Kementerian BUMN Debat dengan Adian Napitupulu, Faisal Basri: Dilayani Bikin Repot
Gedung Kementerian BUMN. (Angga Nugraha/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Perseteruan antara aktivis 98 yang juga menjadi anggota Komisi VII DPR RI, Adian Napitupulu, dengan Kementerian BUMN yang dibawahi Erick Thohir terkait jatah kursi komisaris BUMN terus berlanjut.

Ekonom Senior INDEF Faisal Basri angkat suara mengenai hal ini. Menurut dia, tindakan Kementerian BUMN yang melayani debat dengan Adian Napitupulu adalah hal yang merepotkan. Seharusnya, BUMN fokus menyelesaikan persoalan yang ada di perusahaan pelat merah.

"Urusi saja BUMN-nya. Jangan mimpi bisa urus yang lain kalau urusannya sendiri enggak diurus-urus. Urusnya siapa komisaris, siapa direksi, ya repot. Dilayani debat dengan Adian Napitupulu, lebih repot lagi," tuturnya, dalam diskusi virtual, Selasa, 28 Juli.

Seperti diketahui, perseteruan antara Adian dengan Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga bermula dari pernyataan Adian yang mengatakan semua direksi dan komisaris BUMN adalah titipan.

Adian mengatakan, jika merujuk pada pernyataan Wakil Menteri BUMN Budi Gunadi Sadikin yang mengatakan jumlah seluruh perusahaan pelat merah tersebut mencapai 1.000 hingga 2.000 perusahaan.

"Dari 6.000 hingga 7.200 komisaris dan direksi BUMN itu menurut saya semua titipan," tegas Adian dalam acara Bincang Santai Bersama Adian Napitupulu yang ditayangkan di akun YouTube Ngobrol Yuk 2020, Kamis, 23 Juli.

Menurut dia, semua direksi dan komisaris BUMN adalah orang-orang titipan karena selama ini tak pernah ada lowongan bagi masyarakat umum untuk mendaftar dengan membawa surat lamaran dan diuji kemampuannya.

"Saya mau nanya, pernah tidak kita baca di koran, di internet, atau dapat informasi ditempelkan dalam flyer dicari lowongan untuk orang mengisi posisi direksi dan komisaris BUMN. Ada enggak? Ada enggak? Enggak pernah ada," tegasnya.

"Artinya apa, posisi direksi dan komisaris BUMN ini bukan posisi yang dibuka untuk rakyat sehingga dia bisa datang membawa lamaran pekerjaan berikut cv (curiculum vitae), kemudian diseleksi. Tidak, tidak pernah dibuka," imbuh Adian

Tak Paham Budaya Korporasi

Staf Khusus Kementerian BUMN, Arya Sinulingga angkat bicara mengenai pernyataan Adian. Menurut dia, Adian sesungguhnya tak mengerti tahapan pemilihan direksi dan komisaris di perusahaan pelat merah.

"Itu Bang Adian mungkin tidak paham dengan budaya corporate dalam mencari direksi atau komisaris ya," ucapnya, saat dihubungi VOI, Kamis, 23 Juli.

Menurut Arya, korporasi memiliki mekanisme tersendiri dalam memilih pimpinannya. Hal ini yang membuatnya berbeda. Ia mengakui, selama ini memang tidak ada perusahaan yang mencari direksi maupun komisaris secara terbuka di publik ataupun dimuat di surat kabar.

"Coba cari perusahaan yang pernah mencari direksinya atau komisarisnya dengan terbuka, kan tidak pernah ada. Ada namanya cara-cara atau tahapan-tahapan tertentu di corporate mencari direksi atau komisaris dan bukan berarti itu titipan gitu," jelasnya.

BUMN Bukan BIN

Tak terima dengan pernyataan Arya, Adian mengatakan, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terbuka terkait pemilihan direksi maupun komisaris di BUMN. Sebab, masyarakat punya hak untuk mengetahui sistem penerimaan komisaris dan direksi di perusahaan pelat merah.

Apalagi, kata dia, selama ini negara mengeluarkan anggaran sebanyak Rp3,7 triliun per tahun untuk menggaji para direksi dan komisaris tersebut.

"Apa yang ditutupi? Apa yang dirahasiakan? Apa yang disembunyikan. Kenapa harus tertutup jika terbuka. BUMN itu bukan Badan Intelijen Negara layaknya CIA atau M16 yang proses rekrutmennya dirahasiakan. Berhentilah bermain-main seolah BUMN adalah film Mission Impossible," kata Adian dalam keterangan tertulisnya yang dikutip Minggu, 26 Juli.