Harga PCR Dulu Mahal Kini Bisa Turun Jadi Rp275 Ribu Disorot, Satgas COVID-19: Kebijakan PCR Dinamis
ILUSTRASI/ANTARA

Bagikan:

JAKARTA - Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Prof Wiku Adisasmito mengemukakan kebijakan pemerintah dalam penanggulangan COVID-19 termasuk polymerase chain reaction/PCR bersifat dinamis.

Pernyataan itu dikemukakan Wiku menanggapi petisi penolakan polymerase chain reaction/PCR) untuk pelaku perjalanan udara yang dibuat seorang teknisi pesawat Dewangga Pradityo.

"Di masa pandemi yang sedang kita alami ini, kebijakan yang dikeluarkan selalu bersifat dinamis, disesuaikan dengan dinamika kasus, kesiapan laboratorium pendukung, dan kesiapan operator jasa transportasi,” tulis Wiku dalam platform Change.org dikutip Antara, Kamis, 28 Oktober.

Menurut Wiku kebijakan yang dinamis termasuk tes PCR sebagai syarat wajib perjalanan yang saat ini terus dipantau oleh pemerintah.

Wiku juga berterima kasih atas aspirasi yang disampaikan masyarakat melalui petisi online Change.org.

Kewajiban tes PCR untuk perjalanan udara masih mengundang komentar beragam masyarakat. Dua petisi online muncul untuk mendesak pemerintah membatalkan kebijakan tersebut.

Kedua petisi ini ditandatangani oleh hampir 48 ribu warganet. Petisi pertama dibuat oleh Dewangga Pradityo, seorang insinyur pesawat dan Herlia Adisasmita, seorang warga Bali.

Saat ini, Dewangga dan Herlia meminta agar kebijakan untuk mewajibkan PCR sebagai syarat perjalanan untuk diganti. Mereka menganggap bahwa kebijakan tersebut memberatkan masyarakat serta tidak sesuai dengan keperluannya.

Menurut Dewangga sirkulasi udara di pesawat udara lebih baik dibandingkan dengan moda transportasi lainnya.

Perkembangan terbaru, pemerintah telah menurunkan tarif tes PCR menjadi Rp275 ribu untuk daerah Jawa-Bali dan maksimal Rp300 ribu di luar Jawa-Bali dengan hasil maksimal 1x24 jam.

Walaupun sudah diturunkan, harga ini tetap dianggap masih terlalu mahal oleh kedua pembuat petisi. "Kalau bisa setara harga tes antigen," kata Dewangga.