Bagikan:

JAKARTA - Pidato Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Sidang Majelis Umum ke-75 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) disorot banyak warganet. Di antaranya, musisi Ananda Sukarlan dan Addie M.S. Keduanya menyebut Jokowi pantas menjadi Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBB karena pidatonya. Sayang, respons dukungan warganet tak berdasar.

Dalam pidatonya, Jokowi menyoroti konflik internasional hingga penanganan COVID-19. Ananda Sukarlan, lewat akun @anandasukarlan berkicau: Pidato pakde @jokowi di Sidang Umum PBB keren banget. Berani, lugas, tegas, akurat. Jokowi for next Sekjen PBB!.

Selain Ananda, musisi Addie MS juga berkicau, mendorong Jokowi jadi Sekjen PBB. Kicauan keduanya ramai jadi narasi utama isu ini. Bahkan, frasa "Sekjen PBB" sempat bertengger di trending topic Twitter Indonesia. Warganet menanggapi macam-macam. Ada pro dan kontra.

Dalam pidatonya, Jokowi mengkritik PBB yang belum mampu mewujudkan perdamaian dunia sejati meski telah berdiri sejak 75 tahun lalu. Jokowi memaparkan konflik yang masih terjadi di berbagai belahan dunia. Selain itu, Jokowi juga menyoroti kemiskinan dan kelaparan. Jokowi memandang prinsip-prinsip piagam PBB dan hukum internasional kerap tidak diindahkan, termasuk penghormatan terhadap kedaulatan dan integritas wilayah.

"Jika perpecahan dan rivalitas terus terjadi, maka saya khawatir pijakan bagi stabilitas dan perdamaian yang Lestari akan goyah atau bahkan akan sirna. Dunia yang damai stabil dan sejahtera semakin sulit diwujudkan," kata Jokowi.

Jokowi juga meminta PBB berbenah diri, melakukan reformasi, revitalisasi, dan efisiensi. Menurut Jokowi PBB harus dapat membuktikan multilateralism delivers, termasuk dalam momen-momen terjadinya krisis.

"PBB itu bukanlah sekedar sebuah gedung di kota New York, tapi sebuah cita-cita dan komitmen bersama seluruh bangsa untuk mencapai perdamaian dunia dan kesejahteraan bagi generasi penerus," Jokowi.

Terkait situasi pandemi, Jokowi meminta PBB menjamin semua negara mendapat akses setara untuk stok vaksin COVID-19. "Kita harus bekerja sama untuk memastikan bahwa semua negara mendapatkan akses setara terhadap vaksin yang aman dan dengan harga terjangkau untuk jangka panjang."

Sah bagi warganet. Yang jelas, guru besar hukum internasional dari Universitas Indonesia (UI), Hikmahanto Juwana menyampaikan pandangan logisnya, bahwa pidato tak cukup sebagai modal seseorang menjadi Sekjen PBB.

"Tidak cukup cuma pidato doang. Kalau pidato dalam Sidang Umum PBB, memang biasanya isinya yang bagus-bagus. Tapi tidak kemudian yang berpidato harus jadi Sekjen PBB," tutur Hikmahanto, kepada VOI, Jumat, 25 September.

Kenapa tak tepat

Menurut Hikmahanto, seorang Sekjen PBB harus memahami birokrasi sebuah organisasi internasional. Alasan pertama kenapa Jokowi bukan orang yang tepat. Hikmahanto mengingatkan, pidato di Sidang Umum PBB kemarin adalah perdana sejak Jokowi memimpin Indonesia sejak periode pertamanya. Wawasan Jokowi meragukan.

"Biasanya kan Sidang Umum PBB setiap tahun selama ini dihadiri oleh Pak JK (Wakil Presiden RI ke-12) atau Ibu Menteri Luar Negeri (Retno Marsudi)," ungkap Hikmahanto.

Hikmahanto lalu menjelaskan mekanisme seseorang yang bisa dinobatkan menjadi Sekjen PBB. Pertama, Sekjen PBB dipilih secara bergiliran setiap benua. Kemudian, dalam pemilihan calon Sekjen PBB, Anggota Dewan Keamanan PBB yang memiliki hak veto akan menyaring satu tokoh dari beberapa kandidat. Tentunya, dengan berbagai pertimbangan.

"Sistemnya bergantian, mulai dari tokoh yang berada di benua Asia, Afrika, Amerika, Australia, dan Eropa," ucap Hikmahanto.

"Pertimbangannya, seberapa dikenal secara internasional, apakah hardworkingnya bagus. Kemudian, apakah pernah punya pengalaman menjadi administrator untuk organisasi internasional," tambahnya.

Melihat sepak terjang Jokowi selama ini, Hikmahanto menyimpulkan bahwa kemungkinan Jokowi menjadi Sekjen PBB terbilang kecil. "Soal itu, memang tergantung dari Pak Presiden, sih. Kalau dia memang passionnya bergelut di dunia internasional, ya pantas. Tapi, saya lihat presiden passionnya enggak di situ," imbuhnya.