Bagikan:

JAKARTA - Untuk kesekian kalinya Sekjen Gerindra Ahmad Muzani menggaungkan rencana pencapresan Prabowo Subianto 2024. Bila benar-benar maju, ini jadi yang ketiga kali bagi Prabowo bersaing sebagai capres setelah 2 kali maju dan kalah di Pilpres sebelumnya melawan Joko Widodo. 

"Saya katakan, 2024 Pak Prabowo Insyaallah akan maju dalam laga pilpres. Majunya beliau karena begitu masifnya permintaan kita semua, besar harapan rakyat, pembangunan harus berlanjut, cita-cita kita berpartai belum terwujud," kata Muzani.

Muzani mengatakan, di Pilpres 2019 Prabowo sebagai Calon Presiden berhasil menang di Sulawesi Selatan dengan persentase 57 persen.

Untuk itu dia meminta kepada seluruh pengurus DPD, DPC, PAC hingga ranting di Sulawesi Selatan merapatkan barisan sehingga target menang di Pilpres dengan target suara 65 persen bisa tercapai.

"Tekad kita untuk memenangkan Pak Prabowo di 2024 harus lebih besar, saya minta dengan hormat jangan sampai ada anggota DPRD Sulsel menyebabkan kekalahan kita," ujarnya.

Tapi tekad yang dibulatkan Gerindra ini bisa disandingkan dengan hasil survei politik. Sejumlah hasil sigi menunjukkan Prabowo Subianto memang yang masih jadi juaranya. 

Namun, tokoh-tokoh baru yang sedang moncer dari kacamata nasional—setidaknya dari sisi tingkat keterpilihan (elektabilitas)—sudah bersiap melompat satu kali lebih depan mengambil posisi dukungan publik dibanding Prabowo. 

Kondisi itu tergambar dari survei terbaru dari Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) yang mencatat dukungan publik pada Ketua Umum Gerindra, Prabowo Subianto untuk menjadi presiden mengalami penurunan. Sementara Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengalami peningkatan dukungan publik.

"Prabowo mendapat dukungan 18,1 persen, disusul Ganjar Pranowo 15,8 persen dan Anies Baswedan 11,1 persen," ujar Direktur Riset SMRC, Deni Irvani, dalam rilis survei opini publik bertajuk ‘Partai dan Calon Presiden: Kecenderungan Sikap Pemilih Menjelang 2024’ di Jakarta, Kamis, 7 Oktober.

Sementara, lanjutnya, Menteri Sandiaga Uno mendapatkan 4,8 persen, dan nama-nama lain di bawah 4 persen. "Ada 16,3 persen yang tidak menjawab atau tidak tahu," sambungnya. 

Deni menjelaskan, dari Maret 2020 ke September 2021, dukungan kepada Ganjar Pranowo dalam simulasi semi terbuka naik dari 6,9 persen menjadi 15,8 persen. Sementara, dukungan untuk Anies Baswedan sedikit naik dari 10,1 persen menjadi 11,1 persen. 

"Sedangkan, dukungan kepada Prabowo Subianto cenderung melemah dari 19,5 persen menjadi 18,1 persen," katanya.

Gerindra pun harus berhitung dengan matang bila benar-benar mengusung Prabowo Subianto pada Pilpres 2024. 

Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah mengatakan meski Prabowo juara di berbagai lembaga survei namun elektabilitas menteri pertahanan itu cenderung stagnan bahkan menurun belakangan ini. 

"Prabowo sudah dalam tahapan yang sangat stagnan, sementara Sandiaga Uno masih cukup dinamis dan berpeluang jauh meninggalkan Prabowo Subianto," ujar Dedi kepada VOI, Selasa, 5 Oktober.

Dalam temuan IPO sendiri di dalam 2-10 Agustus lalu, lanjutnya, Sandiaga sudah meninggalkan Prabowo baik dari sisi popularitas maupun elektabilitas.

"Artinya Gerindra harus betul-betul matang. Kalau Gerindra mengajukan kembali Prabowo dan tidak lagi mengusung Sandiaga maka peluang kalah lebih besar dibandingkan dengan mengusung Sandiaga," jelas Dedi.

Tren di Pilpres 2024 ditegaskan Dedi momen bagi tokoh baru. Misalnya, Anies Baswedan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Erick Tohir, Ganjar Pranowo, adalah nama baru yang dalam benak publik belum pernah mengikuti kontestasi. 

"Kalau Prabowo jadi satu-satunya orang yang paling senior dalam kancah kontestasi maka orang cenderung akan melupakan. Dan ini bicara data, artinya sudah ada tren penurunan terhadap Prabowo Subianto," terang Dedi.