Kerugian Nasabah Akibat Investasi Bodong Mencapai Rp117,5 Triliun: Budaya Bertanya Perlu Lebih Ditumbuhkan, Itu Tugas OJK
Ilustrasi berinvestasi melalui secara daring. Masyarakat wajib mencari informasi sedetail mungkin agar tidak terjebak investasi bodong. (Foto: Unsplash)

Bagikan:

JAKARTA - Kasus investasi bodong lewat platform binary option seperti Binomo sedang viral di media sosial TikTok. Berbagai pihak yang mengaku sebagai korban muncul dan mulai menuntut pertanggungjawaban terutama dari para affiliator yang terlibat dalam mempromosikan platform Binomo sebagai platform trading.

Padahal Binomo dan sejenisnya merupakan meja kasino daring.Korban dari investasi bodong Binomo dkk pun berasal dari berbagai kalangan tak mengenal usia. Nasib mereka begitu miris bahkan beberapa sampai terlibat tindakan kriminal.

Your money your responsibility. Pernahkah mendengar kalimat tersebut? Jika diterjemahkan, setiap individu harus bertanggung jawab atas setiap harta yang dititipkan kepadanya.

Penawaran berbagai macam investasi semakin marak, baik melalui internet maupun media sosial. Tidak ketinggalan, ajakan dari mulut ke mulut. Ada ajakan investasi yang benar, tidak sedikit pula yang menyesatkan. Investasi bodong masih banyak ditemui dan masyarakat tertipu dengan iming-iming untung besar dan cepat. Apalagi dalam perkembangan era digital semakin banyak oknum tak bertanggung jawab yang menawarkan investasi dengan mudah melalui platform media sosial.

Ilustrasi bitcoin. (Foto: Vitaly Mazur/Unsplash)

Di lansir dari CNBC Indonesia, jumlah perusahaan investasi ilegal terus bertambah setiap tahunnya dengan memanfaatkan ketidaktahuan masyarakat. Jumlah total fintech peer to peer lending illegal yang telah ditangani Satgas Waspada Investasi sejak 2018 hingga Juni 2020 sebanyak 2591 entitas. Satgas juga menghentikan 99 kegiatan usaha yang diduga melakukan kegiatan usaha tanpa izin dari otoritas yang berwenang dan berpotensi merugikan masyarakat.

Di sisi lain, semakin banyak orang tertipu investasi bodong seperti ini dapat menandakan tiga hal. Literasi keuangan yang rendah, tidak ada kesadaran untuk mencari tahu sebelum memulai, dan masih terjebak iming–iming hasil yang instan. Perkembangan teknologi melahirkan instrumen baru dalam investasi. Kemunculan instrumen ini tidak dibarengi dengan kemampuan investor untuk memahaminya secara baik.

Ketua Satgas Waspada Investasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Tongam L. Tobing, mengatakan maraknya investasi bodong bisa dilihat dari dua sisi. Pertama, dari sisi penawaran investasi bodong karena kemajuan teknologi maka makin banyak cara mudah memasarkan penipuan ini dengan berbagai bentuk, baik media sosial, website, aplikasi. Kedua, permintaannya juga masih ada di masyarakat.

"Masih banyak masyarakat yang tergiur bunga imbal hasil tinggi langsung ikut, begitu di iming-iming langsung ikut, makanya perlu ditingkatkan literasi produk keuangan di masyarakat," jelas Tongam.

Investasi Bodong Tak Lekang Oleh Waktu

Investasi bodong itu tak lekang waktu. Dari zaman dulu hingga hari ini, investasi bodong masih saja menghantui masyarakat kita.

Dikutip dari pusat informasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kasus investasi bodong pernah terjadi pada 1968. Saat itu ada sebuah perusahaan yang mengumpulkan dana dari 6.000 orang dengan nilai total Rp900 juta. Dengan dalih uang itu jadi modal perusahaan konstruksi, manajemen perusahaan menjanjikan bunga 17,5 persen per tahun pada nasabah. Alih-alih memperolehnya, uang itu tak pernah diberikan.

Pada tahun 1992, kasus serupa juga terjadi. PT Suti Kelola, perusahaan yang bergerak dalam bidang penjualan perabot dan alat-alat rumah tangga secara kredit ini, menjanjikan pemberian bunga 44,5 persen per tahun dengan menyimpan uang di perusahaannya. Iming-iming itu berhasil menjaring lebih dari 4.000 nasabah dengan total uang Rp14 miliar. Namun terjadi lagi, pemiliknya kabur menggondol semua uang.

Ilustrasi penangkapan pelaku penipuan investasi bodong. (Foto: Antara) 

Tiga puluh tahun berselang, di tengah disrupsi dan digitalisasi berbagai aspek kehidupan, rupanya investasi bodong tetap mempertahankan eksistensinya. Mereka hanya berubah wujud. Dari yang dulu berupa penipuan tawaran investasi konvensional kini bersalin rupa dalam balutan teknologi, mendompleng berbagai instrumen investasi yang terdengar mutakhir bagi masyarakat. Ini seperti perdagangan opsi biner (binary option), robot trading ilegal, dan skema ponzi berkedok jual beli aset kripto.

Salah satu entitas opsi biner yang mencuri perhatian publik beberapa tahun terakhir adalah Binomo. Ini tak lain karena iklan tawaran ini menggunakan kalimat yang jelas tidak masuk akal dan sangat sering berseliweran di iklan selingan berbagai media sosial. Binomo sudah ditetapkan sebagai investasi ilegal oleh Satgas Waspada Investasi sejak 2019. Mereka tidak mengantongi izin usaha di Indonesia.

Kerugian Sampai Rp117 triliun

Satuan Tugas Waspada Investasi mencatat total kerugian nasabah akibat investasi bodong sejauh ini sampai pertengahan Februari 2022 mencapai Rp117,5 triliun. Kerugian berasal dari berbagai modus penipuan, mulai dari pinjaman daring ilegal, penipuan jual beli aset kripto ilegal, perdagangan mata uang asing bodong, multilevel marketing ilegal, hingga gadai ilegal.

Berdasar catatan Data Satuan Tugas (Satgas) Waspada Investasi, kerugian investasi bodong tertinggi dalam 10 tahun terakhir terjadi pada 2012 sebesar Rp7,92 triliun dan 2020 sebesar Rp 5,9 triliun. Untuk tahun ini sampai 17 Februari, kerugian nasabah tercatat sebesar Rp149 miliar.

Entitas investasi bodong yang ditutup pun makin beragam, termasuk pinjaman daring ilegal yang marak beredar dan diblokir sejak 2018 hingga saat ini. Modus penipuan pun berkembang, seperti investasi opsi biner (binary option), penipuan robot trading ilegal berskema multilevel marketing (MLM) atau ponzi, serta jual beli aset kripto dengan skema ponzi.

“Jadi, modus penipuan ini terus berkembang memanfaatkan perkembangan teknologi yang belum dibarengi pemahaman dan literasi masyarakat akan produk jasa keuangan yang legal, serta bagaimana seluk-beluk manfaat dan risikonya,” ujar Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam L Tobing dalam jumpa pers, Senin (21/2/2022), di Jakarta.

Cari Informasi Sebelum Berinvestasi

Berdasarkan survei nasional literasi keuangan yang dilakukan OJK pada 2019, indeks literasi keuangan mencapai 38,03 persen dan indeks inklusi keuangan 76,19 persen.

Indeks ini mengindikasikan bahwa tingkat pemahaman, keterampilan, dan kepercayaan masyarakat dalam menggunakan produk dan layanan jasa keuangan masih minim, tetapi mereka menggunakan produk jasa keuangan. Singkat kata, kita belum sepenuhnya memahami akan karakteristik produk keuangan yang dimiliki.

Bertanya dapat menjadi salah satu metode paling efektif sebelum memulai investasi. Bertanya tentu kepada pihak yang ahli dalam investasi, bisa juga bertanya kepada rekan sejawat, ataupun bertanya kepada pejabat bank yang pernah menganalisis produk sejenis.

Gedung Otoritas Jasa Keuangan (OJK). (Foto: Dok. OJK)

Tanyakanlah manfaat dan risiko produk investasi. Biasanya kita hanya tertarik dengan manfaat produk jasa keuangan. Kita belum mengetahui tentang biaya-biaya yang belum diungkapkan (hidden cost) atau biaya pinalti (penalty fee) jika menghentikan investasi sebelum berakhir jangka waktu kontrak.

Sebenarnya masyarakat memiliki akses untuk mendapatkan jawaban atas segala pertanyaan terkait dengan fitur produk investasi. Sebab, setiap industri jasa keuangan telah membangun layanan informasi bagi nasabahnya. Pelaku industri keuangan juga dapat menyampaikan informasi produk dan aktivitas perusahaan kepada para pelanggan. OJK secara aktif menyediakan layanan informasi yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk mengetahui produk-produk investasi keuangan dan mencari informasi legalitas perusahaan investasi.

OJK juga memiliki Daftar Alert Investasi yang berisi entitas-entitas yang dicurigai telah menawarkan investasi menyesatkan. Masyarakat dapat bertanya secara langsung ke kantor OJK atau secara tidak langsung melalui saluran telepon 157, layanan whatsapp 081 157 157 157 , media sosial Instagram @kontak157 dan Facebook  Kontak OJK 15 dan email [email protected],

Jadi, layanan informasi investasi telah dikembangkan. Kini, budaya bertanya perlu ditumbuhkan agar tidak tersesat di investasi bodong.