JAKARTA - Pemerintah kembali menurunkan harga tes PCR untuk meringankan beban masyarakat yang hendak bepergian dan menghidupkan sektor perekonomian. Sebelumnya, tarif tes PCR yang dipatok sekitar Rp495ribu, kini ditetapkan menjadi Rp275 ribu di Pulau Jawa dan Bali serta Rp300 ribu di luar Jawa-Bali setelah diprotes oleh sejumlah pihak.
Sayangnya, kebijakan ini tidak bersinergi dengan para penyedia fasilitas layanan tes PCR. Sebab, perubahan tarif tertinggi yang diputuskan oleh pemerintah tidak melibatkan rumah sakit, perhimpunan dokter-dokter yang berkaitan dengan COVID-19.
Keputusan penurunan harga tes PCR ini dinilai sepihak oleh pemerintah. Bukan tanpa alasan, harga yang ditetapkan pemerintah mengalami penurunan yang cukup drastis, dan tidak adanya itikad subsidi bahan habis pakai dari pemerintah.
Hal ini membuat para penyedia layanan tes PCR harus memutar otak untuk mengakali harga bahan baku seperti reagen yang sangat tinggi dan biaya operasional untuk tenaga kesehatan dan bahan baku laboratorium mandiri.
Hal ini demi menemukan jalan tengah terkait pengkajian harga PCR yang terjangkau bagi semua kalangan. Sehingga pemerintah dapat memberikan solusi alternatif terkait bahan baku reagen dan mayoritas bahan baku lainnya yang sifatnya masih impor.
“Pertimbangan lain yang menjadi penentu harga selain bahan baku, banyak biaya lainnya seperti APD standar Kemenkes, kelengkapan yang menjamin keamanan dan upah para tenaga kesehatan,” ujar Nathasa dalam keterangannya, Kamis, 28 Oktober.
“Kebijakan pemerintah seperti tawar-menawar. Harusnya pemerintah mengkaji ulang kebijakan ini dan bukan diturunkan harganya,” kata epidemiolog FKM UI Tri Yunis Wahyono.
BACA JUGA:
DPR: Biaya Tes PCR Harusnya Ditanggung Negara
Sementara itu, Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI Netty Prasetiyani, menilai seharusnya biaya tes PCR itu ditanggung oleh negara, bukan malah dibebankan kepada rakyat. Sebab, penggunaan tes PCR ini menjadi kepentingan pemerintah untuk mengendalikan pandemi dengan mengedepankan prinsip kehati-hatian.
"Seharusnya yang menanggung mahalnya harga bukan rakyat, tetapi pemerintah hadir di tengah masyarakat dengan kewenangan dan otoritasnya mengendalikan harga serta memastikan tidak ada penumpang gelap atau pihak-pihak yang sengaja mencari keuntungan di tengah bencana nasional pandemi COVID-19," kata Netty, Kamis, 28 Oktober.
Menurut politikus PKS itu, penurunan harga berkali-kali sampai Rp275 ribu dalam hitungan waktu berdekatan makin memantik asumsi publik ada motif ekonomi di balik itu. "Berapa sebenarnya unit cost tes PCR?" tanya anggota Komisi IX DPR RI ini.
"Penurunan harga berkali-kali tidak menyelesaikan masalah karena kebijakan tersebut kadung menyulut kegaduhan bahkan ada petisi yang ditandatangani lebih dari 40 ribu orang," kata Netty.