JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengaku dirinya tak pernah mau menanggapi tudingan soal gubernur yang radikal dan ekstrem selama memimpin Jakarta sejak tahun 2017 sampai sekarang.
Ia justru berbalik meminta penjelasan soal kebijakan mana yang dianggap diskriminatif kepada pihak yang menuding.
Hal ini ia katakan saat berbincang dalam acara Workshop PAN, beberapa waktu lalu, ditayangkan di YouTube PAN TV.
"Saya tidak mau jawab tudingan soal gubernur radikal, gubernur ekstrim, enggak perlu. Karena apa? Karena cukup dijawabnya dengan perjalanan waktu. Jawabannya begini, tolong tunjukkan kebijakan mana yang radikal dari Gubernur DKI? Tolong tunjukkan kebijakan mana yang diskriminati dari gubernur DKI?" ucap Anies dikutip pada Kamis, 7 Oktober.
Karenanya, Anies menuturkan sampai saat ini dirinya tak bersedia untuk memberikan wawancara kepada media internasional. Sebab, menurutnya, media internasional tak mengetahui isu Jakarta secara detail.
"Saya tidak memberikan wawancara internasional sampai 3,5 tahun karena media internasional tidak tau isu detail. Media internasional taunya isu global, yaitu extrimism, radicalism, konflik antar agama. Lalu, Jakarta kalau diomongin, selalu konteksnya seperti itu," ucap Anies.
BACA JUGA:
Atas tudingan tersebut, Anies membantahnya dengan program yang ia gagas, yakni Biaya Operasional Tempat Ibadah (BOTI).
Dalam program tersebut, semua tempat ibadah di Jakarta mendapatkan biaya operasional sebesar Rp1 juta per bulan. Rumah ibadah yang menerima menjangkau semua agama, mulai dari Islam, Kristen, Buddha, Hindu, hingga Katolik.