Hasil PCR Jadi Syarat Penumpang Pesawat, Mahfud MD: Bukan Semaunya Tapi Perintah Sidang Kabinet
ILUSTRASI/BANDARA SOEKARNO-HATTA/ANTARA

Bagikan:

JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan aturan hasil tes PCR jadi syarat perjalanan bagi penumpang pesawat rute Jawa-Bali bukan dibuat atas kebijakan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian seorang diri.

Hal tersebut disampaikan Mahfud untuk menanggapi gugatan relawan Jokowi Mania (Joman) yang diajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Pengajuan tersebut dilakukan mereka menganggap syarat ini bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 23 Ayat A di mana aturan tentang pajak dan pungutan harus diatur dalam undang-undang bukan instruksi menteri.

"Mendagri membuat itu (Inmendagri) bukan semau-maunya sendiri tapi atas perintah sidang kabinet," kata Mahfud kepada wartawan yang dikutip pada Rabu, 27 Oktober.

Ia mengatakan instruksi yang dikeluarkan Tito itu telah dibicarakan di dalam sidang kabinet bersama Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan jajarannya. Lagipula, kebijakan ini diambil semata-mata untuk mencegah terjadinya penyebaran COVID-19 di tengah masyarakat.

"Inmendagri itu dirilis Mendagri berdasarkan keputusan sidang kabinet untuk tetap menjaga agar pelandaian COVID-19 tetap terjaga," tegas Mahfud.

Diberitakan sebelumnya, gugatan class action terkait Inmendagri Nomor 53 tahun 2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Level 3, Level 2, dan Level 1 Corona Virus Disease 2019 di Wilayah Jawa dan Bali.

"Gugatan kami telah diterima oleh PTUN Jakarta dengan nomor registrasi 241/G/2021 PTUN Jakarta," kata Ketua Umum JoMAN Immanuel Ebenezer di PTUN Jakarta dikutip Antara, Selasa, 26 Oktober.

Sementara itu, kuasa hukum penggugat Bambang Sri Pujo menjelaskan untuk mendaftarkan gugatan di PTUN dibutuhkan dua unsur. Pertama, apakah instruksi itu bertentangan dengan UU dan kedua adanya dugaan yang tidak benar.

Bambang menjelaskan di bagian pembukaan Inmendagri tidak memiliki landasan hukum sama sekali, misalnya UUD 1945 atau UU yang berkaitan dengan dikeluarkannya instruksi tersebut.

"Ini instruksi yang ketiga kalinya, sebelumnya ada nomor 36, 45 dan saat ini 53," kata Bambang.