Bagikan:

TARAKAN - Menteri Sosial Tri Rismaharini dianugerahi gelar Adji Nasyrah Maliha yang bermakna pemimpin berwibawa, pengayom, pelindung, dan bijaksana dari Kesultanan Bulungan, Kalimantan Utara.

Pemberian gelar tersebut disampaikan Ketua Pemangku Adat Bulungan Datu Buyung Perkasa kepada Risma saat berkunjung ke Rumah Raya, salah satu situs bersejarah di Tanjung Palas, Bulungan, Kamis, 24 Oktober.

Rumah tersebut merupakan kediaman eks-Wirabumi/Pemangku Sultan Kesultanan Bulungan, almarhum Datu Masyur

"Pemberian gelar merupakan kesepakatan lembaga adat atas prestasi dan jasa Ibu Risma sebagai Mensos dan anggota Komisi VI DPR RI Deddy Yevri Hanteru Sitorus sebagai salah satu wakil rakyat dari Kaltara di pusat dinilai banyak berbuat untuk Kaltara," kata Datu Buyung dikutip Antara.

Selain itu, katanya, gelar tersebut adalah doa agar Risma dan Dedy Sitorus berbuat lebih baik serta bisa menjalankan tugas dengan amanah.

Dedy Sitorus mendapat gelar Wira Duta Laksmana yang artinya pemimpin berwibawa, pengayom, gagah berani, dan utusan terpercaya.

Risma menyampaikan pantun yang bunyinya "Dedur belungon beselimpung, tak lapuk karena hujan, tak lekang karna panas" yang artinya zaman boleh berputar tetapi adat budaya harus lestari.

"Sebagai sebuah bagian dari aset nasional harusnya dipelihara dan dijaga," kata Risma.

Selain dianugerahi gelar oleh Kesultanan Bulungan, Risma juga sempat ikut menari Belundi.

Tari Belundi saat era kesultanan adalah tarian jenaka sambil menari dan berbalas pantun menggunakan bahasa Bulungan dan bahasa Kayan.

Setelah nyaris punah, untuk pertama kali dihidupkan lagi pada Birau untuk merayakan HUT Ke-61 Bulungan dan ke-231 Tanjung Selor.

Tari Belundi adalah tari kebersamaan, persatuan yang kokoh dalam satu kesatuan suku yang ada di Bulungan, di mana setiap langkah kaki dan gerakan tangan serta penari membentuk satu lingkaran menggambarkan sesuatu yang berkesinambungan atau tidak pernah putus antara satu dengan yang lainnya.

Tari Belundi atau tari Pinang Sendawar diciptakan oleh Datu Perdana sekitar 1940-an, awal syair berbahasa Kayan dan Melayu, setelah itu digubah dalam Bahasa Bulungan dengan judul lagu "Pinang Sendawar"

Pada 1962 tarian ini ditampilkan pada acara "Genop Telu Malom" (genap tiga malam) pernikahan Datu Abdul Aziz dan Pengian Laila.

"Kita adalah satu kesatuan yang bersama-sama dalam berbuat kebaikan, meraih keberhasilan bersama dalam kegembiraan tanpa adanya perbedaan," kata Ainun, salah satu penari yang menyampaikan falsafah Belundi.