 1443 H nantinya, telah memenuhi kriteria baru yang ditetapkan MABIMS (Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia dan Singapura).

Pengamatan hilal awal Syawal 1443 H dilakukan di 99 titik lokasi di Indonesia. (Antara)

“Di Indonesia, pada 29 Ramadan 1443 H nanti, akan bertepatan dengan 1 Mei 2022 dan tinggi hilal antara 4 derajat 0,59 menit sampai 5 derajat 33,57 menit dengan sudut elongasi antara 4,89 derajat sampai 6,4 derajat,” tambah Kamaruddin.

MABIMS saat ini dengan kriteria baru, imkanur rukyat memenuhi syarat bila posisi hilal mencapai ketinggian 3 derajat dengan sudut elongasi 6,4 derajat. Kriteria ini merupakan pembaruan dari kriteria sebelumnya, yaitu 2 derajat dengan sudut elonasi 3 derajat yang mendapatkan masukan dan kritik.

Pemerintah Indonesia menyelenggarakan Sidang Isbat dengan menggunakan dua metode yaitu metode hisab dan rukyat. Untuk posisi hilal Syawal akan dipresentasikan oleh Tim Unifikasi Kalender Hijriyah yang kemudian menunggu rukyat dari seluruh Indonesia.

"Rukyat dipakai sebagai konfirmasi terhadap hisab dan kriteria yang digunakan. Kedua hal, yaitu hisab dan konfirmasi pelaksanaan rukyatul hilal akan dimusyawarahkan dalam sidang isbat untuk selanjutnya diambil keputusan awal Syawal 1443 H," katanya.

Hisab dan Rukyat

Perbedaan perhitungan ataupun kesepakatan dalam memasuki bulan baru pernah terjadi pada tahun 1985, 1992, 1998, 2002, dan 2006.

Pada tahun 1992 tercatat adanya perbedaan Idulfitri 1412 H antara Pemerintah Indonesia dan Muhammdiyah yang memakai metode hisab, atau perhitungan yang menetapkan Idulfitri pada Minggu 5 April 1992.

Sedangkan Nahdlatul Ulama (NU) dengan menggunakan rukyat atau pengamatan langsung dan menetapkan satu hari lebih awal yaitu Sabtu 4 April 1992.

Pada masa Orde Baru berbeda dengan pemerintah adalah terlarang, dapat dianggap perlawanan terhadap penguasa. Hingga perayaan Idulfitri seringkali dilaksanakan secara sembunyi-sembunyi.

Dalam jurnal Istinbath, Ahmad Adib Rofiudin pada Desember 2019 menulis bahwa perbedaan penetapan Idulfitri telah terjadi sejak 1985 atau 1405 H. Saat itu NU merayakan Idulfitri pada 19 Juni tapi Muhammadiyah dan pemerintah satu hari sesudahnya atau 20 Juni seperti dikutip dari falakiyah.nu.or.id.

Ilustrasi sholat Idulfitri. (Antara)

Termasuk yang paling banyak di bicarakan adalah perayaan Idulfitri 2011(1432 H). Saat itu Muhammadiyah menetapkan pada 30 Agustus 2011. Namun pemerintah pada 31 Agustus 2011.

Puncak kehebohan karena pada 30-31 Agustus adalah libur Lebaran pemerintah hari pertama dan kedua. Menyebabkan libur pertama Lebaran terjadi pada tanggal 30 Ramadan vs kalender pemerintah bukan lagi 1 Syawal.

Ibu-ibu yang telah menyiapkan hidangan Lebaran pun kecewa, karena masakan dipersiapkan untuk tanggal 30 Agustus namun pemerintah menetapkan satu hari sesudahnya.

Pemerintah dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun, melakukan beberapa cara dalam penetapan awal Ramadan dan Idulfitri agar dapat diterima semua pihak. Namun masih terdapat perbedaan kriteria penentuan awal bulan syawal antara pemerintah dengan ormas Islam.

NU dan Muhammadiyah masing-masing mempunyai pedoman dalam menentukan awal bulan kalender Hijriah. Menurut NU keseluruhan awal bulan ditentukan oleh terlihat atau tidaknya hilal. Oleh karena itu rukyatul hilal atau observasi digelar pada awal bulan. Sedangkan menurut Muhammdiyah ditetapkan dengan cara hisab berdasarkan kriteria tertentu.

Sidang Isbat

Pada masa sekarang peran dalam menetapkan awal Ramadan dan Idulfitri, perannya telah di ambil oleh pemerintah. Mengingat Indonesia sebagai negara muslim terbesar di dunia.

Pada 16 Agustus 1972, Kementerian Agama mengeluarkan surat no.76 tahun 1972 mengenai Pembentukan Badan Hisab dan Rukyat (BHR) Departemen Agama RI. Lembaga ini di bawah naungan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dengan anggota pemerintah, ahli astronomi, dan ulama.

Dengan berpedoman pada hisab dan rukyatul hilal. BHR melaksanakan Sidang Isbat. Isbat secara harfiah dapat diartikan sebagai penyuguhan, penetapan, dan penentuan.

Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas (tengah) didampingi Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Sa'adi (kanan) dan Ketua Komisi VIII DPR Yandri Susanto (kiri) memberikan keterangan seusai sidang Isbat penentuan awal bulan Syawal 1442 H di Kantor Kemenag pada 11 Mei 2011. (Antara)

Sidang Isbat dilaksanakan secara tertutup, dengan melibatkan Kementerian Agama, MUI, organisasi Islam seperti NU dan Muhammdiyah. Setelah penetapkan Ramadan, Syawal dan Djuhijjah menghasilkan keputusan secara bersama, konferensi pers digelar untuk mengumumkan hasilnya kepada masyarakat seperti dikutip dari laman kemenag.go.id.

Adanya perbedaan perayaan Idulfitri pada masa sekarang tidak lagi dianggap sebagai hal yang aneh. Media massa justru menjadikan hal ini sebagai santapan berita yang menarik.