Bagikan:

JAKARTA - Perdana Menteri Sudan yang digulingkan dan istrinya diizinkan pulang pada Selasa, setelah ditahan ketika militer merebut kekuasaan dalam kudeta, kata para pejabat

Pembebasan Perdana Menteri Abdalla Hamdok dan istrinya menyusul kecaman internasional atas kudeta, serta seruan terhadap militer untuk membebaskan semua pejabat pemerintah yang ditahan, ketika Jenderal Abdel-Fattah Burhan merebut kekuasaan pada Hari Senin.

Jenderal Burhan Selasa sebelumnya mengatakan, Hamdok ditahan demi keselamatannya sendiri dan akan dibebaskan. Namun, dia memperingatkan anggota lain dari pemerintah yang dibubarkan dapat diadili ketika protes terhadap kudeta berlanjut di jalan-jalan.

PM Abdalla Hamdok dan istrinya dikembalikan ke rumah mereka di lingkungan kelas atas Kafouri Khartoum, dan rumah itu berada di bawah "pengamanan yang ketat," kata seorang pejabat militer, yang berbicara dengan syarat anonim karena dia tidak berwenang untuk memberi tahu media, melansir The Associated Press 27 Oktober

Pejabat itu tidak mengatakan apakah mereka bebas untuk pergi atau menelepon. Seorang pejabat di kantor Hamdok dan aktivis pro-demokrasi Nazim Siraj mengkonfirmasi kepulangannya ke rumah.

Selasa kemarin, demonstran pro-demokrasi memblokir jalan-jalan di ibu kota Khartoum dengan barikade darurat dan membakar ban. Pasukan menembaki massa unjuk rasa anti-kudeta sehari sebelumnya, menewaskan empat pengunjuk rasa, menurut dokter. 

Dalam penampilan publik keduanya sejak merebut kekuasaan, Jenderal Burhan Selasa mengatakan militer dipaksa turun tangan untuk menyelesaikan krisis politik yang berkembang.

kudeta sudan
Ilustrasi unjuk rasa anti-kudeta militer di Sudan. (Wikimedia Commons/Abbasher)

"Ada orang-orang yang berbicara tentang diskriminasi terhadap orang lain, dan itu mendorong negara ini untuk mencapai perang saudara yang akan mengarah pada perpecahan negara ini, merobek kesatuannya, strukturnya dan masyarakatnya. Bahaya ini ada di depan kita," ujar Burhan dalam konferensi pers yang disiarkan televisi.

Tapi, kudeta itu terjadi kurang dari sebulan sebelum Jenderal Burhan seharusnya menyerahkan kepemimpinan Dewan Berdaulat yang menjalankan negara itu kepada warga sipil, sebuah langkah yang akan mengurangi kekuasaan militer.

"Seluruh negara menemui jalan buntu karena persaingan politik. Pengalaman selama dua tahun terakhir telah membuktikan, partisipasi kekuatan politik di masa transisi itu cacat dan memicu perselisihan," ungkapnya.

Sebelumnya, PM Hamdok telah ditahan di rumah Burhan, kata sang jenderal dan dalam keadaan sehat. Tetapi, dari banyak pejabat senior pemerintah lainnya yang ditahan Senin, Jenderal Burhan menuduh beberapa telah mencoba menghasut pemberontakan di dalam angkatan bersenjata, dengan mengatakan mereka akan diadili. Orang lain yang ditemukan "tidak bersalah" akan dibebaskan, tambahnya.

Terpisah, Mariam al-Mahdi, menteri luar negeri dalam pemerintahan yang dibubarkan, Selasa menyatakan dia dan anggota pemerintahan Hamdok lainnya tetap menjadi otoritas yang sah di Sudan.

“Kami masih di posisi kami. Kami menolak kudeta dan tindakan inkonstitusional semacam itu,” katanya kepada The Associated Press melalui telepon dari rumahnya di Khartoum. “Kami akan melanjutkan pembangkangan dan perlawanan damai kami.”

Kementerian Kebudayaan dan Informasi, yang masih setia kepada pemerintah yang digulingkan, mengatakan dalam sebuah posting Facebook bahwa duta besar Sudan di Belgia, Swiss, dan Prancis telah membelot.

Nureldin Satti, utusan Sudan untuk AS, mengatakan dia bekerja dengan para diplomat itu untuk “menentang kudeta militer dalam mendukung perjuangan heroik rakyat Sudan” untuk mencapai tujuan pemberontakan melawan al-Bashir. Tapi dia tidak merinci apakah dia juga telah membelot.

Al-Mahdi, sementara itu, berbicara dengan istri salah satu pejabat yang ditahan, Menteri Urusan Kabinet Khalid Omar, dan mengatakan bahwa dia dipermalukan dan dianiaya selama penangkapannya.

"Mereka (pasukan militer) membawa Khalid tanpa alas kaki, hanya mengenakan pakaian tidurnya," ungkapnya.

Untuk diketahui, Dewan Keamanan PBB akan membahas situasi di Sudan, pada pertemuan tertutup Selasa malam. Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mendesak kekuatan dunia untuk bersama-sama bertindak tegas di dewan, dengan mengatakan persatuan diperlukan untuk menghadapi "epidemi kudeta" baru-baru ini.