Bagikan:

JAKARTA - Gara-gara kasus seorang warga Singapura yang tertangkap menjadi mata-mata China di Amerika Serikat (AS), kepercayaan publik internasional terhadap seluruh warga Singapura terancam. Terlebih soal cara China merekrut intelejen dari negeri singa.  

Mata-mata China asal Singapura itu adalah Jun Wei Yeo, seorang akademisi berusia 39 tahun seperti diwartakan Reuters. Orang yang juga dikenal sebagai Dickson Yeo, mengaku berasalah di pengadilan AS yang digelar pada Jumat 24 Juli, karena bertindak sebagai agen intelijen ilegal untuk China. Ia akan kembali disidang pada Oktober dan diperkirakan akan menghadapi hukuman 10 tahun penjara.

Kementerian Dalam Negeri Singapura mengatakan dalam sebuah pernyataan singkat bahwa pihaknya telah mengetahui kasus Yeo sejak penangkapannya oleh otoritas AS pada November 2019. Sejak saat itu Yeo menerima bantuan dari konsuler.

Dokumen pengadilan menjelaskan bagaimana awal mula Yeo dibujuk menjadi intelijen China empat tahun lalu. Semua bermula kala ia menghadiri sebuah forum di Beijing. Dalam forum itu, Yeo memaparkan kajian tentang politik Asia Tenggara dan pindah ke AS pada Januari 2019. 

"Orang bodoh seperti ini bisa membuat semua orang Singapura dicurigai," kata akademisi dan mantan diplomat Singapura Bilahari Kausikan. Pernyataan yang ia unggah lewat Facebook itu merupakan tanggapan atas kasus spionase tersebut.

Perekrut Yeo awalnya mengaku mewakili lembaga wadah pemikir yang berbasis di China, lalu menawarkan bayaran untuk laporan dan informasi politik. Namun Yeo menyadari kemudian bahwa beberapa kontak perekrutnya adalah agen intelijen. Ditugasi untuk menemukan orang-orang dengan informasi non-publik tentang politik, ekonomi, dan diplomasi, Yeo pertama-tama berfokus pada Asia Tenggara, sebelum beralih ke AS. 

Ketika Yeo pindah ke AS, orang yang bertanggung jawab dengannya menyuruh Yeo berkomunikasi dengan beberapa telepon untuk menghindari deteksi. Menggunakan konsultasi palsu dan situs jaringan bisnis LinkedIn, Yeo menjangkau orang-orang, menargetkan mereka yang memiliki masalah keuangan atau pekerjaan, lalu membayar mereka untuk menulis laporan. Di antara mereka yang ia pikat adalah seorang warga sipil dengan izin keamanan tingkat tinggi yang bekerja pada program jet tempur militer AS.  

Dosen Yeo di Sekolah Kebijakan Publik Lee Kuan Yew Singapura, Huang Jing, adalah etnis China berwarga negara Amerika. Ia dituduh oleh otoritas Singapura pada 2017 sebagai agen pihak negara asing. Huang Jing membantah tuduhan itu, meskipun tidak pernah dihukum namun izin tinggalnya dicabut.

Huang Jing yang saat ini bekerja di Beijing mengatakan dia terkejut dan senang Yeo telah ditangkap. Huang Jing mengatakan bahwa Yeo memiliki rasa tidak aman diri dan terobsesi menjadi "seseorang."

Ancaman bagi Singapura 

Yeo mengkhianati negaranya sendiri dengan menjadi mata-mata Negeri Tirai Bambu. Ia memanfaatkan ikatan keamanan yang dekat antara Singapura dan China. Meskipun Singapura sendiri sebenarnya terikat oleh peraturannya sendiri untuk mengejar kebijakan luar negeri yang netral.

Kasus Yeo memperkuat kekhawatiran negara Barat bahwa Singapura adalah target empuk China untuk merekrut agen yang berpendidikan. Selain itu, paspor Singapura juga memberi akses mudah pemegangnya bepergian ke berbagai negara. 

Singapura memang sering disebut sebagai Swissnya Asia karena kekayaan, jaringan keuangan internasional dan kenetralannya. Selain itu Singapura juga merupakan salah satu negara yang paling stabil secara politik di wilayahnya, yang mana AS dan China memiliki kepentingan. Sementara itu, China adalah mitra dagang terbesar Singapura, seperti halnya untuk banyak negara di Asia.

Bilveer Singh dari departemen ilmu politik National University of Singapore, mengatakan keterbukaan dan lokasi strategis Singapura menjadikannya sebagai sumber bagi banyak negara untuk memperoleh intel dan agen berpengaruh. Kasus Yo bisa saja bukan satu-satunya yang ada. Seorang peneliti Meksiko dari universitas lain di Singapura, Duke-NUS, ditangkap di AS awal tahun ini karena menjadi agen untuk Rusia.

Berselisih dengan AS tentang perdagangan dan masalah lainnya, China membantah telah mengetahui kasus Yeo. China justru berbalik menuduh AS menggunakan klaim spionase untuk mencoreng nama China.