Pernah Langgar Kode Etik, Lili Pintauli Diminta Introspeksi Diri Sebelum Ceramah Antikorupsi
Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar/FOTO VIA ANTARA

Bagikan:

JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Lili Pintauli Siregar introspeksi diri lebih dulu sebelum berceramah antikorupsi.

Hal ini disampaikan peneliti ICW Kurnia Ramadhana menyikapi pernyataan Lili di hadapan kepala daerah dan stake holder lainnya di Nusa Tenggara Timur (NTT) pada Senin, 25 Oktober. Dalam ceramahnya, Lili mengingatkan para kepala daerah untuk mewaspadai titik rawan korupsi dan menyinggung tentang penyalahgunaan wewenang.

"ICW menyarankan kepada Lili Pintauli Siregar sebaiknya introspeksi dan evaluasi diri sendiri lebih dulu sebelum berbicara tentang antikorupsi terutama menjaga sikap integritas," kata Kurnia kepada wartawan, Rabu, 27 Oktober.

Menurutnya, evaluasi diri penting dilakukan Lili karena ia pernah dinyatakan melanggar etik dan dijatuhkan sanksi berat karena menjalin komunikasi dengan pihak berperkara di KPK. Tak hanya itu, Dewan Pengawas KPK juga menyatakan Lili terbukti menyalahgunakan wewenang yang dimilikinya untuk urusan pribadinya.

Kurnia menilai para pimpinan KPK yang pernah melanggar etik seperti Lili dan Ketua KPK Firli Bahuri tidak pantas lagi duduk di jabatan mereka.

Sebagai pengingat, Firli juga pernah dinyatakan melanggar kode etik karena menggunakan helikopter saat melakukan kunjungan pribadi beberapa waktu lalu.

Menurut Kurnia, Lili dan Firli dapat menyulitkan kerja pencegahan korupsi dengan karena pelanggaran mereka. "Bagaimana mungkin masyarakat akan percaya dengan ucapannya jika dirinya saja melanggar kode etik," tegasnya.

"ICW tidak bisa membayangkan bagaimana beban moral pegawai KPK ketika melakukan kampanye antikorupsi sebab pada waktu yang sama komisionernya sendiri sering melanggar kode etik," sambung Kurnia.

Diberitakan sebelumnya, Lili menyinggung soal penyalahgunaan wewenang yang kerap dilakukan pejabat karena diboncengi pihak tertentu yang ingin mendapat keuntungan. Hal ini disampaikannya saat berbicara di hadapan seluruh kepala daerah, unsur Forkompimda PLN wilayah regional Nustra, Maluku, Papua; dan perwakilan Kementerian ATR/BPN wilayah Provinsi NTT pada Senin, 25 Oktober kemarin.

Awalnya, Lili meminta para kepala daerah di provinsi itu untuk mewaspadai titik rawan korupsi yang kerap membuat para pejabat jatuh ke jurang tindak pidana rasuah.

"Modus korupsi kepala daerah tidak jauh dari suap dan gratifikasi dalam pemberian izin, jual beli jabatan serta kickback dalam pengadaan," katanya dalam acara tersebut seperti dikutip dari keterangan tertulisnya, Selasa, 26 Oktober.

Sehingga, dia mengingatkan kepala daerah jika musuh mereka sebenarnya adalah diri sendiri yang memanfaatkan jabatan dan orang di sekitar yang mendompleng untuk mendapat kesempatan memperkaya diri dengan cara ilegal.

"Musuh kita siapa? Diri kita sendiri dan orang-orang di sekeliling kita yang memanfaatkan posisi kita," ungkapnya.

Lili kemudian meminta para kepala daerah untuk menetapkan kebijakan daerah sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat.

Cara ini, sambungnya, diyakini membuat para kepala daerah dapat menjalankan roda pemerintahan secara akuntabel dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan mencegah mereka dari jeratan kasus korupsi. Apalagi, sejak 2004 lalu sudah ada ratusan pemimpin daerah di Tanah Air yang terjerat rasuah dengan berbagai modus.

"Tercatat 152 kepala daerah merupakan pelaku korupsi berdasarkan data penanganan perkara KPK tahun 2004 hingga 31 Maret 2021," jelasnya.