Modal dan Popularitas Saja Tak Cukup, Erick Thohir Butuh 'Kendaraan' Kalau Tergoda Pilpres 2024
Menteri BUMN Erick Thohir (Foto: DOK Kementerian BUMN)

Bagikan:

JAKARTA - Nama Menteri BUMN Erick Thohir santer diisukan maju pada Pilpres 2024. Menengok ke belakang, Erick Thohir tengah aktif-aktifnya di publik, bahkan di media sosial. Soal elektabilitas jangan ditanya. 

Beberapa survei yang diluncurkan lembaga survei menempatkan Erick di posisi menggiurkan meski belum sebanding dengan nama seperti Ganjar Pranowo, Ridwan Kamil, Anies Baswedan atau Prabowo Subianto.

Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Andriadi Achmad menilai Erick Thohir punya kesempatan yang sama dengan kandidat lain mencicipi kontestasi Pilpres. Hanya saja, Erick perlu usaha mencari 'kendaraan' politik apabila ingin mencalonkan diri sebagai capres. 

"Sebetulnya siapa saja bisa dan tidak dilarang mendeklarasikan diri sebagai calon presiden. Tentu dengan persyaratan yang sudah ditetapkan dalam UU Pilpres bahwa pasangan capres-cawapres bisa diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik dengan perolehan suara minimal 20 persen kursi di DPR RI dan minimal 25 persen suara sah secara nasional," ujar Andriadi kepada VOI, Rabu, 6 Oktober.

Artinya, lanjut Andriadi, siapapun yang maju sebagai kandidat capres-cawapres harus memastikan partai politik yang akan mendukung. Oleh karena itu, pertanyaan mendasar adalah apakah Erick Thohir sudah ada parpol yang akan mendukung di Pilpres 2024 mendatang.

"Sejauh ini, Erick Thohir tidak aktif dan tidak terdaftar sebagai salah satu kader parpol manapun. Oleh karena itu, perlu dipastikan sejak awal jika ET berkeinginan maju pilpres 2024 musti memastikan parpol pendukung dari parpol yang sudah ada saat ini di parlemen atau mendirikan parpol baru untuk mendukungnya di Pilpres 2024," jelasnya. 

Andriadi mencontohkan beberapa tokoh yang berkeinginan maju di Pilpres sejak 2004 lalu yang kemudian mendirikan parpol atau aktif sebagai kader parpol. Seperti, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mendirikan Partai Demokrat, Wiranto mendirikan Partai Hanura, Prabowo mendirikan Gerindra, dan tokoh lainnya. 

"Berbeda dengan Jokowi tidak mendirikan parpol, tetapi bergabung dan aktif sebagai kader PDIP," katanya.

Oleh karena itu, Direktur Eksekutif Nusantara Institute PolCom SRC itu menilai, seberapa besar modal finansial, modal sosial dan modal populeritas yang dimiliki Erick Tohir, jika tidak didukung oleh parpol maka dipastikan tidak bisa ikut sebagai kontestan dalam Pilpres 2024.

"Baru setelah jelas parpol pendukung maka akan lebih mudah untuk melangkah dan mensosialisasikan diri ke publik. Coba lihat beberapa tokoh-tokoh parpol saat ini sudah mulai bergerilya dan mensosialisasikan diri untuk maju di Pilpres 2024," terangnya.

Andriadi menambahkan, Erick Thohir masih cukup jauh bertarung melawan calon-calon yang ada apabila tidak memiliki atau didukung parpol.

"Tokoh seperti mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo sempat digadang-gadang untuk capres 2019 lalu, gagal, karena tidak memiliki tiket parpol pendukung," demikian Andriadi Achmad.

Diketahui, nama Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir muncul dalam bursa calon presiden (capres) 2024 versi sejumlah lembaga riset. Peta politik ini jadi menarik. 

Erick tak sekadar muncul tapi mengungguli sejumlah nama politikus besar lain. Melihat modal politik yang dimiliki, bukan tak mungkin pria 51 tahun jadi kejutan dalam kontestasi mendatang.

Agustus lalu, nama Erick masuk dalam bursa capres versi Indikator Politik Indonesia. Dalam survei itu Erick mengungguli Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto dan Ketua DPR RI dari PDI Perjuangan (PDIP) Puan Maharani.

Erick berada di urutan kesepuluh, dengan elektabilitas 1,6 persen. Airlangga dan Puan, masing-masing berada di posisi 12 (1,1 persen) dan 14 (0,4 persen).

Di puncak daftar ada Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto yang elektabilitasnya 26,2 persen. Prabowo kuat tapi tak menonjol. Di bawahnya, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo membayangi dengan 20,8 persen. Sementara, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menempati posisi ketiga, dengan elektabilitas 15,5 persen.

"Prabowo Subianto tampak masih lebih besar dukungannya sebagai calon presiden ketimbang nama-nama lain, tapi tidak menonjol. Calon pesaing utamanya, yaitu terutama Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan. Kemudian Sandiaga Uno, Agus Harimurti Yudhoyono dan Ridwan Kamil," tutur Direktur Indikator Politik Burhanudin Muhtadi dalam konferensi pers virtual, 25 Agustus.