Bagikan:

JAKARTA - Proses seleksi Calon Anggota Komisi Yudisial (KY) menyisakan 55 kandidat dan diuji secara daring untuk menjadi anggota KY 2020-2025. Sejumlah nama yang turut lolos seleksi kualifikasi, salah satunya Binsar M Gultom, yakni hakim yang menyidangkan kasus "kopi sianida" dengan terdakwa Jessica Kumala Wongso.

Melansir Antara, Binsar yang saat ini masih aktif menjadi hakim Pengadilan Tinggi Banten masuk pada kelompok sesi kedua pelaksanaan uji publik anggota KY. Dalam pemaparannya dirinya ingin mengharmonisasikan hubungan KY sebagai 'supporting unit' untuk memperkuat independensi kekuasaan kehakiman yang dipegang MA.

"Kehadiran saya di KY diharapkan dapat menyelesaikan kebuntuan persoalan MA dan KY yang selama ini kurang harmonis, sehingga tercipta visi-misi MA dan KY demi peradilan yang agung," ujarnya saat teleconference, Selasa, 21 Juli.

Binsar yakin mampu menjalin kembali hubungan kerja sama yang baik secara kekeluargaan dengan pimpinan MA dan empat badan peradilan dengan melibatkan DPR selaku perwakilan rakyat. Bahkan disebutkannya, ia rela untuk meninggalkan jabatannya demi memperbaiki hubungan antara KY dan MA.

Binsar juga berencana membuat pedoman teknis ruang lingkup pengawasan MA dan KY berdasarkan Surat Keputusan Bersama Nomor 47 dan 02 Tahun 2009 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku hakim sehingga saat penjatuhan sanksi etik dari MA tidak perlu lagi dipersoalkan oleh KY. Dengan metode pemeriksaan berdasarkan peraturan bersama MA-KY Nomor 2 Tahun 2012, kata dia, jabatan hakim mendapat kepercayaan dari publik.

"Selain itu, pergaulan KY sehari-hari berada di lingkungan peradilan, dengan memberdayakan tim penghubung yang akuntabel dan profesional, juga memasang jaringan CCTV di seluruh satuan kerja pengadilan yang terkoneksi secara online dengan KY sehingga dengan mudah mengawasi perilaku hakim dan persidangan," ujar hakim yang pernah bertugas di PN Dili, Timor Timor (sekarang negara Timor Leste) itu.

Ia juga menilai pemeriksaan hakim oleh KY sebaiknya dilakukan secara tertutup atau tidak dipublikasi, sampai hakim itu terbukti bersalah dan dikenai sanksi, demi menjaga kehormatan hakim dan pengadilan.

"Kalau kita lihat di Portugal dan Belanda, itu hakim yang menerima suap, misalnya, akan diperiksa dan ditanya, mau mengaku bersalah atau tidak, jika mengaku, akan dipersilakan mengundurkan diri dari jabatan hakim, jika tidak, baru diproses hukum, dan disiarkan ke publik,” tuturnya.

Berdasarkan rekam jejaknya, hakim yang pernah menangani kasus kopi sianida. Binsar juga pernah menjadi hakim pada sidang pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat terkait keterlibatan TNI dalam penyerangan milisi ke Keuskupan Dili, dan rumah Uskup Belo, pada 5 dan 6 September 1999 silam.