JAKARTA - Kementerian Dalam Negeri Pemerintahan Afghanistan bentukan Taliban mengatakan, anak perempuan akan segera diizinkan kembali ke sekolah menengah negara itu.
Saeed Khosty, juru bicara kementerian dalam negeri, mengatakan kepada Al Jazeera pada Hari Minggu, waktu yang tepat akan diumumkan oleh Kementerian Pendidikan.
"Dari pemahaman dan informasi saya, dalam waktu yang sangat singkat semua universitas dan sekolah akan dibuka kembali dan semua anak perempuan dan perempuan akan kembali ke sekolah dan pekerjaan mengajar mereka," ujarnya seperti dikutip 18 Oktober
Setelah pengambilalihan Afghanistan oleh Taliban, gadis-gadis remaja disuruh tinggal di rumah dari sekolah sampai 'lingkungan belajar yang aman' dapat dibangun. Tetapi, anak laki-laki di semua kelas dan anak perempuan usia sekolah dasar disuruh kembali ke sekolah.
Pengecualian anak perempuan yang lebih tua telah memperburuk kekhawatiran, Taliban dapat kembali ke aturan garis keras mereka pada 1990-an, ketika perempuan dan anak perempuan secara hukum dilarang mengenyam pendidikan dan pekerjaan.
Ketika Taliban mengambil alih kekuasaan pada Agustus, kelompok bersenjata itu berjanji untuk menegakkan hak-hak anak perempuan dan perempuan. Namun tindakannya sejak itu telah mengkhawatirkan masyarakat internasional.
Ini telah mengirimkan sinyal beragam tentang perempuan yang kembali bekerja di kantor-kantor pemerintah, memaksa universitas untuk memberlakukan kebijakan pemisahan gender untuk dibuka kembali. Kabinet yang seluruhnya diisi oleh laki-lak juga menjadi sorotan, mengatakan perempuan akan dimasukkan nanti ke ke dalamnya.
Terpisah, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres awal bulan ini mengutuk janji-janji yang dilanggar Taliban kepada perempuan dan anak perempuan Afghanistan, mengimbau kelompok itu untuk memenuhi kewajiban mereka di bawah hukum hak asasi manusia dan kemanusiaan internasional.
"Janji yang dilanggar menyebabkan mimpi buruk bagi perempuan dan anak perempuan Afghanistan," tegas Sekjen PBB itu
"Perempuan dan anak perempuan harus menjadi pusat perhatian," sambungnya.
BACA JUGA:
Penarikan kembali hak-hak perempuan oleh Taliban juga telah memicu kritik dari Qatar dan Pakistan, yang telah meminta masyarakat internasional untuk terlibat dengan Taliban.
Pada konferensi pers bulan lalu, Menteri Luar Negeri Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al Thani, mengatakan "sangat mengecewakan melihat beberapa langkah mundur yang diambil mundur oleh Taliban".
Al Thani mengatakan, Qatar yang menjadi tuan rumah kantor politik Taliban, harus digunakan sebagai model bagaimana masyarakat Muslim dapat dijalankan.
"Sistem kami adalah sistem Islam [tetapi] kami memiliki jumlah perempuan melebihi laki-laki dalam angkatan kerja, pemerintahan dan pendidikan tinggi."
Sementara itu Perdana Menteri Pakistan Imran Khan mengatakan, meskipun dia ragu Taliban akan sekali lagi melarang pendidikan anak perempuan, kelompok itu harus diingatkan, Islam tidak akan pernah membiarkan hal seperti itu terjadi lagi.
"Gagasan bahwa perempuan tidak boleh dididik sama sekali tidak Islami. Itu tidak ada hubungannya dengan agama," tukas Perdana Menteri Khan kepada BBC.