JAKARTA - Politikus PDI Perjuangan Adian Napitupulu mengatakan sekitar 6.000-an lebih orang yang duduk sebagai komisaris maupun direksi di seluruh perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) adalah orang-orang titipan. Hal ini karena tak pernah ada lowongan bagi masyarakat umum untuk mendaftar dengan membawa surat lamaran dan diuji kemampuannya.
Staf Khusus Kementerian BUMN, Arya Sinulingga angkat bicara mengenai pernyataan Adian. Menurut dia, Adian sesungguhnya tak mengerti tahapan pemilihan direksi dan komisaris di perusahaan pelat merah.
"Itu Bang Adian mungkin tidak paham dengan budaya corporate dalam mencari direksi atau komisaris ya," ucapnya, saat dihubungi VOI, Kamis, 23 Juli.
Menurut Arya, korporasi memiliki mekanisme tersendiri dalam memilih pimpinannya. Hal ini yang membuatnya berbeda. Ia mengakui, selama ini memang tidak ada perusahaan yang mencari direksi maupun komisaris secara terbuka di publik ataupun dimuat di surat kabar.
"Coba cari perusahaan yang pernah mencari direksinya atau komisarisnya dengan terbuka, kan tidak pernah ada. Ada namanya cara-cara atau tahapan-tahapan tertentu di corporate mencari direksi atau komisaris dan bukan berarti itu titipan gitu," jelasnya.
Arya mengaku, aneh dengan tuduhan Adian yang mengatakan semua direksi dan komisaris BUMN merupakan titipan. Arya menjelaskan, pemilihan tidak terbuka di publik bukan berarti merupakan titipan.
"Itu kan aneh, jadi kalau tidak diketahui publik, itu titipan? Kalau tidak terbuka, itu titipan? Makanya saya katakan, Bang Adian itu tidak paham dengan budaya corporate dalam merekrut direksi atau komisaris," tegasnya.
Proses Pemilihan Direksi Perusahaan Pelat Merah
Sebelumnya, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menjelaskan ada beberapa proses di internal kementerian dalam menunjuk direksi untuk perusahaan-perusahaan pelat merah. Salah satunya dengan sistem talent pool.
Seperti diketahui, belakangan ini Menteri BUMN Erick Thohir sedang gencar merombak jajaran direksi di beberapa perusahaan pelat merah. Di antaranya, PT Wijaya Karya (Persero), PT Pertamina. Kemudian, PT Telkom Indonesia Tbk dan PT Semen Indonesia Tbk, juga ikut dirombak.
Staf Khusus Kementerian BUMN Arya Sinulingga mengatakan, sistem talent pool itu akan menyeleksi calon yang tepat menjadi direktur di BUMN. Talent pool ini dikelola oleh Deputi Bidang Sumber Daya Manusia (SDM) Alex Denni.
"Di sini ada yang namanya talent pool BUMN, makanya jangan heran antar BUMN sering ganti. Jadi di sana, kemudian dipindah ke sini, karena memang satu talent pool. Ini akan dilihat oleh timnya, dari situ dilihat mana yang dikira cocok untuk posisi ini. Nanti dia kan seleksi," ujar Arya, dalam diskusi virtual, Selasa, 17 Juni.
Kemudian, lanjut Arya, setelah lolos seleksi tahap talent pool BUMN, kandidat harus melewati tahap selanjutnya seleksi berdasarkan portofolio oleh wakil meteri BUMN.
"Seleksi dilanjutkan di masing-masing wakil menteri berdasarkan portofolio, wamen kita memiliki portofolio. Mereka yang seleksi, nanti menteri lihat, apakah perusahaan tersebut strategis atau tidak," jelasnya.
Jika perusahaannya strategis, kata Arya, maka nama tersebut juga akan dipilih oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). BUMN strategis yang dimaksud, yakni PT Pertamina (Persero), PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN, dan beberapa bank.
"Kalau strategis itu sampai level top, sampai ke presiden. Aturan ini sudah sejak lama, sejak jaman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)," ucapnya.
Arya menegaskan, proses yang sama juga dilakukan jika ada beberapa pihak yang mengajukan nama secara langsung kepada Kementerian BUMN. Menurut Arya, pemerintah terbuka dengan masukan seluruh pihak.
"Sama saja kita kan terima masukan berbagai pihak. Apalagi untuk ke depan Pak Menteri kita mulai terbuka juga dari luar, jadi kesempatan untuk mendapatkan putra putri terbaik bangsa semakin besar," tuturnya.
Wajar Pemilihan Direksi Jadi Sorotan Publik
Arya menilai, wajar jika saat ini isu pergantian komisaris atau direksi di perusahaan negara menjadi perhatian publik. Sebab, ekonomi Indonesia hampir 50 persen diputar oleh BUMN.
"Melihat kapitalisasinya, makanya wajar ketika semuanya beralih pandang ke BUMN," tuturnya.
Menurut Arya, perhatian publik terhadap BUMN juga tidak terlepas dari kontribusinya terhadap layanan publik sehingga kadang memicu pro dan kontra. Apalagi, BUMN sahamnya dimiliki oleh pemerintah yang mana hal ini sama saja perusahaan tersebut milik rakyat.
"Menyangkut banyak kepentingan publik dan banyak keuntungan juga itu yang membuat BUMN itu (jadi sorotan). Berhubungan dengan publik, BUMN milik rakyat, sahamnya dimiliki pemerintah, sehingga mau tidak mau mata itu akan selalu melihat. Normal saja sebetulnya (kalau jadi sorotan)," ucapnya.